Lombok Barat (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat memastikan pihaknya segera melimpahkan berkas perkara milik direktur pelaksana proyek pembangunan Rumah Sakit Pratama Manggelewa, Kabupaten Dompu bernama Muh. Kadafi Marikar ke Pengadilan Negeri Mataram.
"Dalam waktu dekat ini perkara atas nama Kadafi kami limpahkan ke pengadilan," kata Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera di Mataram, Jumat.
Dia mengakui bahwa dalam tahap penuntutan hanya perkara milik Kadafi yang belum masuk ke pengadilan. Untuk empat tersangka lainnya, kini sudah berstatus terdakwa dan menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram pada Kamis (5/9).
"Iya, memang hanya Kadafi yang belum dilimpahkan ke pengadilan, untuk yang lain sudah," ujarnya.
Baca juga: Sidang perdana empat terdakwa korupsi RS Pratama digelar di PN Mataram
Efrien tidak memungkiri perihal informasi Kadafi yang berulah buang air besar di mobil tahanan jaksa ketika dalam perjalanan menuju Lapas Kelas IIA Lombok Barat untuk menjalani penitipan penahanan usai melaksanakan tahap dua dari penyidik kepolisian.
"Iya, selesai menjalani tahap dua itu, di mobil tahanan dia buang air besar," ucap dia.
Namun, dia menegaskan dalam proses tahap dua dari penyidik kepolisian, jaksa penuntut umum sudah mendapatkan kepastian perihal kondisi mental dan fisik Kadafi.
"Sesuai syarat pelaksanaan tahap dua, tersangka harus kami pastikan mereka dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, makanya tahap dua bisa terlaksana," kata Efrien.
Dia menduga perbuatan Kadafi buang air besar di mobil tahanan jaksa itu karena depresi, mengingat Direktur PT Sultana Anugrah tersebut juga berstatus narapidana dalam perkara lain di Makassar.
"Nantinya di persidangan juga sebelum dimulai, yang bersangkutan akan dipastikan sehat jasmani dan rohaninya, bisa dilihat di situ," ujarnya.
Baca juga: PN Mataram agendakan sidang empat terdakwa korupsi RS Pratama
Muh. Kadafi Marikar merupakan salah seorang dari lima tersangka yang ditetapkan penyidik Polda NTB dalam perkara korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit Pratama Manggelewa, Kabupaten Dompu.
Perusahaan milik Kadafi diduga tidak melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak kerja tahun 2017 sehingga muncul kerugian keuangan negara dari kekurangan volume pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi perencanaan.
Jaksa dalam dakwaan milik empat terdakwa lainnya, yakni Maman, Benny Burhanudin, Fery, dan Christin Agustiningsih, menyampaikan bahwa Kadafi yang kini berkasnya tinggal menunggu proses pelimpahan ke pengadilan tersebut tidak pernah datang ke lokasi pekerjaan dan melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak.
Melainkan, Kadafi terungkap dengan sengaja mengalihkan pekerjaan tersebut kepada terdakwa Benny Burhanudin selaku pemodal yang tidak termasuk dalam personel inti pada PT Sultana Anugrah.
"Sehingga pelaksanaan pekerjaan menjadi tidak terkontrol dan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang dipersyaratkan dalam kontrak," kata jaksa dalam pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Kamis (5/9).
Baca juga: Korupsi RS Pratama, terungkap peran Sekda Dompu saat jabat kadikes
Terdakwa Kadafi dalam menjalankan peran tersebut juga terungkap menerima upah dari pelaksanaan pekerjaan sebesar Rp200 juta atau 30 persen dari nilai keuntungan pekerjaan.
Persoalan korupsi muncul dari dakwaan jaksa yang menyatakan bahwa PT Sultana Anugrah milik Kadafi telah dengan sengaja mengurangi volume pekerjaan, seperti pemasangan batu kali, pekerjaan beton, pemasangan dinding, plesteran, acian, pengecatan, pekerjaan plafon, mutu beton dan balok struktur pada bangunan selasar.
Dampak dari pengurangan volume pekerjaan tersebut mengakibatkan kondisi bangunan berpotensi ambruk sesuai dengan hasil pemeriksaan tim ahli konstruksi dan geoteknik tanah dari Fakultas Teknik Universitas Mataram.
Baca juga: Kejati NTB tahan lima tersangka korupsi pembangunan RS Pratama Dompu
Akhir dakwaan, jaksa menyebutkan nilai kerugian keuangan negara yang muncul dari proyek yang bernilai Rp15,67 miliar tersebut sebesar Rp1,35 miliar.
