Mataram (ANTARA) - Anggota DPRD Nusa Tenggara Barat, Made Slamet, meminta pemerintah provinsi terkait tidak dianggarkan-nya gaji untuk 518 tenaga honorer daerah dalam Rancangan Peraturan Daerah APBD 2026.
"Saya kira anak-anak ini sudah bekerja lama. Ada yang tidak lolos hanya karena tidak bisa komputer atau gagal saat pengecekan akhir. Ada pula yang mencoba peruntungan ikut tes CPNS tapi tidak berhasil. Mereka senior, bertahun-tahun mengabdi. Masa tiba-tiba tidak ada anggarannya," ujarnya pada wartawan di Mataram, Rabu.
Ia menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh dari Kemendagri terhadap rancangan anggaran tersebut, termasuk pengalihan sejumlah pos anggaran untuk menyelamatkan nasib para tenaga honorer yang telah bertahun-tahun mengabdi.
Made Slamet mengaku DPRD telah berupaya mengawal persoalan ini sejak awal. Dari total 518 honorer, ia menyebut masih terdapat dugaan data ganda yang perlu ditelusuri, sehingga jumlah riil diperkirakan sekitar 430 orang.
Namun, menurutnya angka tersebut tetap mencerminkan ratusan aparatur yang telah lama bekerja, bahkan puluhan tahun, namun kini terancam tidak digaji hanya karena alasan administratif atau faktor teknis.
Ia menyayangkan sikap Pemprov NTB yang tidak mengalokasikan anggaran gaji honor daerah dalam Raperda APBD 2026. Made bahkan menegaskan akan terus mengawal persoalan ini hingga tuntas, termasuk berkoordinasi dengan pemerintah pusat, baik Kemendagri maupun Kementerian PAN-RB untuk mencari solusi yang tidak merugikan para honorer.
Baca juga: Pemprov NTB: Kebijakan pengangkatan pegawai kewenangan pusat
Lebih lanjut, ia mendesak agar Kemendagri mengevaluasi alokasi anggaran lain yang dianggap tidak mendesak. Made menyoroti anggaran pengadaan mobil listrik sebesar Rp14 miliar dan anggaran Tim Percepatan Pembangunan Daerah (TPPD) senilai Rp2,9 miliar lebih yang menurutnya dapat dialihkan demi pembayaran gaji honorer. Selain itu, ia menilai Dana Belanja Tidak Terduga (BTT) bisa dimanfaatkan untuk mengatasi kebutuhan mendesak seperti pembayaran honorer.
"Kalau untuk gaji yang sifatnya mendesak, saya kira masih ada celah. Ketimbang anggaran lain yang menurut kami tidak sesuai aturan, lebih baik alihkan dulu untuk honorer. Jangan sampai mereka kena PHK," ujarnya.
Made juga menegaskan komitmennya untuk mendampingi para honorer hingga titik akhir. Jika sampai terjadi pemutusan hubungan kerja, ia memastikan akan mendampingi mereka secara hukum, bahkan melalui upaya gugatan berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Baca juga: Nasib 700 honorer Lombok Tengah di ujung tanduk, Pemda cari solusi
Ia menegaskan para honorer bukan tenaga ilegal mereka melamar secara resmi, diverifikasi setiap tahun, dan selalu menerima SK perpanjangan.
"Kalau sampai mereka menggugat, kami siap dampingi. Ini bukan soal melawan pemerintah, tapi membela rakyat. Kami berharap tidak terjadi benturan antara rakyat dan pemerintah. Malu kita kalau sampai begitu," tegas anggota DPRD Dapil Kota Mataram ini.
Ia juga menyoroti banyak daerah lain sedang berjuang keras memperjuangkan tenaga honorer untuk memperoleh kejelasan status dan kesejahteraan, sementara NTB justru dianggap mengambil langkah mundur. Karena itu, ia berharap pemda tidak berhenti pada dalih dan justru memperjuangkan jalan keluar bersama pemerintah pusat.
"Kalau pemerintah mau berkoordinasi dengan baik, pasti ada titik temu. Jangan lempar handuk sebelum berjuang," katanya.
Sementara Kepala Dinas Kominfotik NTB, Yusron Hadi mengatakan sesuai aturan, semua urusan kepegawaian terpusat. Pemerintah pusat melalui kebijakan-kebijakannya mengendalikan semua urusan pegawai pemerintah termasuk yang ada di daerah.
"Kebijakan one system single policy (satu sistem kebijakan tunggal) diterapkan oleh pemerintah. Sehingga segala kebijakan kepegawaian negeri termasuk kita di daerah kiblat-nya ke sana," ujar Yusron.
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB: Menjaga harapan honorer di tengah krisis fiskal
Menurutnya, Pemprov telah berupaya menyampaikan persoalan ini ke pemerintah pusat secara resmi bersurat, bertemu dengan pejabat Kemenpan-RB dan BKN serta melakukan audiensi/pertemuan dengan DPR RI bersama legislatif daerah untuk menyuarakan persoalan yang sama.
"Semua daerah melakukan hal yang sama, provinsi-provinsi lain juga menemukan kendala yang sama. Melalui surat Kemenpan-RB pada 25 November 2025 tentang penyelesaian penataan pegawai non ASN. Kita diingatkan kembali batasan-batasan yang dapat diangkat menjadi pegawai non ASN. Daerah mempedomani-nya," katanya.
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB- Honorer NTB: Harapan dan kekecewaan
