Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menilai perlunya penanggulangan bencana inklusif dan berkeadilan, termasuk bagi penyandang disabilitas.

Wakil Gubernur NTB, Indah Dhamayanti Putri mengatakan saat terjadi bencana alam yang menimbulkan korban jiwa, penyandang disabilitas menjadi kelompok paling rentan.

Karena hambatan yang mereka miliki, mereka mengalami kendala ketika melakukan evakuasi mandiri. Begitu juga ketika ada bantuan untuk korban bencana, kebutuhan khusus mereka kerap diabaikan.

"Kami berkomitmen memperkuat penanggulangan bencana yang inklusif dan berkeadilan. Setiap kebijakan harus memastikan tidak ada yang tertinggal terutama penyandang disabilitas," ujarnya pada peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) 2025 melalui pernyataan diterima di Mataram, Kamis.

Ia menjelaskan penanggulangan bencana yang inklusif itu harus dilakukan di setiap tahapan. Mulai saat pra-bencana, terjadi bencana, dan pasca-bencana.

Salah satu masalah krusial dalam penanggulangan bencana yang inklusif adalah data. Ketiadaan data penyandang disabilitas atau kelompok rentan menyebabkan upaya penanggulangan bencana seringkali kurang optimal.

Baca juga: Anggota DPR RI ingatkan bahaya bencana ekologis di NTB

Menyediakan data yang lengkap, valid, dan detail sesuai nama dan alamat memastikan proses penanggulangan bencana akan lebih optimal.

"Pemanfaatan data terpilah mengingatkan bahwa kebijakan tidak akan efektif jika data tidak valid. Integrasi inkusi GEDSI dalam seluruh tahapan harus dilakukan," ujarnya.

Wagub mengapresiasi inisiatif BPBD NTB bersama Unit Layanan Disabilitas (ULD) BPBD NTB yang telah melakukan pengolahan data terpilah. Data penyandang disabilitas sudah diketahui berdasarkan gender, usia, alamat rumah. Termasuk juga sebaran rumah yang disandingkan dengan data potensi bencana.

"Perlu juga didorong pembentukan ULD di setiap kabupaten kota," ujar Wagub yang akrab disapa Ummi Dinda ini.

Wagub menekankan agar para penyandang disabilitas bisa mengakses penuh informasi kebencanaan, memahami early warning sistem (EWS), dan tempat evakuasi. Tentu saja pengampu kebijakan harus mampu membuat materi yang bisa diakses oleh para penyandang disabilitas.

Baca juga: Warga NTB diajak pahami mitigasi bencana

Selain itu libatkan juga para penyandang disabilitas atau melalui organisasi penyandang disabilitas pada saat pelatihan maupun perencanaan kebencanaan.

"Siapkan anggaran untuk penanggulangan bencana inklusif yang berkelanjutan," ucap Dinda.

Wagub mengingatkan NTB pernah diguncang bencana gempa pada 2018. Ratusan korban jiwa, ribuan terluka, dan kerusakan yang sampai saat ini masih bisa terlihat sisa-sisanya. Selain itu NTB juga rawan bencana banjir, longsor, dan bencana lainnya. Belajar dari pengalaman itu, semua pihak harus duduk bersama agar penanggulangan bencana di NTB inklusif dan berkeadilan.

"Ketangguhan bukan hanya slogan. Harus tahu apa yang akan dilaksanakan ketika terjadi bencana," katanya.

Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Kependudukan, dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas Maliki mengapresiasi langkah yang dilakukan BPBD NTB bersama ULD. Di Indonesia belum semua provinsi memiliki ULD. Selain itu, data Regsosek yang dimiliki Bappenas belum sepenuhnya menjadi basis data dalam pengambilan kebijakan pemerintah daerah.

Baca juga: Empat pemicu curah hujan tinggi di NTB

NTB melalui BPBD dan ULD telah memanfaatkan data Regsosek dengan optimal. Dari data itu, BPBD dan ULD menyusun data terpilah penyandang disabilitas. Memetakan rumah mereka dan mensinkronkan dengan data-data kebencanaan sehingga NTB memiliki peta persebaran penyandang disabilitas dan peta rawan bencana.

"NTB merupakan provinsi terbaik untuk akses data kami," katanya.

Keberadaan data sangat penting dalam pengambilan kebijakan. Semakin detail dan valid data, pemerintah bisa mengambil kebijakan yang tepat, dan dalam konteks bencana bisa meminimalisir dampak pada korban.

Maliki mencontohkan data sebaran penyandang disabilitas di Kota Mataram dan peta risiko bencana. Dalam peta itu terlihat di mana saja sebaran penyandang disabilitas dan bencana yang mengancam mereka. Melalui peta itu, sejak awal pemerintah bisa merancang program yang bisa mengurangi risiko bencana pada penyandang disabilitas.

Maliki mengatakan visi Indonesia Maju 2045 dimulai dari data. Dengan data penyandang disabilitas yang ada saat ini, bisa dilakukan intervensi program agar mereka lebih mandiri secara sosial dan ekonomi. Sehingga pada tahun 2045 semua penduduk Indonesia merasakan kemajuan bersama, merasakan kemerdekaan yang sama.

"Prinsip dasar untuk Indonesia 2045, semua penduduk merasakan kemerdekaan termasuk penyandang disabilitas," katanya.


Pewarta : Nur Imansyah
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2025