Mataram (ANTARA) - Industri pariwisata Lombok-Sumbawa tengah berada pada titik pertumbuhan yang membanggakan. 

Event internasional seperti MotoGP, World Superbike, dan berbagai gelaran dunia menjadikan Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai salah satu wajah Indonesia di mata global. 

Namun dalam pesatnya pembangunan sektor wisata ini, ada persoalan mendasar yang belum tersentuh secara merata perlindungan bagi para pekerja musiman yang menjadi tulang punggung sektor tersebut.

Karakter pekerjaan di sektor wisata NTB sangat dinamis. Mayoritas pekerja hadir mengikuti musim kunjungan, padat saat liburan dan melambat ketika wisata surut. 

Kondisi musiman ini memberikan tantangan tersendiri bagi pemenuhan perlindungan sosial. 

Data BPJS Ketenagakerjaan NTB menunjukkan baru sekitar 530 ribu dari potensi 1,2 juta pekerja yang terdaftar dalam program jaminan sosial. 

Artinya, lebih dari separuh pekerja belum terlindungi, sebagian besar berasal dari sektor informal termasuk pekerja wisata yang menjaga denyut ekonomi daerah.

Hotel, homestay, pemandu wisata, penjual suvenir, pengemudi transportasi daring, hingga pekerja event adalah unsur penting dalam industri pariwisata NTB. 

Namun masih banyak dari mereka bekerja tanpa jaminan kecelakaan kerja maupun jaminan hari tua. Risiko kerja hadir dalam berbagai bentuk, mulai dari cuaca ekstrem hingga kecelakaan di lokasi wisata. 

Kondisi ini menunjukkan perlunya perluasan jaminan sosial yang seharusnya tidak ikut bersifat musiman.

Upaya perluasan cakupan sebenarnya telah bergerak. Pemerintah Provinsi NTB melindungi 13.000 pekerja rentan melalui berbagai skema pembiayaan, termasuk dana bagi hasil cukai hasil tembakau. 

Kabupaten Lombok Timur menjadi contoh baik dengan keberhasilan mendaftarkan seluruh perangkat desa dan ribuan pekerja rentan lainnya. 

Sementara itu, BPJS Ketenagakerjaan telah menyalurkan lebih dari Rp352 miliar klaim manfaat kepada lebih dari 25 ribu pemohon sepanjang Januari-Agustus 2025—sebuah bukti nyata kebermanfaatan program ini.

Meski demikian, tantangan masih sangat besar. Hingga kini, 77,8 persen pekerja informal NTB belum terlindungi. 

Momentum event internasional memang menciptakan banyak peluang kerja, tetapi belum sepenuhnya diikuti perluasan perlindungan sosial. 

Tahun lalu, sebanyak 2.500 pekerja yang terlibat dalam pagelaran MotoGP baru masuk dalam skema perlindungan setelah adanya intervensi pemerintah daerah. 

Sementara itu, dari lebih dari 149 ribu UMKM di NTB, baru sekitar 7.256 pelaku usaha yang terdaftar BPJS Ketenagakerjaan, padahal UMKM merupakan bagian integral dari rantai nilai pariwisata.

Kolaborasi lintas lembaga telah mulai diperkuat, termasuk kerja sama BPJS Ketenagakerjaan dengan kejaksaan untuk memastikan kepatuhan badan usaha dalam pendaftaran pekerjanya. 

Upaya ini penting karena jaminan sosial bukan sekadar santunan, tetapi fondasi keadilan ekonomi yang memungkinkan pekerja bangkit setelah risiko menerpa. 

Dengan iuran mulai dari Rp16.800 per bulan, pekerja musiman sebenarnya dapat mengakses perlindungan dasar, sepanjang ada dukungan akses, layanan, dan edukasi. 

Inovasi seperti agen Perisai di tingkat desa terbukti mampu memperluas jangkauan program hingga ke kelompok pekerja kecil dan tersebar.

Pertumbuhan pariwisata tidak boleh berjalan sendiri tanpa peningkatan kesejahteraan bagi pekerjanya. Pekerja musiman membutuhkan jaminan sosial sebagai perlindungan dasar, bukan sebagai pilihan tambahan. 

Untuk mempercepat perlindungan yang inklusif, tiga langkah strategis dapat menjadi prioritas, yakni memperkuat regulasi daerah agar lebih mengikat, memanfaatkan skema pendanaan ZIS untuk membantu pekerja rentan, dan mengoptimalkan peran desa sebagai pusat ekosistem perlindungan tenaga kerja.

Perlindungan sosial adalah bagian tak terpisahkan dari pembangunan ekonomi yang adil dan berkelanjutan. 

NTB memiliki modal kuat untuk memastikan tidak ada pekerja musiman yang tertinggal komitmen pemerintah daerah, teknologi layanan BPJS Ketenagakerjaan, dan semangat gotong royong masyarakat. 

Dengan menguatkan perlindungan bagi pekerja wisata, NTB tidak hanya menjaga keberlanjutan industrinya, tetapi juga memperkuat fondasi keadilan sosial bagi seluruh warganya.

Membangun pariwisata berarti membangun manusia yang bekerja di dalamnya. Ketika mereka merasa aman, industri wisata tidak hanya bersinar di permukaan, tetapi berdiri kokoh sebagai pilar ekonomi yang berkeadilan.

Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Arah baru industri halal NTB
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Mandalika dan pertaruhan besar di pintu laut baru
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Saat NTB menguji jalan baru penghukuman
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Menjemput tiket murah di Bali-NTB-NTT
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Sekolah rakyat dan ikhtiar memutus rantai kemiskinan NTB
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Membaca ulang arah kereta gantung Rinjani
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Menguatkan tata kelola Rinjani-Tambora
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Irigasi NTB dan jalan panjang kedaulatan pangan


Pewarta : Abdul Hakim
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2025