Jakarta (ANTARA) - Staf Khusus Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Agung Putri Astrid menyampaikan sejumlah praktik baik dalam pelaksanaan ekonomi perawatan di Indonesia.
"Pemerintah Indonesia memiliki komitmen dan perhatian besar terhadap isu ekonomi perawatan. Selama pandemi COVID-19, kami menyadari pentingnya meningkatkan kualitas infrastruktur perawatan sebagai upaya menangani krisis kesehatan. Di akhir masa pandemi pun terjadi fenomena banyaknya anak yang kehilangan orang tua atau orang tuanya menjadi buruh migran di luar negeri. Hal ini meningkatkan kebutuhan perawatan," kata Agung Putri Astrid.
Hal itu dikatakannya sebagai perwakilan ASEAN Committee in Women (ACW) saat menghadiri Pra KTT Pemimpin Perempuan ASEAN Ke-3 yang mengangkat tema "Merefleksikan Ekonomi Perawatan dan Ketahanan di ASEAN" di Vientiane, Laos.
Agung Putri Astrid menambahkan meskipun jumlah layanan penitipan anak di daerah perkotaan meningkat, tetapi jumlahnya masih terbatas. Tidak hanya itu, rasio antara layanan penitipan yang diberikan dengan yang membutuhkan pun masih belum merata.
Baca juga: Menteri PPPA mendorong pemberitaan kekerasan seksual berperspektif gender
Baca juga: MPR minta Kementerian PPPA fokus atasi pornografi anak
"Banyak hal yang masih menjadi persoalan, seperti biaya yang tinggi dan kualitas penitipan anak masih belum optimal. Bahkan, saat ini kami sedang menangani kasus-kasus kekerasan terhadap balita yang dilakukan oleh pemilik atau pengasuh di tempat penitipan anak," kata Agung Putri Astrid.
Menanggapi fenomena tersebut, Pemerintah Indonesia menyusun Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Ekonomi Perawatan yang mencakup tujuh agenda prioritas. Peta jalan ini mengacu pada tiga aturan dasar, yaitu ILO 5R Framework, rencana pembangunan nasional, dan Kerangka Kerja ASEAN tentang Ekonomi Perawatan.
"Pemerintah Indonesia memiliki komitmen dan perhatian besar terhadap isu ekonomi perawatan. Selama pandemi COVID-19, kami menyadari pentingnya meningkatkan kualitas infrastruktur perawatan sebagai upaya menangani krisis kesehatan. Di akhir masa pandemi pun terjadi fenomena banyaknya anak yang kehilangan orang tua atau orang tuanya menjadi buruh migran di luar negeri. Hal ini meningkatkan kebutuhan perawatan," kata Agung Putri Astrid.
Hal itu dikatakannya sebagai perwakilan ASEAN Committee in Women (ACW) saat menghadiri Pra KTT Pemimpin Perempuan ASEAN Ke-3 yang mengangkat tema "Merefleksikan Ekonomi Perawatan dan Ketahanan di ASEAN" di Vientiane, Laos.
Agung Putri Astrid menambahkan meskipun jumlah layanan penitipan anak di daerah perkotaan meningkat, tetapi jumlahnya masih terbatas. Tidak hanya itu, rasio antara layanan penitipan yang diberikan dengan yang membutuhkan pun masih belum merata.
Baca juga: Menteri PPPA mendorong pemberitaan kekerasan seksual berperspektif gender
Baca juga: MPR minta Kementerian PPPA fokus atasi pornografi anak
"Banyak hal yang masih menjadi persoalan, seperti biaya yang tinggi dan kualitas penitipan anak masih belum optimal. Bahkan, saat ini kami sedang menangani kasus-kasus kekerasan terhadap balita yang dilakukan oleh pemilik atau pengasuh di tempat penitipan anak," kata Agung Putri Astrid.
Menanggapi fenomena tersebut, Pemerintah Indonesia menyusun Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Ekonomi Perawatan yang mencakup tujuh agenda prioritas. Peta jalan ini mengacu pada tiga aturan dasar, yaitu ILO 5R Framework, rencana pembangunan nasional, dan Kerangka Kerja ASEAN tentang Ekonomi Perawatan.