Kalabahi, Alor (ANTARA) - Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Alor menggelar Festival Melang Bila sebagai bagian dari ekspresi kebudayaan masyarakat adat sekolah lapang kearifan lokal (SLKL).
“Kegiatan SLKL yang ditampilkan dalam festival kali ini diinisiasi oleh Kemendikbudristek merupakan sebuah langkah positif untuk kembali merevitalisasi nilai-nilai kearifan lokal, yang hampir punah diterjang kemajuan teknologi,” kata Penjabat Gubernur NTT Andriko Noto Susanto di Kalabahi, Kabupaten Alor, Jumat (13/9) malam.
Hal ini disampaikan Andriko saat memberikan sambutan ketika membuka Festival Melang Bila yang dimulai pada Jumat (13/9) malam hingga Minggu (15/9). SLKL merupakan program yang bertujuan untuk menginventarisasi dan mendokumentasikan objek pemajuan kebudayaan (OPK) yang ada di Kabupaten Alor.
Melalui program SLKL ini, ke-10 OPK tercatat keberadaannya dan telah melalui tahap kurasi. Hasil temukenali OPK mencatat total 582 data terkait OPK di Kabupaten Alor. Penjabat Gubernur NTT mengatakan saat ini banyak masyarakat NTT, khususnya para pemudanya mulai meninggalkan NTT, termasuk kearifan lokalnya dan lebih suka mengikuti budaya luar dengan nilai-nilai hidup modern yang membias.
Menurut dia, kegiatan SLKL yang diinisiasi oleh Kemendikbudristek diharapkan dapat menghadirkan kearifan lokal masyarakat yang tetap menjadi penyangga atau penopang yang kuat dalam berbagai bidang kehidupan sosial kemasyarakatan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid ditemui di sela-sela pembukaan Festival tersebut menyampaikan terima kasih kepada sekolah lapang kearifan lokal yang telah menghasilkan rekomendasi yang sangat baik.
Baca juga: NTT dan Kalsel pastikan diri ke-8 besar di PON
Baca juga: BPBD Mabar NTT minta warga dukung program sumur bor
“Oleh karena itu saya berharap kita bisa teruskan SLKL ini karena di sinilah kita mendapatkan banyak sekali pengetahuan,” ujar dia.
Menurut dia, jika program itu diteruskan maka akan lebih banyak pengetahuan yang dapat diperoleh di seluruh wilayah Nusa Tenggara Timur tersebut. Kegiatan festival yang digelar selama tiga hari itu menampilkan sejumlah hasil karya pangan lokal olahan masyarakat Alor yang sudah dibina dalam SLKL tersebut. Pangan lokal yang ditampilkan itu seperti ubi-ubian, sayur-sayuran, sambal dan berbagai makanan lokal yang diolah untuk konsumsi sebagai pengganti pangan lainnya.
“Kegiatan SLKL yang ditampilkan dalam festival kali ini diinisiasi oleh Kemendikbudristek merupakan sebuah langkah positif untuk kembali merevitalisasi nilai-nilai kearifan lokal, yang hampir punah diterjang kemajuan teknologi,” kata Penjabat Gubernur NTT Andriko Noto Susanto di Kalabahi, Kabupaten Alor, Jumat (13/9) malam.
Hal ini disampaikan Andriko saat memberikan sambutan ketika membuka Festival Melang Bila yang dimulai pada Jumat (13/9) malam hingga Minggu (15/9). SLKL merupakan program yang bertujuan untuk menginventarisasi dan mendokumentasikan objek pemajuan kebudayaan (OPK) yang ada di Kabupaten Alor.
Melalui program SLKL ini, ke-10 OPK tercatat keberadaannya dan telah melalui tahap kurasi. Hasil temukenali OPK mencatat total 582 data terkait OPK di Kabupaten Alor. Penjabat Gubernur NTT mengatakan saat ini banyak masyarakat NTT, khususnya para pemudanya mulai meninggalkan NTT, termasuk kearifan lokalnya dan lebih suka mengikuti budaya luar dengan nilai-nilai hidup modern yang membias.
Menurut dia, kegiatan SLKL yang diinisiasi oleh Kemendikbudristek diharapkan dapat menghadirkan kearifan lokal masyarakat yang tetap menjadi penyangga atau penopang yang kuat dalam berbagai bidang kehidupan sosial kemasyarakatan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid ditemui di sela-sela pembukaan Festival tersebut menyampaikan terima kasih kepada sekolah lapang kearifan lokal yang telah menghasilkan rekomendasi yang sangat baik.
Baca juga: NTT dan Kalsel pastikan diri ke-8 besar di PON
Baca juga: BPBD Mabar NTT minta warga dukung program sumur bor
“Oleh karena itu saya berharap kita bisa teruskan SLKL ini karena di sinilah kita mendapatkan banyak sekali pengetahuan,” ujar dia.
Menurut dia, jika program itu diteruskan maka akan lebih banyak pengetahuan yang dapat diperoleh di seluruh wilayah Nusa Tenggara Timur tersebut. Kegiatan festival yang digelar selama tiga hari itu menampilkan sejumlah hasil karya pangan lokal olahan masyarakat Alor yang sudah dibina dalam SLKL tersebut. Pangan lokal yang ditampilkan itu seperti ubi-ubian, sayur-sayuran, sambal dan berbagai makanan lokal yang diolah untuk konsumsi sebagai pengganti pangan lainnya.