Mataram (ANTARA) - Mantan Kepala Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Perkebunan (BPSBP) NTB Wardi menyebut 130 ton benih jagung hasil pengadaan PT Sinta Agro Mandiri (SAM) tahun 2017 rusak sehingga gagal tanam.
"Dari kelompok tani penerima di Sumbawa mengatakan awalnya benih jagung yang mereka tanam tidak tumbuh," kata Wardi memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang lima terdakwa korupsi benih jagung dari tim panitia penerima hasil pekerjaan (PPHP) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Selasa.
Tindak lanjut informasi petani, jelas dia, BPSBP NTB melakukan verifikasi di lapangan dan menemukan bahwa benih jagung hasil pengadaan PT SAM di Pulau Sumbawa yang gagal tanam itu dalam kondisi rusak dan terindikasi palsu atau bukan benih jagung.
"Hasilnya kami buat laporan benih yang tidak tumbuh," ujar dia.
Benih jagung PT SAM, lanjut dia, berasal dari Jawa Timur. Wardi mengaku BPSBP NTB telah mendapat informasi bahwa benih jagung yang masuk ke NTB itu tidak melalui proses verifikasi.
Sebagai Kepala BPSBP NTB, Wardi melaporkan temuan tersebut dalam rapat bersama sejumlah pihak. Termasuk mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB Husnul Fauzi.
"Hasil rapat, diminta untuk penggantian benih jagung yang tidak tumbuh di kelompok tani," ucapnya.
Selanjutnya, Wardi yang menjabat sebagai Kepala BPSBP NTB periode 2016-2020 itu menyampaikan pada 2 Januari 2018, benih pengganti yang dikirim dari Pulau Jawa itu dalam kondisi rusak. Jumlahnya sekitar 7 ton.
Dari hasil verifikasi BPSBP NTB, benih pengganti yang rusak tersebut juga tidak melalui proses verifikasi.
Lima terdakwa dari tim PPHP ini bernama Ruslan Abubakar, I Komang Alit Yasa, Lalu Isnajaya, Muhammad Ilham El Muharrir, dan Lalu Willi Pranegara.
Dalam dakwaan, jaksa menyatakan bahwa kelima terdakwa ikut membantu memperkaya orang lain, dalam hal ini Aryanto Prametu dan Lalu Ikhwanul Hubby dari pihak penyedia atau yang mengadakan benih jagung.
Para terdakwa turut dinyatakan telah ikut serta dalam tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian keuangan negara senilai Rp27,35 miliar.
Akibat perbuatan kelima terdakwa, jaksa mendakwa mereka dengan dakwaan primer dan subsider yang berkaitan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dari proses penyidikan Kejati NTB, perbuatan kelima terdakwa dalam perkara ini berkaitan dengan tidak melakukan pengecekan barang hasil pekerjaan, melainkan secara langsung melakukan penandatanganan surat yang menyatakan pekerjaan sudah sesuai dengan dokumen kontrak.
Akibat perbuatan tersebut, terungkap hampir seluruh benih jagung tidak dapat ditanam oleh petani karena kondisi benih yang sudah rusak dan berjamur.
Hal itu telah diperkuat berdasarkan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara dari BPKP NTB yang menyatakan nilai keseluruhan dari pengadaan tersebut sebagai kerugian total.
Proyek pengadaan benih jagung tahun anggaran 2017 ini menelan biaya Rp48,25 miliar. Distribusi benih dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pertama dikerjakan PT Sinta Agro Mandiri (SAM) milik terpidana Aryanto Prametu dengan anggaran Rp17,25 miliar untuk pengadaan 480 ton benih jagung. Tahap kedua dikerjakan PT Wahana Banu Sejahtera (WBS) milik terpidana Lalu Ikhwanul Hubby dengan anggaran Rp31 miliar untuk 840 ton benih jagung.
Dari pengadaan ini, kejaksaan sebelumnya sudah mengungkap empat orang tersangka yang kini telah berstatus narapidana. Mereka adalah Khusnul Fauzi, mantan Kepala Distanbun NTB, Wayan Wikanaya sebagai PPK proyek, dan dua direktur penyedia benih jagung, yakni Aryanto Prametu dan Lalu Ikhwanul Hubby.
Dalam berkas empat terpidana, kejaksaan dalam dakwaan menyertakan hasil audit BPKP NTB senilai Rp27,35 miliar.
