Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat memeriksa kelengkapan dokumen kontrak pengelolaan lahan eks PT Gili Trawangan Indah (GTI) dari pengusaha yang telah menjalin kerja sama dengan pemerintah provinsi sebagai pemilik aset seluas 65 hektare di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara.

Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera di Mataram, Rabu, mengatakan bahwa penyidik memeriksa kelengkapan dokumen tersebut dari Kepala Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Gili Trawangan, Meno, dan Air (Tramena) Mawardi Khairi (MK).

"Jadi, MK ini diperiksa lagi hari ini oleh penyidik soal kasus lahan eks GTI di Gili Trawangan itu. Dia diperiksa terkait dengan dokumen kontrak para pengusaha di lahan eks GTI," katanya.

Efrien mengaku tidak mengetahui secara lengkap materi pemeriksaan MK. Namun, dia memastikan pemeriksaan itu berlangsung sejak pukul 09.30 hingga 17.00 Wita.

"Sore itu pemeriksaan MK baru selesai. MK diperiksa sebagai saksi karena kasus ini sudah pada tahap penyidikan," ujarnya.

Baca juga: Kejati NTB periksa Kepala UPTD Gili Tramena terkait pengelolaan lahan eks GTI

Mawardi Khairi yang dikonfirmasi melalui sambungan telepon membenarkan dirinya kembali hadir ke hadapan penyidik jaksa untuk persoalan dokumen kontrak pengelolaan lahan eks GTI para pengusaha di Gili Trawangan.

"Yang saya tunjukkan (dokumen kontrak) itu pada tahun 2023 dan 2024, terhitung sejak UPTD ada," kata Mawardi.

Selama UPTD Gili Tramena terbentuk pada tahun 2023, kata dia, ada 30 pengusaha yang berkontrak dengan pemerintah. Sebelumnya, pada tahun 2022 sebanyak 140 pengusaha yang berkontrak.

"Kalau digabung dari 2022 sampai sekarang itu jumlahnya ada 170 dokumen kontrak. Untuk yang tahun 2022 sebelum ada UPTD, para pengusaha berkontrak dengan pemerintah melalui BPKAD NTB," ujarnya.

Perihal kondisi tersebut, Mawardi mengatakan bahwa belum sepenuhnya para pengusaha yang menduduki lahan eks GTI berkontrak dengan pemerintah sebagai pemilik lahan.

"Ya, kalau dipersentasekan, jumlah yang berkontrak sekarang itu baru mencapai 20 persen dari luas lahan 65 hektare," ucap dia.

Baca juga: Kejati NTB berencana kembalikan persoalan lahan eks pengelolaan GTI ke pemda

Perihal masih banyak pengusaha yang belum berkontrak, Mawardi mengaku telah menjelaskan kondisi tersebut kepada penyidik.

"Jadi, yang belum berkontrak ini rata-rata pengusaha yang menuntut untuk diberikan SHM (sertifikat hak milik), itu dia kondisinya. Makanya, baru ada 170 pengusaha yang mau berkontrak," kata Mawardi.

Dalam proses kontrak pengelolaan lahan eks GTI tersebut, pengusaha diberikan syarat untuk membayar retribusi per tahun kepada pemerintah dengan nilai Rp2,5 juta per are.

"Jadi, kalau usahanya di atas lahan seluas 2 are, retribusi yang disetorkan langsung ke kas daerah Rp5 juta," ujarnya.

Baca juga: Kejati NTB serahkan kasus dugaan pungli sewa lahan GTI ke kepolisian

Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Ely Rahmawati sebelumnya mengemukakan bahwa penanganan kasus dugaan korupsi pengelolaan aset pemprov di Gili Trawangan tersebut telah naik penyidikan.

Indikasi pidana korupsi dalam kasus ini muncul dalam pengelolaan terhitung sejak pemutusan kontrak kerja sama antara Pemprov NTB dan pihak pengelola sebelumnya, yakni PT GTI.

Dalam penyidikan, Kejati NTB turut menelusuri kerugian keuangan negara dengan menggandeng Inspektorat NTB. Namun, untuk hasil tersebut belum juga diumumkan pihak kejaksaan.

Pemprov NTB usai memutus kontrak kerja sama pengelolaan aset seluas 65 hektare tersebut, membuka peluang kerja sama dengan para pihak pengusaha yang sudah lama menjalankan bisnis di lahan eks PT GTI.

Baca juga: Kejati NTB menggandeng BPKP audit kerugian perkara korupsi aset Trawangan

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2024