Jakarta (ANTARA) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengadakan pertemuan dengan Asisten Menteri Keuangan Amerika Serikat Alexia Latortue untuk membahas peluang dan tantangan investasi hijau pada sektor energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia.
 

“Dengan mengembangkan potensi EBT ini, Indonesia dapat memiliki lebih dari 1,1 terawatt (TW) kapasitas energi terbarukan dan dapat menjadi pemimpin dalam transisi global menuju energi terbarukan,” ujar Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Kemaritiman, Investasi, dan Luar Negeri Kadin Indonesia Shinta Widjaja Kamdani di Jakarta, Kamis.

Dalam pertemuan tersebut, ia menyampaikan bahwa Indonesia juga merupakan negara yang memiliki Nature Based Solutions (NBS) terbesar kedua di dunia setelah Brazil, yakni hingga 1,5 giga ton karbondioksida (GtCO2) per tahun.

Ia menuturkan bahwa Indonesia memiliki total potensi sumber daya energi terbarukan sebesar 3.686 gigawatt (GW), yang terdiri dari tenaga surya (3.295 GW), tenaga air (95 GW), bioenergi (57 GW), tenaga angin (155 GW), energi panas bumi (24 GW), dan energi laut (60 GW).

“Namun, dari total kapasitas 3.686 GW tersebut, baru 12,54 megawatt (MW) yang telah dimanfaatkan,” kata Shinta.

Indonesia merupakan negara penerima investasi hijau terbesar di Asia Tenggara pada 2023, dengan total hampir US$1,6 miliar (Rp26,14 triliun, dengan kurs hari ini 1 dolar AS = Rp16.337), tumbuh sekitar 28 persen dari tahun sebelumnya.

Dengan begitu, Indonesia menyumbang 25 persen dari total investasi di Asia Tenggara. Pada tahun 2023, Amerika Serikat juga telah berinvestasi di Indonesia sebesar US$500 juta (Rp8,17 triliun) dalam pembuatan panel surya dan modul surya.

Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Transisi Energi Kadin Indonesia Anthony Utomo menyatakan bahwa investasi dari Amerika Serikat tersebut merupakan bukti bahwa Indonesia memiliki potensi investasi yang menjanjikan pada sektor EBT.

Investasi yang dilakukan oleh AS tersebut, lanjutnya, juga dapat membuka ruang lebih besar untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan, pengembangan teknologi hijau, serta menarik negara lain untuk turut serta berinvestasi di Indonesia pada sektor EBT.

Ia pun menyoroti beberapa tantangan yang perlu diatasi dalam mengimplementasikan upaya tersebut, termasuk infrastruktur yang perlu ditingkatkan, regulasi yang mendukung, dan kesiapan sumber daya manusia (SDM) yang memadai.

“Maka dari itu, melalui Pokja Transisi Energi Kadin, kami akan menjembatani dan menyatukan berbagai pemangku kepentingan utama di sektor energi terbarukan untuk bekerja sama dalam mengimplementasikan solusi-solusi inovatif dan berkelanjutan," ucap Anthony.

Baca juga: BRIN gelar RD20 Summer School
Baca juga: Indonesia-Australia membahas pengembangan SDM industri semikonduktor

Ia menuturkan bahwa pihaknya telah menyiapkan tiga inisiatif kunci untuk membantu menyiapkan perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam menarik investor.

Tiga inisiatif tersebut adalah mendorong Implementasi Green Development Initiative yang berfokus pada pengembangan strategi menuju ekosistem industri hijau berkelanjutan, mengembangkan Renewable Energy Manufacturing untuk mendukung kemandirian teknologi rantai pasok domestik, serta mengakselerasi Distributed Energy agar mempercepat pemanfaatan generator energi bersih mandiri untuk industri.

“Melalui inisiatif-inisiatif tersebut Pokja Transisi Energi Kadin optimis dapat membantu meningkatkan daya saing perusahaan-perusahaan di Indonesia serta menciptakan nilai tambah di mata investor lokal maupun global,” imbuhnya.


 

 


Pewarta : Uyu Septiyati Liman
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024