Angka kerugian didapatkan dari hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
Usai menguraikan dakwaan, jaksa mendakwa perbuatan empat terdakwa dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: Lima tersangka korupsi RS Pratama Dompu dilimpahkan ke kejaksaan
"Dalam waktu dekat ini perkara atas nama Kadafi kami limpahkan ke pengadilan," kata Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera di Mataram, Jumat.
Dia mengakui bahwa dalam tahap penuntutan hanya perkara milik Kadafi yang belum masuk ke pengadilan. Untuk empat tersangka lainnya, kini sudah berstatus terdakwa dan menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram pada Kamis (5/9).
"Iya, memang hanya Kadafi yang belum dilimpahkan ke pengadilan, untuk yang lain sudah," ujarnya.
Baca juga: Sidang perdana empat terdakwa korupsi RS Pratama digelar di PN Mataram
Efrien tidak memungkiri perihal informasi Kadafi yang berulah buang air besar di mobil tahanan jaksa ketika dalam perjalanan menuju Lapas Kelas IIA Lombok Barat untuk menjalani penitipan penahanan usai melaksanakan tahap dua dari penyidik kepolisian.
"Iya, selesai menjalani tahap dua itu, di mobil tahanan dia buang air besar," ucap dia.
Namun, dia menegaskan dalam proses tahap dua dari penyidik kepolisian, jaksa penuntut umum sudah mendapatkan kepastian perihal kondisi mental dan fisik Kadafi.
"Sesuai syarat pelaksanaan tahap dua, tersangka harus kami pastikan mereka dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, makanya tahap dua bisa terlaksana," kata Efrien.
Dia menduga perbuatan Kadafi buang air besar di mobil tahanan jaksa itu karena depresi, mengingat Direktur PT Sultana Anugrah tersebut juga berstatus narapidana dalam perkara lain di Makassar.
"Nantinya di persidangan juga sebelum dimulai, yang bersangkutan akan dipastikan sehat jasmani dan rohaninya, bisa dilihat di situ," ujarnya.
Baca juga: PN Mataram agendakan sidang empat terdakwa korupsi RS Pratama
Muh. Kadafi Marikar merupakan salah seorang dari lima tersangka yang ditetapkan penyidik Polda NTB dalam perkara korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit Pratama Manggelewa, Kabupaten Dompu.
Perusahaan milik Kadafi diduga tidak melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak kerja tahun 2017 sehingga muncul kerugian keuangan negara dari kekurangan volume pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi perencanaan.
Jaksa dalam dakwaan milik empat terdakwa lainnya, yakni Maman, Benny Burhanudin, Fery, dan Christin Agustiningsih, menyampaikan bahwa Kadafi yang kini berkasnya tinggal menunggu proses pelimpahan ke pengadilan tersebut tidak pernah datang ke lokasi pekerjaan dan melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak.
Melainkan, Kadafi terungkap dengan sengaja mengalihkan pekerjaan tersebut kepada terdakwa Benny Burhanudin selaku pemodal yang tidak termasuk dalam personel inti pada PT Sultana Anugrah.
"Sehingga pelaksanaan pekerjaan menjadi tidak terkontrol dan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang dipersyaratkan dalam kontrak," kata jaksa dalam pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Kamis (5/9).
Baca juga: Korupsi RS Pratama, terungkap peran Sekda Dompu saat jabat kadikes
Terdakwa Kadafi dalam menjalankan peran tersebut juga terungkap menerima upah dari pelaksanaan pekerjaan sebesar Rp200 juta atau 30 persen dari nilai keuntungan pekerjaan.
Persoalan korupsi muncul dari dakwaan jaksa yang menyatakan bahwa PT Sultana Anugrah milik Kadafi telah dengan sengaja mengurangi volume pekerjaan, seperti pemasangan batu kali, pekerjaan beton, pemasangan dinding, plesteran, acian, pengecatan, pekerjaan plafon, mutu beton dan balok struktur pada bangunan selasar.
Dampak dari pengurangan volume pekerjaan tersebut mengakibatkan kondisi bangunan berpotensi ambruk sesuai dengan hasil pemeriksaan tim ahli konstruksi dan geoteknik tanah dari Fakultas Teknik Universitas Mataram.
Baca juga: Kejati NTB tahan lima tersangka korupsi pembangunan RS Pratama Dompu
Akhir dakwaan, jaksa menyebutkan nilai kerugian keuangan negara yang muncul dari proyek yang bernilai Rp15,67 miliar tersebut sebesar Rp1,35 miliar.
Angka kerugian didapatkan dari hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
Usai menguraikan dakwaan, jaksa mendakwa perbuatan empat terdakwa dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: Lima tersangka korupsi RS Pratama Dompu dilimpahkan ke kejaksaan