Jakarta (ANTARA) - Ahli geografi T. Bachtiar berpendapat informasi kegempaan yang didapat dari lembaga seperti Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) seharusnya menjadi program kerja lintas sektor.

Dengan begitu, penanganan gempa bukan hanya tugas pemerintah melalui BMKG, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), organisasi profesi seperti Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) atau Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (SAR) melainkan lintas sektoral atau lintas administratif.

"Barangnya sudah ada, gempa. Kemungkinan hipotesis kekuatannya sudah jelas. Yang mungkin roboh sudah jelas, yang mungkin celaka karena kode bangunan tidak dipakai sudah jelas," kata dia dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis.

Harusnya, kata dia, bagaimana menggeser informasi menjadi program kerja bagi semua sektor.

Bachtiar yang tergabung dalam Masyarakat Geografi Nasional Indonesia itu mencontohkan, apoteker, misalnya, seharusnya dapat memikirkan dan mengondisikan obat yang paling banyak dibutuhkan masyarakat ketika gempa besar terjadi. Kemudian, ikatan dokter memikirkan kebutuhan rumah sakit lapangan dan dokter spesialis yang dibutuhkan ketika gempa terjadi.

Baca juga: Setwapres gali informasi upaya pemulihan ekonomi pascagempa NTB

"Damkar, berapa unit yang dibutuhkan bila Jakarta kebakaran sebagai imbas gempa dari selatan, misalnya, Bogor. Arsitek, misalnya, sudah memikirkan kah kebencanaan? Bukan hanya bagus, kuat, indah tetapi memikirkan kebencanaannya belum," ujar dia.

Sektor lainnya, misalnya, transportasi seperti ikatan motor memikirkan upaya yang bisa dilakukan pengendara saat melajukan kendaraan dalam kecepatan tinggi di tol dan gempa terjadi.

"Harusnya peduli. Ketika menyetir di tol dengan kecepatan 120 km per jam, kalau terjadi gempa harus bagaimana? Apakah sudah membuat simulasi-simulasi, kecepatan berapa, gempa berapa, bagaimana reaksinya?," ujar Bachtiar.

Baca juga: BPBD Mataram meminta warga pantau informasi perihal gempa dari BMKG

Dia menambahkan, hal yang paling membuat tidak nyaman ketika BMKG mengemukakan sinyal peringatan gempa, yakni munculnya orang-orang yang berkomentar tanpa data. Mereka ini dapat membuat masyarakat lebih was-was.

"Banyak yang tidak punya data, tidak meneliti tapi bicara. Yang begitu itu sebetulnya lebih mengacaukan, lebih membuat orang was-was ketimbang pendapat kalau disikapi BMKG," ujar dia.

Karena itu, dia berharap hanya mereka yang berwenang yang menyampaikan informasi kebencanaan dan dengan begitu perlahan masyarakat akan belajar.


Pewarta : Lia Wanadriani Santosa
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024