Mataram, (ANTARA) - Siswa yang dinilai bermasalah dari segi moral dan perilaku terancam tidak lulus ujian nasional (UN) karena badan standar nasional pendidikan (BSNP) menerapkan syarat kelulusan memperoleh nilai minimal baik untuk pelajaran agama dan akhlak mulia.
"Ini memang konsekuensi dari pembelajaran untuk menciptakan manusia Indonesia yang berintelektual dan bermoral," kata anggota BSNP Prof. H. Yunan Yusuf ketika menggelar sosialisasi ujian akhir sekolah bertaraf nasional (UASBN) dan UN, di Mataram (22/12).
Kegiatan tersebut diikuti oleh Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kepala Dinas Dikpora kabupaten/kota se-NTB dan utusan dari Universitas Mataram.
Yusuf mengatakan kriteria siswa yang tidak layak diluluskan meskipun memiliki nilai yang bagus adalah tersangkut masalah narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba), tindakan asusila, perilaku menyimpang dan menghina lambang negara salah satunya adalah membakar foto pejabat negara.
"Kalau sampai ini terjadi pada siswa berarti telah terjadi krisis moral dan krisis nasionalisme. Layakkah siswa seperti itu diluluskan," ujarnya.
Ia minta kepada para guru dan pihak sekolah untuk berani mengatakan sesuatu yang memang dinilai salah, sehingga perlu ada sanksi pada dewan rapat guru untuk membahas siswa yang dinilai tidak memiliki moral dan perilaku yang baik meski dia pintar.
Menurut dia jika masih ada guru yang takut dengan ancaman dari berbagai pihak hanya karena kebijakannya yang berani tidak meluluskan siswa yang tidak mencapai syarat nilai minimal pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, perlu dipertanyakan kualitasnya sebagai guru profesional melalui proses sertifikasi.
"Para guru harus didorong, ketika rapat harus benar-benar mengatakan yang benar memang benar dan yang salah memang salah. Jangan mau dipengaruhi atau diintervensi dari siapa pun," kata Yusuf.
Ia mengatakan jika nantinya ada siswa yang ternyata tidak lulus karena tidak mendapat nilai minimal pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, jangan dianggap sebagai sesuatu yang melanggar hak asasi manusia (HAM), karena ini merupakan langkah untuk membina dan memperbaiki moral dan perilaku siswa tersebut.
Meski BSNP telah membuat kebijakan syarat minimal kelulusan untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, pihaknya memberikan keputusan sepenuhnya kepada para guru dan pihak sekolah untuk bisa memberikan nilai baik kepada siswa yang dinilai bermasalah dengan pertimbangan tertentu.
"Kalau siswa itu bisa dimaafkan, silakan dimaafkan, tetapi kalau tidak terserah kepada pihak sekolah, yang pasti pemerintah sudah membuat rambu-rambu mengenai syarat kelulusan UN," ujarnya.
Yusuf berharap target penyelenggaraan UN tahun pelajaran 2009/2010 berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada di Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas), serta prosedur operasional standar (POS) UN yakni penyelenggaraan UN yang kredibel, akuntabel dan berkeadilan.
Pihaknya juga sudah melakukan berbagai proses pra-UN seperti penandatanganan naskah kerja sama dengan berbagai pihak yang terkait dengan pelaksanaan UN, kemudian sosialisasi mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota.
"Tinggal nanti dilihat pelaksanaannya. Mudah-mudahan tidak terjadi hal-hal yang bisa mengganggu kelancaran pelaksanaan UN," katanya. (*)