Mataram (ANTARA) - Menjelang gelaran MotoGP Mandalika 2025, hotel-hotel di Lombok masih menyisakan banyak kamar kosong. Di Lombok Barat dan Kota Mataram, okupansi baru berkisar 70 persen, sementara di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika mendekati 80 persen. Angka ini memang terlihat menjanjikan, tetapi bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, masih jauh dari puncak.
Dua minggu sebelum balapan, momen yang biasanya menjadi puncak pemesanan, sebagian besar daftar reservasi masih kosong, menimbulkan ketidakpastian bagi pengelola yang menunggu gelombang tamu internasional dan domestik.
Kondisi ini bukan sekadar statistik, tetapi tanda kompleksitas industri pariwisata NTB. Penjualan tiket baru mencapai sepertiga dari target, sehingga hotel-hotel menahan napas. Tarif tinggi untuk tamu internasional dan VIP--hingga tiga sampai empat kali lipat harga normal--memengaruhi keputusan wisatawan. Bagi mereka yang sensitif harga, hotel yang kosong bukan masalah jarak atau fasilitas, melainkan soal persepsi nilai. Fenomena ini menegaskan satu hal bahwa popularitas MotoGP Mandalika saja tidak cukup untuk menjamin hotel penuh.
Pemerintah provinsi menaruh perhatian serius pada keseimbangan harga. Strategi ini bukan hanya regulasi formal, tapi bagian dari komitmen menjaga citra NTB sebagai destinasi wisata yang ramah dan terjangkau. Patroli daring dan inspeksi konvensional memastikan tidak ada hotel mematok tarif tidak wajar. Wisatawan harus merasa aman bahwa akses menuju event internasional tetap terbuka, bukan eksklusif. Keseimbangan harga bukan sekadar kepatuhan, tetapi juga investasi jangka panjang: loyalitas wisatawan, rekomendasi positif, dan kunjungan ulang.
Selain harga, pola pembelian tiket dan preferensi wisatawan modern ikut menentukan tren. Penonton kini cenderung membeli mendekati hari H atau secara individu, berbeda dari paket tur lengkap sebelumnya. Event MotoGP bersamaan di Asia Tenggara, seperti Sepang seminggu kemudian, sedikit memengaruhi animo, meski basis penggemarnya berbeda. Segmentasi wisatawan asing yang biasanya memilih tiga gili sebagai tujuan liburan lebih loyal pada wisata panjang, bukan event sementara, sehingga tidak mendorong lonjakan hotel di Mandalika.
Strategi menghadapi realitas ini membutuhkan kolaborasi multi-pihak. Pemerintah daerah, ITDC, MGPA, asosiasi perhotelan, dan pelaku wisata lokal harus bersinergi. Paket wisata terpadu yang menggabungkan tiket MotoGP dengan pengalaman lokal--gili, desa wisata, kuliner Lombok--mendorong wisatawan tinggal lebih lama, meningkatkan konsumsi ekonomi mulai transportasi, kuliner, hingga suvenir. Promosi digital gencar melalui media sosial dan platform pemesanan daring, termasuk diskon khusus untuk warga NTB atau ASN, menjadi pemacu tambahan untuk mengisi kamar hotel.
Kamar kosong menjelang balapan bukan tanda kegagalan, melainkan cermin kesiapan dan strategi industri. Okupansi yang belum optimal menunjukkan bahwa kesuksesan event internasional tidak hanya soal nama besar, tetapi juga strategi ekonomi, distribusi harga, dan koordinasi lintas pihak. Ketika semua elemen bergerak bersama--harga wajar, promosi efektif, paket wisata terpadu--NTB bukan hanya akan ramai saat balapan, tapi juga meraih efek jangka panjang yakni loyalitas wisatawan, pertumbuhan ekonomi lokal, dan citra pariwisata yang solid.
Layar komputer yang menampilkan daftar reservasi kosong bukan sekadar angka. Ia menjadi simbol kesiapan, peluang, dan optimisme. Mandalika siap berubah dari kawasan dengan hotel-hotel sepi menjadi pusat energi wisata, memadukan adrenalin MotoGP dengan pesona Lombok yang memikat. Gelora balap motor akan menghidupkan hotel, restoran, dan destinasi lokal, membuktikan bahwa tantangan sesaat bisa menjadi peluang nyata jika dikelola dengan tepat.
Baca juga: Tajuk - Ketika langit diam: Ujian kekeringan di Lape, Sumbawa
Baca juga: Tajuk - Bagaimana NTB menjaga euforia MotoGP dari risiko sepi penonton?"
Baca juga: Tajuk - Honorer NTB: Harapan dan kekecewaan
Baca juga: Tajuk - Krisis tabung hijau di NTB: Data vs realita
Baca juga: Tajuk: Jejak hoaks di NTB, Media lokal jadi garda terakhir
Baca juga: Tajuk: Hilirisasi garam NTB, Tantangan atau peluang?