Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat mengungkap modus tersangka berinisial DR yang berperan sebagai offtaker petani porang di kasus dugaan korupsi penyaluran dana kredit usaha rakyat (KUR) Bank Syariah Indonesia Kantor Cabang Pembantu Bertais Mandalika periode 2021-2022.
"Modus tersangka DR ini mengumpulkan para petani untuk dimintai identitasnya untuk diajukan KUR, kemudian dia janjikan akan membuatkan usaha tani tanam porang sampai urus panen," kata Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera di Mataram, Rabu.
Namun, setelah dana KUR cair dari bank, DR tanpa sepengetahuan para petani telah menikmati secara pribadi dana KUR tersebut.
"Jadi, pencairan uang tanpa melalui mekanisme penyaluran yang ditetapkan pihak bank, melainkan DR ini mencairkan dana KUR dan tidak menyalurkan kepada petani, tidak gunakan sebagaimana semestinya," ujar dia.
Baca juga: Kejati NTB tahan dua tersangka kasus korupsi dana KUR BSI poktan porang
Akibat perbuatan tersangka DR, petani yang berjumlah 265 orang tersebut kini harus menanggung utang di bank sesuai dengan nilai pencairan dana KUR masing-masing petani Rp50 juta.
Ratusan petani yang tercatat sebagai penerima dana KUR ini berasal dari wilayah Lombok Tengah dan Lombok Barat.
Dari proses penyidikan terungkap kerugian keuangan negara dari penyaluran dana kur untuk petani porang ini senilai Rp13,2 miliar, sesuai hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
Baca juga: Kajati NTB ungkap lima penyidikan kasus dugaan korupsi
Atas temuan kerugian tersebut, penyidik menetapkan DR yang merupakan offtaker dari PT Global Gumi Gora yang juga mantan anggota DPRD Lombok Tengah sebagai tersangka bersama mantan Direktur BSI KCP Bertais Mandalika periode 2021-2022 berinisial WK.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka yang diduga melanggar Pasal Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Pada Selasa (12/11), penyidik mulai melakukan penahanan terhadap kedua tersangka dengan menitipkan mereka di Lapas Kelas IIA Lombok Barat.
Baca juga: Kejati NTB ungkap peran enam tersangka korupsi penyaluran dana KUR BSI
Lebih lanjut, Efrien mengatakan bahwa penanganan kasus ini masih dalam pengembangan penyidik. Dia memastikan apabila ada terungkap perbuatan pidana yang melibatkan peran orang lain, penyidik akan melakukan gelar perkara untuk penetapan tersangka baru.
"Tetapi, untuk sementara ini masih dua tersangka ini dahulu. Kalau memang dalam perkembangan penyidikan ada indikasi pidana orang lain terlibat, pasti kami tetapkan sebagai tersangka baru," ucapnya.
Baca juga: Kejati NTB ungkap empat tersangka tambahan kasus korupsi KUR BSI 2021-2022
"Modus tersangka DR ini mengumpulkan para petani untuk dimintai identitasnya untuk diajukan KUR, kemudian dia janjikan akan membuatkan usaha tani tanam porang sampai urus panen," kata Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera di Mataram, Rabu.
Namun, setelah dana KUR cair dari bank, DR tanpa sepengetahuan para petani telah menikmati secara pribadi dana KUR tersebut.
"Jadi, pencairan uang tanpa melalui mekanisme penyaluran yang ditetapkan pihak bank, melainkan DR ini mencairkan dana KUR dan tidak menyalurkan kepada petani, tidak gunakan sebagaimana semestinya," ujar dia.
Baca juga: Kejati NTB tahan dua tersangka kasus korupsi dana KUR BSI poktan porang
Akibat perbuatan tersangka DR, petani yang berjumlah 265 orang tersebut kini harus menanggung utang di bank sesuai dengan nilai pencairan dana KUR masing-masing petani Rp50 juta.
Ratusan petani yang tercatat sebagai penerima dana KUR ini berasal dari wilayah Lombok Tengah dan Lombok Barat.
Dari proses penyidikan terungkap kerugian keuangan negara dari penyaluran dana kur untuk petani porang ini senilai Rp13,2 miliar, sesuai hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
Baca juga: Kajati NTB ungkap lima penyidikan kasus dugaan korupsi
Atas temuan kerugian tersebut, penyidik menetapkan DR yang merupakan offtaker dari PT Global Gumi Gora yang juga mantan anggota DPRD Lombok Tengah sebagai tersangka bersama mantan Direktur BSI KCP Bertais Mandalika periode 2021-2022 berinisial WK.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka yang diduga melanggar Pasal Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Pada Selasa (12/11), penyidik mulai melakukan penahanan terhadap kedua tersangka dengan menitipkan mereka di Lapas Kelas IIA Lombok Barat.
Baca juga: Kejati NTB ungkap peran enam tersangka korupsi penyaluran dana KUR BSI
Lebih lanjut, Efrien mengatakan bahwa penanganan kasus ini masih dalam pengembangan penyidik. Dia memastikan apabila ada terungkap perbuatan pidana yang melibatkan peran orang lain, penyidik akan melakukan gelar perkara untuk penetapan tersangka baru.
"Tetapi, untuk sementara ini masih dua tersangka ini dahulu. Kalau memang dalam perkembangan penyidikan ada indikasi pidana orang lain terlibat, pasti kami tetapkan sebagai tersangka baru," ucapnya.
Baca juga: Kejati NTB ungkap empat tersangka tambahan kasus korupsi KUR BSI 2021-2022