Kerugian negara dalam perkara ini telah dibebankan kepada dua terpidana yang berperan sebagai penyedia benih jagung, yakni Lalu Ikhwanul Hubby dan Aryanto Prametu.
"Dari kelompok tani penerima di Sumbawa mengatakan awalnya benih jagung yang mereka tanam tidak tumbuh," kata Wardi memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang lima terdakwa korupsi benih jagung dari tim panitia penerima hasil pekerjaan (PPHP) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Selasa.
Tindak lanjut informasi petani, jelas dia, BPSBP NTB melakukan verifikasi di lapangan dan menemukan bahwa benih jagung hasil pengadaan PT SAM di Pulau Sumbawa yang gagal tanam itu dalam kondisi rusak dan terindikasi palsu atau bukan benih jagung.
"Hasilnya kami buat laporan benih yang tidak tumbuh," ujar dia.
Benih jagung PT SAM, lanjut dia, berasal dari Jawa Timur. Wardi mengaku BPSBP NTB telah mendapat informasi bahwa benih jagung yang masuk ke NTB itu tidak melalui proses verifikasi.
Sebagai Kepala BPSBP NTB, Wardi melaporkan temuan tersebut dalam rapat bersama sejumlah pihak. Termasuk mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB Husnul Fauzi.
"Hasil rapat, diminta untuk penggantian benih jagung yang tidak tumbuh di kelompok tani," ucapnya.
Selanjutnya, Wardi yang menjabat sebagai Kepala BPSBP NTB periode 2016-2020 itu menyampaikan pada 2 Januari 2018, benih pengganti yang dikirim dari Pulau Jawa itu dalam kondisi rusak. Jumlahnya sekitar 7 ton.
Dari hasil verifikasi BPSBP NTB, benih pengganti yang rusak tersebut juga tidak melalui proses verifikasi.
Lima terdakwa dari tim PPHP ini bernama Ruslan Abubakar, I Komang Alit Yasa, Lalu Isnajaya, Muhammad Ilham El Muharrir, dan Lalu Willi Pranegara.
Dalam dakwaan, jaksa menyatakan bahwa kelima terdakwa ikut membantu memperkaya orang lain, dalam hal ini Aryanto Prametu dan Lalu Ikhwanul Hubby dari pihak penyedia atau yang mengadakan benih jagung.
Para terdakwa turut dinyatakan telah ikut serta dalam tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian keuangan negara senilai Rp27,35 miliar.
Akibat perbuatan kelima terdakwa, jaksa mendakwa mereka dengan dakwaan primer dan subsider yang berkaitan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dari proses penyidikan Kejati NTB, perbuatan kelima terdakwa dalam perkara ini berkaitan dengan tidak melakukan pengecekan barang hasil pekerjaan, melainkan secara langsung melakukan penandatanganan surat yang menyatakan pekerjaan sudah sesuai dengan dokumen kontrak.
Akibat perbuatan tersebut, terungkap hampir seluruh benih jagung tidak dapat ditanam oleh petani karena kondisi benih yang sudah rusak dan berjamur.
Hal itu telah diperkuat berdasarkan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara dari BPKP NTB yang menyatakan nilai keseluruhan dari pengadaan tersebut sebagai kerugian total.
Proyek pengadaan benih jagung tahun anggaran 2017 ini menelan biaya Rp48,25 miliar. Distribusi benih dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pertama dikerjakan PT Sinta Agro Mandiri (SAM) milik terpidana Aryanto Prametu dengan anggaran Rp17,25 miliar untuk pengadaan 480 ton benih jagung. Tahap kedua dikerjakan PT Wahana Banu Sejahtera (WBS) milik terpidana Lalu Ikhwanul Hubby dengan anggaran Rp31 miliar untuk 840 ton benih jagung.
Dari pengadaan ini, kejaksaan sebelumnya sudah mengungkap empat orang tersangka yang kini telah berstatus narapidana. Mereka adalah Khusnul Fauzi, mantan Kepala Distanbun NTB, Wayan Wikanaya sebagai PPK proyek, dan dua direktur penyedia benih jagung, yakni Aryanto Prametu dan Lalu Ikhwanul Hubby.
Dalam berkas empat terpidana, kejaksaan dalam dakwaan menyertakan hasil audit BPKP NTB senilai Rp27,35 miliar.
Kerugian negara dalam perkara ini telah dibebankan kepada dua terpidana yang berperan sebagai penyedia benih jagung, yakni Lalu Ikhwanul Hubby dan Aryanto Prametu.