Terdakwa pemanfaatan aset di Gili Trawangan terima keuntungan Rp4,4 miliar

id ida adnawati, terdakwa korupsi, aset bmd pemprov ntb, gili trawangan, lahan eks gti, sewa lahan ilegal,pengadilan mataram

Terdakwa pemanfaatan aset di Gili Trawangan terima keuntungan Rp4,4 miliar

Terdakwa korupsi pemanfaatan aset Pemprov NTB berupa lahan di Gili Trawangan, Ida Adnawati (tengah) usai mengikuti sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Senin (22/12/2025). (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Satu dari tiga terdakwa korupsi pemanfaatan aset milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat berupa lahan di kawasan wisata Gili Trawangan, yakni Ida Adnawati terungkap menerima keuntungan hingga Rp4,4 miliar.

Keuntungan terdakwa Ida atas penguasaan lahan dalam status barang milik daerah (BMD) secara ilegal ini terungkap dalam dakwaan jaksa penuntut umum yang dibacakan di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram, Senin.

"Hingga dengan pelaksanaan kesepakatan sewa tertanggal 8 September 2016, terdakwa Ida Adnawati telah menerima uang sewa sejak tahun 2009 sampai dengan 2035 sejumlah Rp4.475.000.000," kata Fajar Alamsyah Malo yang mewakili tim jaksa penuntut umum membacakan dakwaan.

Jaksa menjelaskan bahwa terdakwa Ida Adnawati memperoleh keuntungan tersebut atas penguasaan lahan seluas 2.802 meter persegi milik Pemprov NTB yang dikerjasamakan dengan PT Gili Trawangan Indah (GTI).

Baca juga: Perkara korupsi aset Pemprov di Gili Trawangan mulai di persidangan

Keuntungan atas sewa lahan secara ilegal tersebut dilakukan terdakwa Ida Adnawati dalam kapasitas sebagai salah seorang pengusaha di Gili Trawangan.

Terdakwa Ida kala itu melakukan transaksi sewa dengan PT Carpedian guna membangun usaha Restaurant Beach Cafe/Ego Restaurant di atas lahan dengan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) nomor: 5208.050.003.005.0054.0.

Selanjutnya, pada 16 September 2021 terungkap Pemprov NTB memutus kontrak produksi dengan PT GTI yang berlangsung sejak tahun 1998 atas pemanfaatan aset BMD berupa lahan seluas 65 hektare.

Pemprov NTB memutus kontrak produksi dengan PT GTI karena adanya penguasaan lahan 65 hektare secara masif oleh masyarakat, salah satunya oleh terdakwa Ida Adnawati.

Atas adanya pemutusan kontrak produksi pada tahun 2021, terdakwa Ida Adnawati mengetahui bahwa pemanfaatan tanah yang dikuasainya atas lahan Hak Pengelolaan (HPL) Nomor 1 Tahun 1993 harus melalui kerja sama pemanfaatan dengan Pemprov NTB.

Baca juga: DPRD NTB dorong tata kelola aset di Gili Trawangan Lombok Utara

Jaksa dalam dakwaan menyebut bahwa Ida Adnawati tidak menghiraukan adanya kebijakan baru dari Pemprov NTB tersebut dan tidak ada itikad baik dari terdakwa untuk mengembalikan uang sewa secara ilegal atas lahan 2.802 meter persegi itu ke daerah.

"Namun, terdakwa Ida Adnawati tidak melakukan pengembalian ke Kas Daerah Pemprov NTB atas uang sewa yang diterimanya dalam periode setelah pemutusan kontrak Pemerintah Propinsi NTB dengan PT. Gili Trawangan Indah hingga tahun 2035," ucap jaksa.

Dalam dakwaan, jaksa lanjut menyebutkan pada 27 Februari 2024 terdakwa Ida Adnawati mengajukan gugatan perdata terkait pembatalan kesepakatan sewa menyewa tanah yang digunakan untuk usaha Restaurant Beach Cafe/Ego Restaurant.

Baca juga: Kejati segera sidangkan korupsi aset Pemprov NTB di Gili Trawangan

Gugatan perdata yang diajukan kepada Pengadilan Negeri Mataram itu kemudian diputus dengan nomor: 64/Pdt.G/2024/PN Mtr, tanggal 4 Juli 2024 juncto Putusan Pengadilan Tinggi Mataram Nomor: 103/PDT/2024/ PT MTR, tanggal 5 September 2024.

"Dalam salah satu amarnya menyatakan perjanjian sewa menyewa lahan dan bangunan restoran sangatlah keliru, dan tidak mendukung program Pemprov NTB selaku pemilik lahan," katanya.

Selain itu, terdakwa Ida Adnawati dalam putusan perdata diminta mengembalikan uang sewa yang diterimanya ke PT Carpedian. Namun, yang diminta dikembalikan tersebut hanya mencapai Rp1,45 miliar, untuk periode sewa Tahun 2024 sampai tahun 2035.

Untuk sisanya, jaksa dalam dakwaan tidak menguraikan secara lengkap. Melainkan, hanya menyebut bahwa terdakwa masih menguasai sejumlah uang yang seharusnya tidak berhak diterima dan harus disetorkan ke kas Pemprov NTB terhitung sejak 16 September 2021 sampai dengan 16 September 2024 sejumlah dengan nilai Rp450 juta.

Sisa Rp450 juta ini yang kemudian dijadikan jaksa sebagai bagian dari kerugian keuangan negara dalam perkara ini dengan total Rp1,42 miliar.

Baca juga: Menyelamatkan aset di Gili Trawangan

Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Menyelamatkan gili dari sengketa

Pewarta :
Editor: Abdul Hakim
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.