Lombok Barat (Antaranews NTB) - Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat Rahman Sahnan Putra menyebutkan dari 65 ribu bayi bawah lima tahun atau balita di daerah itu, sebanyak 32 persen mengalami "stunting".

"Kalau ini dibiarkan akan terjadi `lost generation` di Lombok Barat. Anak yang mengalami `stunting`, lima belas tahun kemudian paling hebat akan jadi satpam karena keterbelakangan otaknya," kata Rahman di Gerung, ibu kota Kabupaten Lombok Barat, NTB.

"Stunting" adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.

Untuk itu, pihaknya berupaya melakukan berbagai terobosan agar angka balita bermasalah kurang gizi kronis tersebut bisa diturunkan.

Salah satunya adalah dengan melaksanakan rapat kerja kesehatan daerah (rakerda) yang digelar di Senggigi, pada 3-4 Mei 2018. Pertemuan tersebut untuk membahas rencana aksi apa saja yang akan dilakukan untuk melakukan percepatan penurunan "stunting", TB dan pencapaian imunisasi.

"Sebenarnya dari pusat hanya 10 desa yang menjadi sasaran kegiatan, tapi kami akan mengintervensi dan garap semua desa," ujar Rahman.

Dalam menangani "stunting", kata dia, dilakukan dengan intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Intervensi spesifik dilakukan dengan cara mengintervensi pada 1000 hari pertama kehidupan.

Misalnya, dengan memberikan penyuluhan tentang makanan bergizi selama kehamilan, pentingnya memberikan air susu ibu (ASI), dan makanan tambahan untuk balita. Pengaruh intervensi spesifik ini adalah 30 persen dari penurunan angka "stunting".

Sementara itu, intervensi sensitif dilakukan dengan cara menggerakkan peran dari lintas sektoral. Misalnya, untuk sarana air bersih dan sanitasi, maka itu tugas dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Untuk ketersediaan pangannya, maka tugas dari Dinas Ketahanan Pangan. Begitu pula dengan perilaku hidup sehat dan bersihnya, merupakan tugas Dinas Kesehatan untuk menanganinya.

"Ternyata pengaruh intervensi sensitif ini sangat kuat, yaitu 70 persen. Itu sebabnya kita perlu bersinergi dengan lintas sektoral menangani masalah balita kurang gizi kronis tersebut," katanya.

Asisten III Sekretariat Daerah Lombok Barat H Fathurrahim, juga mengharapkan agar masalah "stunting" ditangani serius. Semua pihak harus punya respek tinggi terhadap masalah tersebut.

"Tugas kita adalah memberi pelayanan terbaik kepada masyarakat. Begitu pula masyarakat hendaknya punya kepedulian bersama," katanya. (*)

Pewarta : -
Editor : Awaludin
Copyright © ANTARA 2025