Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat menegaskan kebijakan pengangkatan pegawai dilakukan sepenuhnya atas kewenangan pemerintah pusat.
Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik (Kominfotik) NTB, Yusron Hadi di Mataram, Selasa, mengatakan sesuai aturan, semua urusan kepegawaian terpusat. Pemerintah pusat melalui kebijakan-kebijakannya mengendalikan semua urusan pegawai pemerintah termasuk yang ada di daerah.
"Kebijakan one system single policy (satu sistem kebijakan tunggal) diterapkan oleh pemerintah. Sehingga segala kebijakan kepegawaian negeri termasuk kita di daerah kiblat-nya ke sana," ujar Yusron.
Penegasan ini disampaikan Yusron Hadi menyikapi nasib 518 pegawai honorer yang terancam mendapatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada 2026, lantaran tak bisa diusulkan menjadi PPPK Paruh Waktu.
Ia menjelaskan ada garis demarkasi tegas dari kebijakan pemerintah pusat dalam penataan pegawai saat ini.
"Bila itu kita langgar bukan tidak mungkin bisa menimbulkan konsekuensi hukum, yang pastinya tidak sama-sama kita kehendaki," katanya.
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB: Menjaga harapan honorer di tengah krisis fiskal
Menurutnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB telah berupaya menyampaikan persoalan ini ke pemerintah pusat secara resmi bersurat, bertemu dengan pejabat Kemenpan RB dan BKN serta melakukan audiensi/pertemuan dengan DPR RI bersama legislatif daerah untuk menyuarakan persoalan yang sama.
"Semua daerah melakukan hal yang sama, provinsi-provinsi lain juga menemukan kendala yang sama. Melalui surat Kemenpan RB tanggal 25 November 2025 tentang penyelesaian penataan pegawai non ASN kita diingatkan kembali batasan-batasan yang dapat diangkat menjadi pegawai non ASN. Daerah mempedomani-nya," terang Yusron.
Yusron tidak memungkiri, bahwa daerah di mungkinkan mengambil kebijakan terkait 518 honorer tersebut, namun daerah harus dihadapkan pada administrasi kepegawaian yang dipersyaratkan.
"Apa itu? ada yang sudah melewati batas usia pensiun, para honorer yang mengundurkan diri, dan juga honorer yang memang tidak mengikuti proses seleksi PPPK dengan berbagai alasan sebanyak 231 orang," ujarnya.
"Selebihnya 287 orang yang kurang dari 2 tahun masa kerja atau lebih yang mengikuti tes CPNS tapi tidak lulus. Ini komposisi-nya yang 518 tersebut. Bila 287 ini diakomodir kita harus hati-hati karena akan berhadapan kembali dengan kebijakan besar penataan ASN yang diterbitkan oleh Kemenpan RB," sambung Yusron.
Baca juga: Nasib 700 honorer Lombok Tengah di ujung tanduk, Pemda cari solusi
Lebih lanjut, mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BKD NTB ini menyebutkan bahwa ada berasumsi ke 518 honorer diarahkan ke "outsourcing" di lembaga-lembaga pemerintah yang memungkinkan adalah tidak benar.
"Outsouching hanya dibolehkan bagi tenaga dasar baik petugas kebersihan, pengamanan, dan pramusaji. Ketentuan teknis operasional mengenai pelaksanaan "outsourcing" bagi pegawai pemerintah juga belum diterbitkan," terangnya.
Adapun untuk ke lembaga-lembaga daerah akan terkait dengan kemampuan lembaga tersebut menyerap pegawai dengan kapasitas keuangan yang mereka miliki. Terjadi pembebanan lebih kepada pos belanja pegawai lembaga tersebut juga bisa menimbulkan inefisiensi anggaran dan berpotensi menurunkan kualitas pelayanan-nya.
"Harapan kita besar ada lahir kebijakan baru pemerintah pusat. Fakta dan kondisi yang sama -sama kita hadapi di banyak daerah dengan provinsi lain tidak saja dihadapi pula oleh pemerintah kabupaten/kota se-NTB," katanya.
Baca juga: Pemkot Bima memperjuangkan aspirasi guru swasta terkait PPPK ke pusat
Proses penerimaan CPNS 2024 dan PPPK Penuh waktu sudah selesai, tinggal sekarang berproses PPPK PW. Di luar itu semua ada masih tenaga honorer yang belum termasuk dalam 2 skema tersebut yang belum bisa di usulkan ke pemerintah pusat karena terkendala aturan yang dikeluarkan Kemenpan RB.
Jumlah nya se-NTB itu sebanyak 7.523 orang, terbesar di Kabupaten Lombok Timur 1.692 orang, Kabupaten Lombok Barat 1.632 orang. Pemprov NTB 518 orang masih di bawah jumlah dari Kabupaten Bima, Sumbawa Barat, Lombok Tengah, dan juga Kota Mataram.
"Saudara kita tersebut berharap ada kebijakan lahir dari pemerintah yang berpihak kepada mereka," tandas Yusron Hadi.
