Mataram (ANTARA) - Museum Negeri Nusa Tenggara Barat (NTB) melakukan proses konservasi terhadap empat keris berusia ratusan tahun agar kembali bersih dari karat dan kotoran yang menempel pada barang pusaka tersebut.
"Proses konservasi sudah berlangsung sejak awal Muharam. Kami memilih bulan Muharam sebagai jadwal membersihkan keris sesuai dengan tradisi masyarakat lokal," kata Kepala Museum Negeri NTB Ahmad Nuralam di Mataram, Kamis.
Nuralam menuturkan empat keris yang saat ini sedang melewati proses konservasi yaitu tiga keris Lombok dan satu keris Sumbawa. Keris-keris itu berlapis emas dan batu permata. Menurutnya, kegiatan konservasi rutin dilakukan sebagai upaya proses pelestarian, perawatan, dan perlindungan terhadap koleksi yang tersimpan di Museum NTB.
"Ini sudah dua hari dan mungkin nanti hari ketiga baru selesai," kata Nuralam.
Kegiatan konservasi keris menghabiskan waktu yang terbilang lama 3-5 hari. Konservasi keris logam cenderung lebih cepat selesai, sedangkan keris berlapis emas butuh waktu lebih lama.
Pewarang Keris Muhasim memperlihatkan bilah keris yang sedang dilakukan proses konservasi di Laboratorium Museum Negeri NTB yang berlokasi di Mataram, Kamis (8/8/2024). (ANTARA/Sugiharto Purnama)
Rangkaian pembersihan keris dilakukan dengan melepaskan bilah dari gagang, lalu meredam bilah menggunakan air kelapa tua selama 2-3 hari. Setelah direndam air kelapa, bilah keris melewati proses pemutihan menggunakan air perasan jeruk nipis dan sabun colek.
Baca juga: KBRI gandeng Tokyo Fuji Art Museum menggelar pameran Indonesia
Baca juga: Museum NTB lobi kolektor barang antik Australia untuk hibahkan tenun
Proses pemutihan bilah berlangsung selama 3-4 jam. Pada proses itu warna bilah yang semula abu-abu kehitaman berubah menjadi putih. Usai proses pemutihan, bilah direndam ke dalam cairan arsenik warangan yang dicampur jeruk nipis selama 1,5 jam untuk memunculkan kembali pamor keris. Warangan adalah zat beracun campuran sianida yang banyak terdapat pada gunung berapi aktif dekat bebatuan belerang.
Ketika perendaman dengan warangan selesai, selanjutnya bilah melewati tahap pencucian untuk menghilangkan sifat beracun dari cairan warangan tersebut. Ketika bilah keris sudah bersih, maka proses terakhir adalah mengoleskan minyak melati.
Bilah kembali dipasangkan ke gagang, lalu dilapisi plastik dan ditaburi gel silika agar tidak mudah teroksidasi oleh udara yang lembap. Museum Negeri NTB memakai metode konservasi tradisional karena cara itu terbukti efektif mengembalikan pamor keris dan telah dipakai oleh masyarakat selama beratus-ratus tahun.
Museum pelat merah itu memiliki 1.230-an koleksi senjata, termasuk keris. Koleksi paling tua berasal dari Kerajaan Majapahit. Pewarang Keris dari Paguyuban Keris Anjani Lombok Muhasim mengatakan kebersihan keris yang telah melalui proses konservasi bisa bertahan 5 sampai 10 tahun. Jika bilah keris sering dipegang, maka dalam waktu 1-2 bulan sudah bisa kembali berkarat.
"Konservasi keris emas yang paling menantang karena kami harus ekstra hati-hati. Proses pembersihan karat keris emas bisa berlangsung selama 3-4 hari," kata Muhasim.
"Proses konservasi sudah berlangsung sejak awal Muharam. Kami memilih bulan Muharam sebagai jadwal membersihkan keris sesuai dengan tradisi masyarakat lokal," kata Kepala Museum Negeri NTB Ahmad Nuralam di Mataram, Kamis.
Nuralam menuturkan empat keris yang saat ini sedang melewati proses konservasi yaitu tiga keris Lombok dan satu keris Sumbawa. Keris-keris itu berlapis emas dan batu permata. Menurutnya, kegiatan konservasi rutin dilakukan sebagai upaya proses pelestarian, perawatan, dan perlindungan terhadap koleksi yang tersimpan di Museum NTB.
"Ini sudah dua hari dan mungkin nanti hari ketiga baru selesai," kata Nuralam.
Kegiatan konservasi keris menghabiskan waktu yang terbilang lama 3-5 hari. Konservasi keris logam cenderung lebih cepat selesai, sedangkan keris berlapis emas butuh waktu lebih lama.
Rangkaian pembersihan keris dilakukan dengan melepaskan bilah dari gagang, lalu meredam bilah menggunakan air kelapa tua selama 2-3 hari. Setelah direndam air kelapa, bilah keris melewati proses pemutihan menggunakan air perasan jeruk nipis dan sabun colek.
Baca juga: KBRI gandeng Tokyo Fuji Art Museum menggelar pameran Indonesia
Baca juga: Museum NTB lobi kolektor barang antik Australia untuk hibahkan tenun
Proses pemutihan bilah berlangsung selama 3-4 jam. Pada proses itu warna bilah yang semula abu-abu kehitaman berubah menjadi putih. Usai proses pemutihan, bilah direndam ke dalam cairan arsenik warangan yang dicampur jeruk nipis selama 1,5 jam untuk memunculkan kembali pamor keris. Warangan adalah zat beracun campuran sianida yang banyak terdapat pada gunung berapi aktif dekat bebatuan belerang.
Ketika perendaman dengan warangan selesai, selanjutnya bilah melewati tahap pencucian untuk menghilangkan sifat beracun dari cairan warangan tersebut. Ketika bilah keris sudah bersih, maka proses terakhir adalah mengoleskan minyak melati.
Bilah kembali dipasangkan ke gagang, lalu dilapisi plastik dan ditaburi gel silika agar tidak mudah teroksidasi oleh udara yang lembap. Museum Negeri NTB memakai metode konservasi tradisional karena cara itu terbukti efektif mengembalikan pamor keris dan telah dipakai oleh masyarakat selama beratus-ratus tahun.
Museum pelat merah itu memiliki 1.230-an koleksi senjata, termasuk keris. Koleksi paling tua berasal dari Kerajaan Majapahit. Pewarang Keris dari Paguyuban Keris Anjani Lombok Muhasim mengatakan kebersihan keris yang telah melalui proses konservasi bisa bertahan 5 sampai 10 tahun. Jika bilah keris sering dipegang, maka dalam waktu 1-2 bulan sudah bisa kembali berkarat.
"Konservasi keris emas yang paling menantang karena kami harus ekstra hati-hati. Proses pembersihan karat keris emas bisa berlangsung selama 3-4 hari," kata Muhasim.