Mataram (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, membantah telah mengeluarkan angka kemiskinan tahun ini secara resmi, karena BPS baru menyelesaikan laporan hasil survei sosial ekonomi (Susenas) masyarakat sebagai acuan data penetapan angka kemiskinan.
"Jadi kalau ada yang sudah menyebutkan angka kemiskinan di Mataram tahun ini naik, itu bukan dari BPS," kata Kepala BPS Kota Mataram Isa Ansori di Mataram, Kamis (9/5).
Isa mengatakan, kalaupun sudah ada prediksi peningkatan angka kemiskinan di Kota Mataram yang disebut sekitar 9 persen lebih atau naik dari tahun 2018 sebesar 8,96 persen, mungkin data itu prediksi dari Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) dengan melihat kriteria sesuai ketentuan mereka.
Sementara, angka resmi dari BPS akan dikeluarkan secara nasional oleh BPS pusat sekitar bulan Juni 2019, sebab saat ini masih dalam tahapan proses input data hasil Susenas kemudian di kirim ke BPD Provinsi NTB, untuk dilanjutkan ke BPS pusat.
"BPS pusatlah yang melakukan penghitungan sesuai dengan tabulasi mereka secara bertahap terhadap semua provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia," katanya.
Dengan demikian, lanjutnya, pihaknya belum dapat menyebutkan ataupun memprediksi apakah angka kemiskinan di Kota Mataram tahun ini naik atau turun, meskipun sudah banyak pihak yang memprediksi akan terjadi kenaikan akibat bencana gempa bumi.
Namun demikian, Isa tidak menampik di Kota Mataram masih terdapat kantong-kantong kemiskinan yang tersebar di enam kecamatan, tidak hanya di kawasan pesisir namun ada juga di tengah kota.
Berdasarkan kegiatan Susenas yang dilakukan, beberapa titik kantong kemiskinan di Kota Mataram teridentifikasi pada beberapa kelurahan, antara lain, di Kelurahan Gomong, Dasan Agung, Babakan, Turide, dan Sekarbela.
Oleh karena itu, apabila pemerintah kota ingin tetap berkomitmen menurunkan angka kemiskinan satu digit setiap tahun, maka perlu ada upaya peningkatan ekonomi masyarakat menengah ke bawah terutama pada kantong-kantong kemiskinan tersebut.
"Selain itu, lapangan pekerjaan diperluas, usaha masyarakat yang kecil didorong serta jangan ada investor menyaingi usaha masyarakat," ujarnya.
Di samping itu, pemerintah juga harus selektif memilih investor yang bisa menyerap tenaga kerja banyak dan uang mereka beredar lagi di daerah ini. Misalnya, hotel, mereka membeli sayur-sayuran dan bahan pertanian dari petani lokal.
"Begitu juga para pengusaha pasar modern diimbau memasarkan produk-produk lokal agar terjadi perputaran uang. Jangan sampai semua produknya dari luar," katanya.
"Jadi kalau ada yang sudah menyebutkan angka kemiskinan di Mataram tahun ini naik, itu bukan dari BPS," kata Kepala BPS Kota Mataram Isa Ansori di Mataram, Kamis (9/5).
Isa mengatakan, kalaupun sudah ada prediksi peningkatan angka kemiskinan di Kota Mataram yang disebut sekitar 9 persen lebih atau naik dari tahun 2018 sebesar 8,96 persen, mungkin data itu prediksi dari Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) dengan melihat kriteria sesuai ketentuan mereka.
Sementara, angka resmi dari BPS akan dikeluarkan secara nasional oleh BPS pusat sekitar bulan Juni 2019, sebab saat ini masih dalam tahapan proses input data hasil Susenas kemudian di kirim ke BPD Provinsi NTB, untuk dilanjutkan ke BPS pusat.
"BPS pusatlah yang melakukan penghitungan sesuai dengan tabulasi mereka secara bertahap terhadap semua provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia," katanya.
Dengan demikian, lanjutnya, pihaknya belum dapat menyebutkan ataupun memprediksi apakah angka kemiskinan di Kota Mataram tahun ini naik atau turun, meskipun sudah banyak pihak yang memprediksi akan terjadi kenaikan akibat bencana gempa bumi.
Namun demikian, Isa tidak menampik di Kota Mataram masih terdapat kantong-kantong kemiskinan yang tersebar di enam kecamatan, tidak hanya di kawasan pesisir namun ada juga di tengah kota.
Berdasarkan kegiatan Susenas yang dilakukan, beberapa titik kantong kemiskinan di Kota Mataram teridentifikasi pada beberapa kelurahan, antara lain, di Kelurahan Gomong, Dasan Agung, Babakan, Turide, dan Sekarbela.
Oleh karena itu, apabila pemerintah kota ingin tetap berkomitmen menurunkan angka kemiskinan satu digit setiap tahun, maka perlu ada upaya peningkatan ekonomi masyarakat menengah ke bawah terutama pada kantong-kantong kemiskinan tersebut.
"Selain itu, lapangan pekerjaan diperluas, usaha masyarakat yang kecil didorong serta jangan ada investor menyaingi usaha masyarakat," ujarnya.
Di samping itu, pemerintah juga harus selektif memilih investor yang bisa menyerap tenaga kerja banyak dan uang mereka beredar lagi di daerah ini. Misalnya, hotel, mereka membeli sayur-sayuran dan bahan pertanian dari petani lokal.
"Begitu juga para pengusaha pasar modern diimbau memasarkan produk-produk lokal agar terjadi perputaran uang. Jangan sampai semua produknya dari luar," katanya.