Mataram (ANTARA) - Di dunia yang semakin terhubung, informasi menyebar lebih cepat dari sebelumnya. Namun, kecepatan ini sering kali disertai dengan tantangan baru: hoaks.
Di Nusa Tenggara Barat (NTB), hoaks bukan hanya sekadar gangguan digital; mereka telah menjadi ancaman nyata bagi ketenangan sosial dan stabilitas publik.
Sejak 2018, NTB telah menghadapi sejumlah hoaks besar, mulai dari isu tsunami palsu pasca-gempa Lombok hingga rumor penempatan penembak jitu di Mataram pada 2025.
Hoaks semacam ini tidak hanya menambah beban psikologis masyarakat, tetapi juga dapat memicu keresahan sosial yang meluas.
Dalam menghadapi gelombang hoaks, media local telah berperan sebagai garda terdepan. Dengan pendekatan jurnalistik yang mendalam dan verifikasi fakta yang ketat, mereka berusaha mengembalikan kepercayaan publik terhadap informasi yang akurat dan terpercaya.
Namun, tantangan tidak berhenti pada penyajian berita yang benar. Media juga harus berperan dalam edukasi literasi digital masyarakat. Tanpa pemahaman yang baik tentang cara memverifikasi informasi, masyarakat akan terus menjadi sasaran empuk bagi penyebaran hoaks.
Literasi digital
Literasi digital bukan hanya tentang kemampuan menggunakan teknologi, tetapi juga tentang kemampuan untuk memahami dan mengevaluasi informasi yang diterima.
Di NTB, berbagai inisiatif telah dilakukan untuk meningkatkan literasi digital masyarakat. Misalnya, ANTARA NTB mengajak mahasiswa untuk meningkatkan literasi digital sebagai upaya membentengi diri dari ragam berita hoaks yang marak menyebar melalui berbagai saluran media sosial.
Selain itu, pemerintah provinsi NTB juga telah meluncurkan aplikasi perpustakaan digital NTBelib untuk memudahkan akses masyarakat terhadap informasi yang akurat dan terpercaya. Langkah-langkah ini menunjukkan keseriusan dalam membangun masyarakat yang cerdas dan kritis terhadap informasi.
Masyarakat juga memiliki peran penting dalam memerangi hoaks. Dengan menjadi konsumen informasi yang cerdas dan kritis, masyarakat dapat membantu menghentikan penyebaran hoaks sejak dini.
Selain itu, dengan melaporkan hoaks kepada pihak berwenang, masyarakat dapat membantu pihak berwajib dalam menindak pelaku penyebaran hoaks.
Untuk membentengi NTB dari ancaman hoaks, diperlukan pendekatan yang holistik dan kolaboratif. Pemerintah, media, dan masyarakat harus bekerja sama dalam membangun ekosistem informasi yang sehat.
Edukasi literasi digital harus menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan di semua jenjang. Selain itu, kampanye anti-hoaks harus digalakkan melalui berbagai saluran, termasuk media sosial, untuk menjangkau masyarakat luas.
Dengan langkah-langkah tersebut, NTB dapat menjadi contoh bagi provinsi lain dalam menghadapi tantangan hoaks di era digital ini.
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB: Tambang dan tanggung jawab sosial berkelanjutan
Baca juga: Tajuk: Hilirisasi garam NTB, Tantangan atau peluang?
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB: Garasi jadi paripurna, Aspirasi jangan terbakar lagi
Baca juga: Tajuk: MotoGP Mandalika 2025: Saatnya NTB berbenah di luar lintasan
Baca juga: Tajuk: Tambang NTB, Saatnya berhenti main mata
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB: Dana pokir, integritas dewan dan pelajaran dari gedung yang terbakar
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB: Temu Bisnis 2025, NTB mantapkan diri jadi rumah investasi
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB: Spirit Maulid di tengah bara sosial