Mataram (ANTARA) - Kuasa Hukum H Silmi, terdakwa pungutan liar (pungli) dana bantuan dari Kementerian Agama (Kemenag) untuk rekonstruksi masjid pascagempa Lombok, berharap agar jaksa penuntut umum (JPU) menerima putusan banding yang telah meringankan hukumannya dari empat tahun menjadi satu tahun delapan bulan penjara.
"Kita berharap kepada jaksa supaya cukuplah proses itu (upaya hukum) sampai sini, karena yang menjadi masalah sesungguhnya adalah disparitas dalam penuntutannya," kata kuasa hukum H Silmi, Burhanuddin yang ditemui wartawan di Mataram, Kamis.
Baca juga: Pelaku pungli dana masjid pascagempa dapat "diskon" dari 4 tahun jadi 1,8 tahun kurungan
Maksud dari disparitas dalam penuntutannya itu dilihat Burhanuddin dari tuntutan jaksa kepada kliennya yang jauh lebih tinggi dibandingkan dua terdakwa lain, yakni M Iqbaludin dan Lalu Basuki Rahman.
"Kok satu terdakwa saja dituntut sangat tinggi, sedangkan yang lain rendah, itu dia masalah awal kenapa kita ajukan (upaya hukum banding) dengan alasan disparitas dalam penuntutan," ujarnya.
Padahal jika dilihat dari konstruksi perkaranya, kata dia, terdakwa H Silmi sebelum ditetapkan sebagai tersangka sudah mengembalikan uang Rp54,7 juta, uang yang dia terima dari dua terdakwa lainnya.
Burhanuddin mengklaim bahwa kliennya itu belum sempat sepersen pun menikmati uang hasil pungli tersebut.
"Jadi apa yang kita sampaikan ini sesuai memori bandingnya, sesuai fakta persidangan dan direspons baik oleh hakim tinggi. Makanya apa yang saya sampaikan ini juga sudah sesuai dengan petikan putusannya," ucap Burhanuddin.
Namun demikian, jika JPU pada akhirnya mengajukan upaya hukum lanjutan ke tingkat Mahkamah Agung, yakni kasasi terkait vonis banding yang meringankan hukuman terdakwa H Silmi, pihaknya akan menindaklanjutinya dengan menyiapkan kontra memori kasasi.
"Kalau dia (JPU) ajukan kasasi, kami hadapi, kami akan jelaskan kepada majelis agung melalui kontra memori kami. Apa adanya kita sampaikan, sesuai dengan fakta," ujarnya.
Sementara itu, Kasi Pidsus Kejari Mataram Anak Agung Gde Putra mengaku bahwa pihaknya belum menerima salinan putusan banding H Silmi dari pihak pengadilan.
Karenanya, Gde Putra menegaskan bahwa pihaknya belum dapat mengambil keputusan sampai salinan putusannya diterima.
"Karena baru putus kemarin, jadi belum bisa kita tentukan sikap. Kecuali kalau sudah keluar, itu baru bisa kita tentukan sikap selanjutnya, apakah kasasi atau tidak," kata Gde Putra.
Berdasarkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Mataram Nomor 10/PID.TPK/2019/PT.MTR, dengan Ketua majelis hakim tinggi Gusti Lanang Dauh dan anggotanya Mas’ud, dan Sutrisno, menjatuhkan vonis lebih ringan kepada H Silmi.
Dalam putusannya, Pengadilan Tinggi Mataram tetap menyatakan H Silmi bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama sesuai dengan Pasal 11 UU RI No 20/2001 tentang perubahan atas UU RI No 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
Namun demikian, pidana yang dijatuhkan lebih ringan dibandingkan putusan Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, yakni pidana penjara selama satu tahun delapan bulan dan denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan.
Selain pidana penjara dan denda, majelis hakim menetapkan uang tunai yang telah diserahkan sebesar Rp54,7 juta, dikembalikan kepada pihak masjid penerima bantuan.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Tipikor Mataram menjatuhkan vonis hukuman kepada H Silmi dengan penjara selama empat tahun dan denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram menyatakan H Silmi terbukti menerima uang sebesar Rp54,7 juta hasil pungutan dari dana bantuan 12 masjid terdampak gempa yang ada di Kecamatan Lingsar, Gunungsari, dan Batulayar, Kabupaten Lombok Barat.
Sedangkan untuk dua terdakwa lainnya, mantan Kasubbag TU Kemenag Lombok Barat M Iqbaludin, majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman selama satu tahun delapan bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan.
Kepada Staf KUA Gunungsari Lombok Barat Lalu Basuki Rahman, majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman selama dua tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider kurungan satu bulan.
