Mataram (Antaranews NTB) - Dinas Sosial Kota Mataram menyatakan belum dapat memprediksi jumlah angka kemiskinan di kota ini pascagempa bumi yang melanda Lombok, Nusa Tenggara Barat yang menelan korban jiwa dan kerugian harta.
"Yang berhak mengeluarkan data kemiskinan adalah Badan Pusat Statistik (BPS), yang dikeluarkan sekali setahun yakni setiap bulan Maret," kata Kepala Dinas Sosial Kota Mataram? Hj Baiq Hasnayati di Mataram, Kamis.
Selain itu, Hasnayati mengatakan, korban gempa bumi yang mengalami rumah rusak berat dengan jumlahnya mencapai 1.600 kepala keluarga (KK) yang tersebar diempat lingkungan belum dapat diklaim KK miskin meskipun mereka tidak punya rumah.
"Mereka adalah korban gempa bumi, yang harus dilakukan penanganan langsung sesuai dengan kebutuhan mereka," katanya.
Peran Dinsos sendiri adalah mendata para korban, jika rumah rusak ada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) bersama Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim), yang membuat rumah huninan sementara dan mengarahkan masyarakat membangun rumah tahan gempa.
Sementara dari Dinas Sosial, menjamin semua korban mendapatkan bantuan pangan nontunai (BPNT), program keluarga harapan (PKH) dan mendata kebutuhan dasar para korban selama masa tanggap darurat untuk mendistribusian logistik.
"Selain itu,? kami juga telah mendata mereka untuk mendapatkan jaminan hidup yang saat ini sedang kami perjuangkan," katanya.
Sementara Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Mataram Ir Amirudin, M.Si sebelumnya menyebutkan, angka kemiskinan di Mataram berpotensi naik akibat bencana gempa bumi yang melanda daerah ini.
"Dari Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) memprediksi potensi kenaikan angka kemiskinan di Mataram plus minus 1-2 persen," katanya.
Potensi kenaikan angka kemiskinan tersebut dilihat dari angka penurunan kunjungan pariwisata, adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh sejumlah perusahaan terutama bidang pariwisata dan terjadinya deflasi selama dua bulan yakni bulan Agustus dan September karena barang-barang tidak bisa terjual.
Namun demikian, potensi kenaikan angka kemiskinan di kota ini akan terlihat jelas setelah adanya sesus yang dilakukan BPS pada? bulan Maret 2019.
"Jadi penurunan atau kenaikan angka kemiskinan tahun 2018, akan kita lihat pada Maret 2019. Harapannya, kalaupun terjadi kenaikan tidak naik dua digit dan tetap berada pada satu digit," ujarnya.
Amirudin menyebutkan, berdasarkan data BPS angka kemiskinan di Kota Mataram tahun 2017 tercatat sebesar 9,55 persen atau sebanyak 44.529 orang, turun dibandingkan dengan tahun 2016 sebanyak 44.810 orang atau 9,80 persen.
Sementara untuk menekan angka kemiskinan di Kota Mataram, lanjutya, setiap tahun pemerintah kota mengalokasikan anggaran untuk melakukan intervensi melalui bebagai klaster.
Klaster yang dimaksudkan antara lain, klaster bidang pemberdayaan ekonomi rakyat, pendidikan, kesehatan serta klaster pengentasan rumah tidak layak huni.
Di samping itu, untuk mempercepat penurunan angka kemiskinan perlu digencarkan terbukanya lapangan kerja dan terbukanya investasi.
"Untuk tahun 2018, anggaran kemiskinan kita alokasikan sekitar Rp120 miliar tersebar pada sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) di kota ini," katanya.
"Yang berhak mengeluarkan data kemiskinan adalah Badan Pusat Statistik (BPS), yang dikeluarkan sekali setahun yakni setiap bulan Maret," kata Kepala Dinas Sosial Kota Mataram? Hj Baiq Hasnayati di Mataram, Kamis.
Selain itu, Hasnayati mengatakan, korban gempa bumi yang mengalami rumah rusak berat dengan jumlahnya mencapai 1.600 kepala keluarga (KK) yang tersebar diempat lingkungan belum dapat diklaim KK miskin meskipun mereka tidak punya rumah.
"Mereka adalah korban gempa bumi, yang harus dilakukan penanganan langsung sesuai dengan kebutuhan mereka," katanya.
Peran Dinsos sendiri adalah mendata para korban, jika rumah rusak ada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) bersama Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim), yang membuat rumah huninan sementara dan mengarahkan masyarakat membangun rumah tahan gempa.
Sementara dari Dinas Sosial, menjamin semua korban mendapatkan bantuan pangan nontunai (BPNT), program keluarga harapan (PKH) dan mendata kebutuhan dasar para korban selama masa tanggap darurat untuk mendistribusian logistik.
"Selain itu,? kami juga telah mendata mereka untuk mendapatkan jaminan hidup yang saat ini sedang kami perjuangkan," katanya.
Sementara Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Mataram Ir Amirudin, M.Si sebelumnya menyebutkan, angka kemiskinan di Mataram berpotensi naik akibat bencana gempa bumi yang melanda daerah ini.
"Dari Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) memprediksi potensi kenaikan angka kemiskinan di Mataram plus minus 1-2 persen," katanya.
Potensi kenaikan angka kemiskinan tersebut dilihat dari angka penurunan kunjungan pariwisata, adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh sejumlah perusahaan terutama bidang pariwisata dan terjadinya deflasi selama dua bulan yakni bulan Agustus dan September karena barang-barang tidak bisa terjual.
Namun demikian, potensi kenaikan angka kemiskinan di kota ini akan terlihat jelas setelah adanya sesus yang dilakukan BPS pada? bulan Maret 2019.
"Jadi penurunan atau kenaikan angka kemiskinan tahun 2018, akan kita lihat pada Maret 2019. Harapannya, kalaupun terjadi kenaikan tidak naik dua digit dan tetap berada pada satu digit," ujarnya.
Amirudin menyebutkan, berdasarkan data BPS angka kemiskinan di Kota Mataram tahun 2017 tercatat sebesar 9,55 persen atau sebanyak 44.529 orang, turun dibandingkan dengan tahun 2016 sebanyak 44.810 orang atau 9,80 persen.
Sementara untuk menekan angka kemiskinan di Kota Mataram, lanjutya, setiap tahun pemerintah kota mengalokasikan anggaran untuk melakukan intervensi melalui bebagai klaster.
Klaster yang dimaksudkan antara lain, klaster bidang pemberdayaan ekonomi rakyat, pendidikan, kesehatan serta klaster pengentasan rumah tidak layak huni.
Di samping itu, untuk mempercepat penurunan angka kemiskinan perlu digencarkan terbukanya lapangan kerja dan terbukanya investasi.
"Untuk tahun 2018, anggaran kemiskinan kita alokasikan sekitar Rp120 miliar tersebar pada sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) di kota ini," katanya.