Mataram (ANTARA) - Wakil Ketua DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat, Lalu Wirajaya mengungkapkan Peraturan Daerah tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) di lingkungan Pemerintah Provinsi NTB baru bisa diberlakukan pada tahun 2026.

"Nanti tahun 2026 baru bisa akan diterapkan," ujarnya di Mataram, Kamis.

Ia mengakui belum bisa diterapkan regulasi Perda ini meski sudah ditetapkan 30 Juni 2025, lantaran masih menunggu hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang belum turun.

Dijelaskan, substansi dari Perda SOTK adalah perampingan terhadap struktur organisasi perangkat daerah lingkungan Pemprov NTB. Tujuannya agar kerja-kerja birokrasi menjadi lebih efektif dan efisien.

Baca juga: DPRD setujui Perda SOTK perubahan OPD Pemerintah Provinsi NTB

Dampaknya, ada beberapa OPD yang dilebur atau digabungkan ke OPD lain yang serumpun. Semula total ada 24 OPD setelah dirampingkan menjadi 19 OPD. Kemudian dari 9 Biro menjadi 7 Biro. Dari 3 Staf Ahli Gubernur dikurangi menjadi 2 Staf Ahli. Sedangkan badan-badan tidak ada yang dileburkan, hanya dilakukan perubahan nama saja.

Wirajaya mengatakan dengan diberlakukan-nya SOTK baru pada awal tahun anggaran 2026, DPRD ingin memastikan seluruh proses administrasi berjalan efektif. Termasuk pengelolaan anggaran, hingga penyesuaian tanggung jawab keuangan masing-masing perangkat daerah.

"Ini juga akan lebih efektif ketika nanti di APBD murni," paparnya.

Di sisi lain, kata Wirajaya, tertunda-nya pelaksanaan Perda SOTK baru, berimplikasi pada serapan belanja daerah semester pertama. Belanja sejumlah OPD menjadi tidak maksimal. Terutama OPD-OPD yang masuk dalam daftar perampingan atau penggabungan dengan OPD lain.

"Mereka masih "wait and see". Karena beberapa OPD masih di bawah standar serapan anggarannya. Ini sudah satu semester lebih," terang Wirajaya.

Baca juga: Staf Ahli Gubernur NTB dihapus, usul Pansus SOTK DPRD

Menurut dia, idealnya realisasi belanja sudah sampai 50 persen lebih. Tapi hingga Juli, ada sejumlah OPD yang laporan belanja-nya masih 20-30 persen. Dinas Pertanian dan Perkebunan, contohnya, sampai Juli serapan belanja masih 24 persen.

Rendahnya serapan belanja dipicu oleh kekhawatiran penggabungan OPD dalam perda SOTK baru. Tapi setelah dijelaskan dalam APBD Perubahan 2025 tidak ada penggabungan OPD, mereka diminta untuk menggenjot belanja dalam bentuk program kerja. Dengan demikian serapan anggaran menjadi maksimal.
 
"Insya Allah penggabungan OPD baru mulai tahun depan, sehingga realisasi belanja ini  bisa dikejar. Mumpung masih beberapa bulan," tegas politisi dari Dapil Kabupaten Lombok Tengah ini.

DPRD NTB juga meminta Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk menyampaikan hal itu ke seluruh OPD. Khususnya instansi-instansi yang terdampak Perda SOTK baru. Bahwa belanja daerah harus digenjot lagi secara maksimal hingga Desember 2025.

"Kami minta TAPD melakukan evaluasi untuk segera melakukan eksekusi anggaran," katanya.

Sementara Anggota Banggar DPRD NTB Muhammad Aminurlah menambahkan APBD Perubahan 2025 tetap akan menggunakan SOTK yang lama sehingga proses penganggaran mengacu pada OPD yang ada saat ini. Untuk itu, DPRD meminta agar semua OPD tidak ragu-ragu memaksimalkan program kerja di lapangan.

"Kenapa, supaya semua program kerja termasuk stimulus yang disiapkan pemerintah bisa berjalan maksimal," katanya.


Pewarta : Nur Imansyah
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2025