Ketiganya diputus dengan pidana pasal yang serupa karena terbukti secara bersama-sama memotong dana bantuan untuk masjid terdampak gempa di tiga kecamatan di Lombok Barat pada Januari 2019 lalu. Total dana yang terkumpul dari 12 masjid sebesar Rp70 juta.
"Kita berharap kepada jaksa supaya cukuplah proses itu (upaya hukum) sampai sini, karena yang menjadi masalah sesungguhnya adalah disparitas dalam penuntutannya," kata kuasa hukum H Silmi, Burhanuddin yang ditemui wartawan di Mataram, Kamis.
Baca juga: Pelaku pungli dana masjid pascagempa dapat "diskon" dari 4 tahun jadi 1,8 tahun kurungan
Maksud dari disparitas dalam penuntutannya itu dilihat Burhanuddin dari tuntutan jaksa kepada kliennya yang jauh lebih tinggi dibandingkan dua terdakwa lain, yakni M Iqbaludin dan Lalu Basuki Rahman.
"Kok satu terdakwa saja dituntut sangat tinggi, sedangkan yang lain rendah, itu dia masalah awal kenapa kita ajukan (upaya hukum banding) dengan alasan disparitas dalam penuntutan," ujarnya.
Padahal jika dilihat dari konstruksi perkaranya, kata dia, terdakwa H Silmi sebelum ditetapkan sebagai tersangka sudah mengembalikan uang Rp54,7 juta, uang yang dia terima dari dua terdakwa lainnya.
Burhanuddin mengklaim bahwa kliennya itu belum sempat sepersen pun menikmati uang hasil pungli tersebut.
"Jadi apa yang kita sampaikan ini sesuai memori bandingnya, sesuai fakta persidangan dan direspons baik oleh hakim tinggi. Makanya apa yang saya sampaikan ini juga sudah sesuai dengan petikan putusannya," ucap Burhanuddin.
Namun demikian, jika JPU pada akhirnya mengajukan upaya hukum lanjutan ke tingkat Mahkamah Agung, yakni kasasi terkait vonis banding yang meringankan hukuman terdakwa H Silmi, pihaknya akan menindaklanjutinya dengan menyiapkan kontra memori kasasi.
"Kalau dia (JPU) ajukan kasasi, kami hadapi, kami akan jelaskan kepada majelis agung melalui kontra memori kami. Apa adanya kita sampaikan, sesuai dengan fakta," ujarnya.
Sementara itu, Kasi Pidsus Kejari Mataram Anak Agung Gde Putra mengaku bahwa pihaknya belum menerima salinan putusan banding H Silmi dari pihak pengadilan.
Karenanya, Gde Putra menegaskan bahwa pihaknya belum dapat mengambil keputusan sampai salinan putusannya diterima.
"Karena baru putus kemarin, jadi belum bisa kita tentukan sikap. Kecuali kalau sudah keluar, itu baru bisa kita tentukan sikap selanjutnya, apakah kasasi atau tidak," kata Gde Putra.
Berdasarkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Mataram Nomor 10/PID.TPK/2019/PT.MTR, dengan Ketua majelis hakim tinggi Gusti Lanang Dauh dan anggotanya Mas’ud, dan Sutrisno, menjatuhkan vonis lebih ringan kepada H Silmi.
Dalam putusannya, Pengadilan Tinggi Mataram tetap menyatakan H Silmi bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama sesuai dengan Pasal 11 UU RI No 20/2001 tentang perubahan atas UU RI No 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
Namun demikian, pidana yang dijatuhkan lebih ringan dibandingkan putusan Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, yakni pidana penjara selama satu tahun delapan bulan dan denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan.
Selain pidana penjara dan denda, majelis hakim menetapkan uang tunai yang telah diserahkan sebesar Rp54,7 juta, dikembalikan kepada pihak masjid penerima bantuan.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Tipikor Mataram menjatuhkan vonis hukuman kepada H Silmi dengan penjara selama empat tahun dan denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram menyatakan H Silmi terbukti menerima uang sebesar Rp54,7 juta hasil pungutan dari dana bantuan 12 masjid terdampak gempa yang ada di Kecamatan Lingsar, Gunungsari, dan Batulayar, Kabupaten Lombok Barat.
Sedangkan untuk dua terdakwa lainnya, mantan Kasubbag TU Kemenag Lombok Barat M Iqbaludin, majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman selama satu tahun delapan bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan.
Kepada Staf KUA Gunungsari Lombok Barat Lalu Basuki Rahman, majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman selama dua tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider kurungan satu bulan.
Ketiganya diputus dengan pidana pasal yang serupa karena terbukti secara bersama-sama memotong dana bantuan untuk masjid terdampak gempa di tiga kecamatan di Lombok Barat pada Januari 2019 lalu. Total dana yang terkumpul dari 12 masjid sebesar Rp70 juta.