Mataram (ANTARA) - 23 September 2024, menjelang tengah hari, iring-iringan mobil serba hitam berpelat nomor RI 1 melesat cepat menuju fasilitas peleburan tembaga atau smelter milik PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat.

Hari itu, Presiden Joko Widodo bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia serta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir datang untuk meresmikan smelter tembaga tersebut.

Keberadaan fasilitas peleburan tembaga merupakan salah satu jalan untuk mendongkrak pertumbuhan industri pengolahan yang menyerap banyak tenaga kerja dan menumbuhkan geliat ekonomi, baik di tingkat lokal maupun nasional.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi pengeluaran rumah tangga di Indonesia menyumbang angka 56,91 persen terhadap struktur perekonomian nasional pada tahun 2023.

Kini Indonesia sedang menyongsong menjadi negara industri maju dengan mengolah sumber daya alam secara mandiri agar pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tidak lagi bergantung terhadap komponen konsumsi, melainkan bertumpu terhadap komponen produksi.

Hilirisasi tembaga di dalam negeri membuat kebutuhan produk tembaga dunia, seperti lembaran katoda, kabel, foil tembaga, maupun produk tembaga lainnya, bergantung kepada Indonesia. Dengan demikian, Indonesia tidak lagi mengekspor bahan mentah ke luar negeri.

AMMAN membangun fasilitas peleburan tembaga di atas lahan seluas 272 hektare di Kabupaten Sumbawa Barat. Smelter tembaga itu mengolah 900 ribu ton konsentrat setiap tahun dengan produksi utama berupa 220 ribu ton katoda tembaga LME grade A kemurnian 99,99 persen dan 830 ribu ton asam sulfat dengan kemurnian 98,50 persen.

Sementara itu, fitur utama pemurnian logam mulia berupa 987 ton lumpur anoda per tahun dengan produk utama 18 ton emas dengan kemurnian 99,99 persen, 55 ton perak batangan dengan kemurnian 99,95 persen, dan 77 ton selenium dengan kemurnian 99,9 persen.

Keberadaan fasilitas peleburan tembaga dan pemurnian logam mulia di Sumbawa Barat mengakhiri cerita panjang ekspor bahan mentah sumber daya alam dari daerah itu yang telah berlangsung selama seperempat abad terakhir. Hilirisasi menghasilkan produk baru dan meningkatkan nilai tambah yang besar, serta memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global terkait produk tembaga.


Efek berganda

Wilayah sekitaran smelter dan kawasan tambang tembaga terasa hiruk-pikuknya di Kecamatan Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat. Tidak sampai 100 meter dari gerbang pemeriksaan lapis terluar suasa ramai tampak terlihat.

Bisnis indekos, perhotelan, rumah makan, hingga toko-toko kelontong menjamur di berbagai penjuru kecamatan tersebut dengan jalanan yang tidak begitu lebar, hanya muat dua mobil.

Kecamatan Maluk serupa kota-kota penyangga Jakarta yang padat bangunan, hanya saja di sana tidak ada gedung bertingkat. Rumah-rumah penduk berdiri saling berhimpitan, menandakan industri ekstraktif berdampak terhadap ekonomi lokal, setidaknya bagi mereka yang menjalani kehidupan dekat dengan fasilitas industri tersebut.

Data Badan Pusat Statistik menyebut angka pertumbuhan ekonomi secara tahunan di Nusa Tenggara Barat pada triwulan II tahun 2024 mencapai 11,06 persen dengan produk domestik regional bruto (PDRB) atas harga berlaku senilai Rp46,80 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp28,06 triliun.

Lapangan usaha yang menyumbang pertumbuhan produk domestik regional bruto terbesar adalah pertambangan dan penggalian dengan bobot mencapai 46 persen; jasa keuangan dan asuransi sebesar 18,64 persen; penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 10,17 persen; industri pengolahan sebesar 9,88 persen; jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 6,78 persen; serta administrasi, pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib berjumlah 6,07 persen. Sejumlah pekerja beraktivitas di dalam kawasan smelter tembaga milik PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) yang berlokasi di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Senin (23/9/2024). (ANTARA/Sugiharto Purnama)
Kantor Perwakilan Kementerian Keuangan, melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Nusa Tenggara Barat memproyeksikan pertumbuhan ekonomi daerah semakin naik seiring dengan pengoperasian fasilitas peleburan tembaga dan pemurnian logam mulia di Sumbawa Barat.

Pada 2023, kontribusi industri pengolahan di Nusa Tenggara Barat tercatat hanya sebesar 3,86 persen. Fasilitas smelter yang kini telah rampung dan mulai berproduksi meningkatkan bobot industri pengolahan terhadap roda perekonomian daerah serta memberikan efek berganda, mulai dari penerbangan, kebutuhan energi, maupun perpajakan PPN dan PPH 21.

Fasilitas peleburan membawa pengaruh terhadap bea keluar karena tidak ada lagi bahan mentah yang diekspor, namun dari sisi pajak naik, karena ada penambahan nilai produk.


Sentra industri baru

Angin monsun timur yang menjadi indikator musim kemarau membawa sedikit uap air membuat udara terasa kering dan panas di Sumbawa Barat.

Mobil-mobil kabin ganda berwarna putih yang berselimut debu hilir mudik menyusuri jalanan berkelok di Kecamatan Maluk maupun Kecamatan Sekongkang, dengan bentang alam tebing-tebing cadas menjulang.

Fasilitas peleburan tembaga di Sumbawa Barat berada pada posisi yang strategis karena ada dua tambang yang berdekatan. Selain milik AMMAN itu sendiri, yakni tambang milik Merdeka Cooper di Banyuwangi, Jawa Timur, dan Sumbawa Timur Mining (STM) di Dompu, Nusa Tenggara Barat.

Ketika dua perusahaan pertambangan itu juga beroperasi, maka letak industri pengolahan hasil tambang terdekat yang memiliki fasilitas peleburan dan pemurnian terletak di Sumbawa Barat.

Pelabuhan Benedete yang berada di kawasan teluk memudahkan kapal-kapal berlabuh untuk melakukan aktivitas bongkar-muat barang. Teluk melindungi pelabuhan secara alami dari hempasan gelombang laut yang merusak.

Fasilitas peleburan mineral membuat ekonomi berdenyut dan menjadikan Sumbawa Barat sebagai sentra industri baru di wilayah selatan Indonesia.
Keberadaan sentra industri baru itu juga berpeluang mempercepat pertumbuhan ekonomi di Nusa Tenggara Barat karena memberikan kemudahan bagi aktivitas industri kecil dan menengah untuk tumbuh serta berkembang.

Kegiatan ekonomi yang besar melalui tambang, peleburan, maupun pemurnian logam mulia yang berpusat pada satu kawasan melahirkan peluang bisnis bagi industri padat karya untuk memasok kebutuhan bagi aktivitas ekonomi tersebut, seperti restoran, hotel, pariwisata, transportasi, maupun pertanian dan peternakan.

Bila selama ini pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Barat sebanyak 95-98 persen digerakkan oleh ekspor tambang, maka di masa mendatang seiring dengan keberadaan fasilitas industri pengolahan hasil tambang yang berproduksi bisa membuat lapangan usaha lain kian besar.
 

Pewarta : Sugiharto Purnama
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2024