Mataram (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Enen Saribanon memastikan penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan lahan eks PT Gili Trawangan Indah (GTI) seluas 65 hektare di kawasan wisata Gili Trawangan hingga kini masih berjalan.

"Soal korupsi aset Pemerintah Provinsi NTB di Trawangan, lahan eks GTI, masih dalam proses penyidikan," kata Enen Saribanon di Mataram, Rabu.

Dia mengatakan bahwa penyidik masih secara maraton memeriksa para saksi, mulai dari pihak pemerintah maupun para pengusaha yang menjalin kerja sama dalam pengelolaan lahan eks GTI.

"Jadi, penyidikan ini masih pemeriksaan saksi-saksi," ujarnya.

Baca juga: Kajati NTB ungkap lima penyidikan kasus dugaan korupsi

Selain saksi, penyidik kali terakhir tercatat memeriksa kelengkapan dokumen kontrak pengelolaan lahan eks GTI dari para pengusaha yang telah menjalin kerja sama.

Penyidik mendapatkan kelengkapan dokumen tersebut dari Kepala Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Gili Trawangan, Meno, dan Air (Tramena), Mawardi Khairi (MK).

Mawardi sebagai bagian dari pemerintah turut diperiksa penyidik terkait dokumen kontrak para pengusaha di lahan eks GTI tersebut.

Mawardi Khairi yang dikonfirmasi sebelumnya membenarkan dirinya kembali hadir ke hadapan penyidik jaksa untuk persoalan dokumen kontrak pengelolaan lahan eks GTI para pengusaha di Gili Trawangan.

"Yang saya tunjukkan (dokumen kontrak) itu dari tahun 2023 dan 2024, terhitung sejak UPTD ada," kata Mawardi.

Baca juga: Kejati NTB periksa dokumen kontrak pengelolaan lahan eks GTI

Selama UPTD Gili Tramena terbentuk pada tahun 2023, jelas dia, ada 30 pengusaha yang berkontrak dengan pemerintah. Sebelumnya untuk tahun 2022 sebanyak 140 pengusaha yang berkontrak.

"Kalau digabung dari tahun 2022 sampai sekarang itu jumlahnya ada 170 dokumen kontrak. Untuk yang tahun 2022 sebelum ada UPTD, para pengusaha berkontrak dengan pemerintah melalui BPKAD NTB," ujarnya.

Perihal kondisi tersebut, Mawardi mengatakan bahwa belum sepenuhnya para pengusaha yang menduduki lahan eks GTI berkontrak dengan pemerintah sebagai pemilik lahan.

"Ya, kalau dipersentasekan, jumlah yang berkontrak sekarang itu baru mencapai 20 persen dari luas lahan 65 hektare," ucap dia.

Baca juga: Kejati NTB periksa Kepala UPTD Gili Tramena terkait pengelolaan lahan eks GTI

Perihal masih banyak pengusaha yang belum berkontrak, Mawardi mengaku telah menjelaskan kondisi tersebut kepada penyidik.

"Jadi, yang belum berkontrak ini rata-rata pengusaha yang menuntut untuk diberikan SHM (sertifikat hak milik), itu dia kondisinya, makanya baru ada 170 pengusaha yang mau berkontrak," kata Mawardi.

Dalam proses kontrak pengelolaan lahan eks GTI tersebut, para pengusaha diberikan syarat untuk membayar retribusi per tahun kepada pemerintah dengan nilai Rp2,5 juta per are.

"Jadi, kalau usahanya di atas lahan seluas 2 are, retribusi yang disetorkan langsung ke kas daerah Rp5 juta," ujarnya.

Baca juga: Kejati NTB berencana kembalikan persoalan lahan eks pengelolaan GTI ke pemda

Dalam proses penyidikan, Kejati NTB turut menelusuri kerugian keuangan negara dengan menggandeng Inspektorat NTB. Namun, untuk hasil tersebut belum juga diumumkan pihak kejaksaan.

Pemprov NTB usai memutus kontrak kerja sama pengelolaan aset seluas 65 hektare tersebut, membuka peluang kerja sama dengan para pihak pengusaha yang sudah lama menjalankan bisnis di lahan eks PT GTI.


Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2024