Mataram (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) karena diduga melakukan pembiaran atas lolosnya Calon Wakil Bupati (Cawabup) Sumbawa Barat nomor urut 4 Aheruddin yang ternyata masih menerima gaji sebagai anggota DPRD setempat.
"Saya melaporkan atas nama masyarakat KSB. Ini ada kegaduhan terkait dengan dualisme salah satu pasangan calon yang sudah ditetapkan KPU. Yaitu pasangan calon wakil bupati nomor urut 4 Aheruddin yang oleh KPU sudah ditetapkan sebagai paslon pada 22 September," kata pelapor Ifan Supriadi di Kantor Bawaslu NTB, Selasa.
Diketahui, Aheruddin sebelum ditetapkan sebagai calon wakil bupati, menjabat sebagai anggota DPRD KSB periode 2024-2029. Ia dilantik pada 19 Agustus 2024, namun Aher kemudian mundur sebagai anggota DPRD karena maju di Pilkada KSB mendampingi Fud Syaifuddin, Wakil Bupati Sumbawa Barat 2019-2024 yang kini mencalonkan sebagai bupati.
"Dalam perjalan-nya di lain waktu, ada beberapa peristiwa di antaranya pada tanggal 3 Oktober 2024, dia (Aher) masih menerima gaji sebagai anggota DPRD dan itu sudah kami buktikan dengan slip gaji. Kemudian pada 10 Oktober beliau ikut hadir di rapat internal komisi 2, ada bukti daftar hadir yang kami juga laporkan. Termasuk daftar hadir dia di Bapemperda, juga kami lampirkan sebagai alat bukti," urai Ifan.
"Pada pendistribusian AKD ada tercantum namanya dari Fraksi Partai Gerindra pada 7 Oktober," sambung Ifan.
Baca juga: KPU ajak warga Sumbawa Barat kampanyekan pilkada damai
Kemudian pada surat izin kampanye pada 21 Oktober, nama Aher yang berstatus sebagai anggota DPRD juga diterbitkan dengan lengkap tanda tangan pimpinan DPRD. Pelapor berharap agar Bawaslu bisa mendudukkan persoalan tersebut agar tidak terjadi kegaduhan di masyarakat. Pihaknya menuding ada ketidakpastian hukum dalam kasus tersebut.
"Ini perlu diluruskan, yang kami adukan adalah produk yang menetapkan dia sebagai paslon. KPU sebetulnya yang mengatur aturan main dalam tahapan pilkada ini. Mereka juga harus bertanggungjawab. SK penetapan itu kan produk KPU, kami menduga ada pelanggaran mal administrasi," ucapnya.
Baca juga: Tiga calon bupati di Sumbawa Barat kompak dukung Zul-Uhel di Pilgub NTB
Oleh karena itu, Ifan berharap ada ketegasan dalam kasus tersebut.
"Kami berharap ada ketegasan terhadap yang bersangkutan, ketegasan sikap, ketegasan aturan. Bawaslu harus mengklarifikasi pihak terkait," ucapnya.
"Hal ini dikhawatirkan mendelegitimasi proses pemilihan yang berkeadilan untuk semua pihak. Jika proses pemilihan dari penyelenggara pemilihan tidak berintegritas, maka mustahil hasil pemilihan mendapat legitimasi dari semua pihak," sambungnya.
Laporan tersebut telah diterima staf Bawaslu NTB dengan tanda penyampaikan laporan Nomor: 06/PL/PB/Prov/18.00/X/2024. Pelapor melampirkan 14 bukti laporan sebanyak 13 lembar.
"Saya melaporkan atas nama masyarakat KSB. Ini ada kegaduhan terkait dengan dualisme salah satu pasangan calon yang sudah ditetapkan KPU. Yaitu pasangan calon wakil bupati nomor urut 4 Aheruddin yang oleh KPU sudah ditetapkan sebagai paslon pada 22 September," kata pelapor Ifan Supriadi di Kantor Bawaslu NTB, Selasa.
Diketahui, Aheruddin sebelum ditetapkan sebagai calon wakil bupati, menjabat sebagai anggota DPRD KSB periode 2024-2029. Ia dilantik pada 19 Agustus 2024, namun Aher kemudian mundur sebagai anggota DPRD karena maju di Pilkada KSB mendampingi Fud Syaifuddin, Wakil Bupati Sumbawa Barat 2019-2024 yang kini mencalonkan sebagai bupati.
"Dalam perjalan-nya di lain waktu, ada beberapa peristiwa di antaranya pada tanggal 3 Oktober 2024, dia (Aher) masih menerima gaji sebagai anggota DPRD dan itu sudah kami buktikan dengan slip gaji. Kemudian pada 10 Oktober beliau ikut hadir di rapat internal komisi 2, ada bukti daftar hadir yang kami juga laporkan. Termasuk daftar hadir dia di Bapemperda, juga kami lampirkan sebagai alat bukti," urai Ifan.
"Pada pendistribusian AKD ada tercantum namanya dari Fraksi Partai Gerindra pada 7 Oktober," sambung Ifan.
Baca juga: KPU ajak warga Sumbawa Barat kampanyekan pilkada damai
Kemudian pada surat izin kampanye pada 21 Oktober, nama Aher yang berstatus sebagai anggota DPRD juga diterbitkan dengan lengkap tanda tangan pimpinan DPRD. Pelapor berharap agar Bawaslu bisa mendudukkan persoalan tersebut agar tidak terjadi kegaduhan di masyarakat. Pihaknya menuding ada ketidakpastian hukum dalam kasus tersebut.
"Ini perlu diluruskan, yang kami adukan adalah produk yang menetapkan dia sebagai paslon. KPU sebetulnya yang mengatur aturan main dalam tahapan pilkada ini. Mereka juga harus bertanggungjawab. SK penetapan itu kan produk KPU, kami menduga ada pelanggaran mal administrasi," ucapnya.
Baca juga: Tiga calon bupati di Sumbawa Barat kompak dukung Zul-Uhel di Pilgub NTB
Oleh karena itu, Ifan berharap ada ketegasan dalam kasus tersebut.
"Kami berharap ada ketegasan terhadap yang bersangkutan, ketegasan sikap, ketegasan aturan. Bawaslu harus mengklarifikasi pihak terkait," ucapnya.
"Hal ini dikhawatirkan mendelegitimasi proses pemilihan yang berkeadilan untuk semua pihak. Jika proses pemilihan dari penyelenggara pemilihan tidak berintegritas, maka mustahil hasil pemilihan mendapat legitimasi dari semua pihak," sambungnya.
Laporan tersebut telah diterima staf Bawaslu NTB dengan tanda penyampaikan laporan Nomor: 06/PL/PB/Prov/18.00/X/2024. Pelapor melampirkan 14 bukti laporan sebanyak 13 lembar.