Seoul (ANTARA) - Pasien di Korea Selatan pada Selasa alami peningkatan gangguan layanan kesehatan, karena klinik di wilayah mereka tutup mengikuti mogok nasional oleh dokter yang memprotes kenaikan kuota masuk sekolah kedokteran.

Sejumlah dokter masyarakat di seluruh negeri menutup klinik mereka selama sehari sebagai bentuk partisipasi dalam aksi mogok satu hari yang diadakan Asosiasi Kedokteran Korea, sebuah kelompok lobi utama untuk dokter, sebagai bentuk protes atas inisiatif reformasi kedokteran pemerintah.

Kementerian kesehatan menyebutkan hanya 4 persen dari 36.371 klinik masyarakat di negara itu, tidak termasuk praktik kedokteran gigi dan oriental, telah menyerahkan laporan wajib untuk penangguhan bisnis pada Selasa.

Namun, gangguan layanan kesehatan bagi pasien meningkat ketika pemogokan berlangsung di tengah berkurangnya layanan di rumah sakit umum di seluruh negeri secara signifikan akibat pemogokan selama berbulan-bulan oleh para dokter magang.

Hari sebelumnya, Rumah Sakit Universitas Nasional Seoul di pusat Seoul dan tiga rumah sakit afiliasinya juga melakukan pemogokan tanpa batas waktu, menuntut pemerintah mempertimbangkan kembali menaikkan kuota sekolah kedokteran dan mencabut tindakan hukum terhadap para dokter magang.

"Saya dalam masalah besar. Saya diberitahu untuk menjaga 'waktu emas' untuk pengobatan karena saya bisa kehilangan pendengaran saya secara permanen jika tidak segera diobati," kata seorang perempuan bermarga Kim, sambil segera memeriksa klinik terdekat yang menyediakan layanan, karena klinik yang didatanginya tutup.

Selain itu, klinik dokter anak yang biasanya sibuk dan terletak di kawasan padat apartemen di Suwon, selatan Seoul, juga menghentikan layanan pada hari itu. Pemberitahuan yang dipasang di pintu masuknya berbunyi, "Rumah Sakit ditutup karena situasi internal. Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan ini."

Tiga dari empat klinik dokter anak di kawasan padat apartemen lainnya di Yongin, selatan Seoul, juga tutup, membuat daftar tunggu panjang bagi lebih dari selusin pasien di klinik yang masih tetap buka.

“Saya telah mendengar banyak tentang konflik medis dan pemerintah, namun saya belum pernah terkena dampak langsung seperti yang saya alami saat ini,” kata seorang warga kepada Kantor Berita Yonhap.

“Saya sangat kecewa dengan pemerintah dan sektor medis karena telah memperburuk masalah sampai sejauh ini,” kata warga tersebut.

Gangguan pada pasien juga dilaporkan terjadi di seluruh negeri, termasuk kota Chuncheon di bagian timur dan pulau resor Jeju di bagian selatan.

“Kami sering datang ke klinik karena mereka sedang flu, tapi kami tidak mendapat informasi tentang penutupannya. Saya tidak yakin apakah sebuah klinik, terutama klinik anak, bisa menghentikan layanannya begitu tiba-tiba,” kata seorang ibu bermarga Koh.

Baca juga: Musisi Korsel B.I buka konser di Jakarta dengan lagu "Michelangelo"
Baca juga: Korsel putuskan tak nyalakan propaganda pengeras suara

Rumah sakit umum universitas di seluruh negeri, yang telah mengalami gangguan karena tidak adanya dokter magang, mengalami kemunduran berlanjut karena para dokter senior mengambil cuti untuk mengikuti pemogokan umum. Namun, tidak ada situasi medis darurat kritis yang dilaporkan akibat pemogokan satu hari tersebut, karena hanya sebagian kecil dari klinik lingkungan di seluruh negara yang berpartisipasi dalam aksi kolektif pada Selasa itu.

Pemerintah berjanji akan mengambil tindakan tegas terhadap aksi pemogokan tersebut dan telah mengeluarkan perintah administratif yang mewajibkan para dokter untuk kembali bekerja, serta memperingatkan bahwa siapa pun yang melanggar akan dicabut izin medisnya.

Sumber: Yonhap

 

 

Pewarta : Yoanita Hastryka Djohan
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024