Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat menyatakan nilai kerugian keuangan negara yang muncul dalam kasus dugaan korupsi terkait pemanfaatan lahan seluas 65 hektare milik pemerintah provinsi eks pengelolaan PT Gili Trawangan Indah (GTI) mencapai Rp1,4 miliar.

"(Kasus) GTI sekitar Rp1,4 miliar kerugian negaranya," kata Kepala Kejati NTB Wahyudi di Mataram, Selasa.

Perihal asal-usul angka kerugian tersebut, tidak dijelaskan lebih lanjut oleh Kajati NTB. Dia hanya menyatakan bahwa angka kerugian kini menjadi materi pelengkap alat bukti.

Lebih lanjut, dengan menyampaikan adanya nilai kerugian keuangan negara hasil audit akuntan publik, Wahyudi menegaskan bahwa pihaknya dalam waktu dekat akan menyerahkan tersangka dan barang bukti ke penuntut umum atau tahap dua.

"Akan segera kami tahap dua-kan," ujarnya.

Baca juga: Akuntan publik audit kerugian pemanfaatan lahan eks GTI di Gili Trawangan

Dalam penanganan kasus ini kejaksaan telah menetapkan tiga tersangka. Mereka merupakan seorang pejabat daerah dan dua lainnya dari pihak swasta yang menguasai lahan untuk membangun usaha.

Tiga tersangka adalah Kepala UPTD Gili Tramena Dinas Pariwisata NTB inisial MK dan dari kalangan swasta berinisial IA dan AA.

Kepada para tersangka, penyidik telah melakukan penahanan dengan menitipkan dua di antaranya, yakni MK dan AA di Lapas Kelas II A Lombok Barat, sedangkan IA yang merupakan pengusaha perempuan berstatus narapidana dalam perkara narkoba, masih menjalani pidana di Lapas Kelas III Mataram.

Langkah lain dari penyidikan kasus ini pihak Kejati NTB telah memasang plang pengamanan bidang tanah pada dua lokasi usaha milik tersangka IA dan AA yang berada di dalam areal objek perkara seluas 65 hektare di Gili Trawangan.

Baca juga: Kejati NTB gandeng auditor hitung kerugian korupsi aset lahan eks PT GTI
Baca juga: Dua tersangka korupsi lahan eks GTI diperiksa Kejati NTB
Baca juga: Kajati NTB berharap penetapan tersangka GTI berdampak iklim investasi


Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2025