Jakarta (ANTARA) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menekankan perlunya semua pihak mengambil peran dalam upaya pencegahan kekerasan seksual terhadap anak.
"Kita tidak boleh lengah hanya mengurusi kasus saja. Upaya pencegahan dan pengurangan risiko pada anak perlu ditingkatkan. Semua pihak harus ambil peran aktif," kata Anggota KPAI Dian Sasmita saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, pemerintah pusat, pemda, hingga pemerintah desa, sektor swasta, serta akademisi memiliki peran dalam meminimalisasi terjadinya kekerasan seksual pada anak, termasuk mengedukasi masyarakat mengenai ancaman kekerasan seksual yang bisa mengintai anak.
"Masyarakat juga punya potensi besar untuk ikut mengedukasi diri dan warga sekitar (untuk melindungi anak dari kekerasan seksual). Jika ada anak yang memiliki kerentanan terhadap kekerasan, tidak boleh diam saja. Ambil bagian," katanya.
Menurut dia, kasus tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dihentikan, namun dapat diminimalisasi dengan berbagai upaya.
Baca juga: Kemensos galakkan kampanye cegah perundungan di sekolah
"Pemerintah sudah ada Perpres Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak. Optimalisasi pelaksanaan strategi-strategi PKTA (Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak) ini sangat penting," kata Dian Sasmita.
Sejumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak terungkap belakangan ini, di antaranya puluhan siswi sebuah SMA di Pekalongan, Jawa Tengah, diduga menjadi korban pelecehan seksual secara verbal oleh oknum guru bimbingan konseling.
Baca juga: KPPPA mendukung penegakan hukum anak berkonflik
Di Tangerang Selatan, Banten, seorang oknum guru ngaji ditangkap polisi karena diduga melakukan kekerasan seksual kepada delapan anak didiknya. Kemudian di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, dua oknum guru ngaji ditangkap karena melakukan kekerasan seksual kepada empat santriwati.
Di Gorontalo, seorang oknum guru ditangkap lantaran diduga melakukan kekerasan seksual kepada anak didiknya. Penangkapan ini buntut beredar luasnya video berisi kekerasan seksual pelaku terhadap korban.
"Kita tidak boleh lengah hanya mengurusi kasus saja. Upaya pencegahan dan pengurangan risiko pada anak perlu ditingkatkan. Semua pihak harus ambil peran aktif," kata Anggota KPAI Dian Sasmita saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, pemerintah pusat, pemda, hingga pemerintah desa, sektor swasta, serta akademisi memiliki peran dalam meminimalisasi terjadinya kekerasan seksual pada anak, termasuk mengedukasi masyarakat mengenai ancaman kekerasan seksual yang bisa mengintai anak.
"Masyarakat juga punya potensi besar untuk ikut mengedukasi diri dan warga sekitar (untuk melindungi anak dari kekerasan seksual). Jika ada anak yang memiliki kerentanan terhadap kekerasan, tidak boleh diam saja. Ambil bagian," katanya.
Menurut dia, kasus tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dihentikan, namun dapat diminimalisasi dengan berbagai upaya.
Baca juga: Kemensos galakkan kampanye cegah perundungan di sekolah
"Pemerintah sudah ada Perpres Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak. Optimalisasi pelaksanaan strategi-strategi PKTA (Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak) ini sangat penting," kata Dian Sasmita.
Sejumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak terungkap belakangan ini, di antaranya puluhan siswi sebuah SMA di Pekalongan, Jawa Tengah, diduga menjadi korban pelecehan seksual secara verbal oleh oknum guru bimbingan konseling.
Baca juga: KPPPA mendukung penegakan hukum anak berkonflik
Di Tangerang Selatan, Banten, seorang oknum guru ngaji ditangkap polisi karena diduga melakukan kekerasan seksual kepada delapan anak didiknya. Kemudian di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, dua oknum guru ngaji ditangkap karena melakukan kekerasan seksual kepada empat santriwati.
Di Gorontalo, seorang oknum guru ditangkap lantaran diduga melakukan kekerasan seksual kepada anak didiknya. Penangkapan ini buntut beredar luasnya video berisi kekerasan seksual pelaku terhadap korban.