Padang (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, mengarahkan petani setempat membudidayakan kopi arabika tanpa menggunakan pupuk kimia.
"Kami mengarahkan menggunakan pupuk organik, bahkan bantuan pupuk dari pemerintah juga pupuk organik," kata Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Solok Selatan, Wandra saat dikonfirmasi dari Padang, Jumat.
Kopi asal Solok Selatan, sebutnya bukan saja merambah pasar Sumatera Barat, melainkan telah sampai di luar provinsi seperti Bandung, Medan, dan Jakarta. "Potensi pasar kopi organik luas sehingga kami mengarahkan ke sana," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Kopi Minang Sumatera Barat, Attila Majidi Datuk Sibungsu menjamin kopi arabika dari Solok Selatan merupakan kopi organik. "Kopi arabika Solok Selatan tanpa residu pestisida," ujar pemilik kafe kopi Datuk ini.
Ia mengungkapkan harga jual kopi arabika lebih mahal dibanding kopi robusta. Kopi arabika dalam bentuk green bean mencapai Rp150.000 gram, sementara untuk bubuk mencapai Rp500.000 per kilogram.
"Bahkan untuk kopi wine mencapai Rp1 juta per kilogram. Untuk kopi wine di Solok Selatan baru tiga prosesor karena mengolah cukup memakan waktu sampai dua bulan," ujarnya.
Ia menambahkan pemasaran kopi asal Solok Selatan sudah menyebar di seluruh provinsi di Indonesia. "Bahkan telah sampai di Papua," ujarnya.
Untuk ekspor, menurut dia, bukan sebuah keniscayaan karena telah ada permintaan dari Australia dan Amerika Serikat. Namun, yang menjadi kendala adalah keterbatasan produksi. "Permintaan ekspor biasanya ada spesifikasinya dan pasti sudah SNI. Ini menjadi pekerjaan pemerintah," ujarnya.
Pengembangan kopi Arabika di Solok Selatan sudah dimulai sejak 2012 di daerah Letter W, Kecamatan Sangir. Varietas yang dikembang adalah Sigararutang dan Andung Sari.
Secara pertahap, pemerintah setempat terus menambah luas penanaman kopi Arabika dengan penyebaran diperluas di tiga kecamatan, yakni Camintoran, Timbarau di Kecamatan Sangir, Sentral Kecamatan Pauh Duo dan di Pakan Rabaa serta Pakan Rabaa Utara Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh.
Pada 2019, pemerintah setempat menambah luas tanaman kopi seluas 100 hektare senilai Rp539 juta. Bantuan pengembangan kopi arabika diberikan untuk sembilan kelompok tani di tiga Kecamatan.
Untuk Kecamatan Sangir diberikan untuk 44 hektare tani, Pauah Duo 20 hektare dan Koto Parik Gadang Diateh 26 hektare. Bantuan ini bukan hanya bibit tetapi juga diberikan pupuk organik sebanyak 47,5 ton serta pohon pelindung 20 ribu batang.
"Kami mengarahkan menggunakan pupuk organik, bahkan bantuan pupuk dari pemerintah juga pupuk organik," kata Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Solok Selatan, Wandra saat dikonfirmasi dari Padang, Jumat.
Kopi asal Solok Selatan, sebutnya bukan saja merambah pasar Sumatera Barat, melainkan telah sampai di luar provinsi seperti Bandung, Medan, dan Jakarta. "Potensi pasar kopi organik luas sehingga kami mengarahkan ke sana," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Kopi Minang Sumatera Barat, Attila Majidi Datuk Sibungsu menjamin kopi arabika dari Solok Selatan merupakan kopi organik. "Kopi arabika Solok Selatan tanpa residu pestisida," ujar pemilik kafe kopi Datuk ini.
Ia mengungkapkan harga jual kopi arabika lebih mahal dibanding kopi robusta. Kopi arabika dalam bentuk green bean mencapai Rp150.000 gram, sementara untuk bubuk mencapai Rp500.000 per kilogram.
"Bahkan untuk kopi wine mencapai Rp1 juta per kilogram. Untuk kopi wine di Solok Selatan baru tiga prosesor karena mengolah cukup memakan waktu sampai dua bulan," ujarnya.
Ia menambahkan pemasaran kopi asal Solok Selatan sudah menyebar di seluruh provinsi di Indonesia. "Bahkan telah sampai di Papua," ujarnya.
Untuk ekspor, menurut dia, bukan sebuah keniscayaan karena telah ada permintaan dari Australia dan Amerika Serikat. Namun, yang menjadi kendala adalah keterbatasan produksi. "Permintaan ekspor biasanya ada spesifikasinya dan pasti sudah SNI. Ini menjadi pekerjaan pemerintah," ujarnya.
Pengembangan kopi Arabika di Solok Selatan sudah dimulai sejak 2012 di daerah Letter W, Kecamatan Sangir. Varietas yang dikembang adalah Sigararutang dan Andung Sari.
Secara pertahap, pemerintah setempat terus menambah luas penanaman kopi Arabika dengan penyebaran diperluas di tiga kecamatan, yakni Camintoran, Timbarau di Kecamatan Sangir, Sentral Kecamatan Pauh Duo dan di Pakan Rabaa serta Pakan Rabaa Utara Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh.
Pada 2019, pemerintah setempat menambah luas tanaman kopi seluas 100 hektare senilai Rp539 juta. Bantuan pengembangan kopi arabika diberikan untuk sembilan kelompok tani di tiga Kecamatan.
Untuk Kecamatan Sangir diberikan untuk 44 hektare tani, Pauah Duo 20 hektare dan Koto Parik Gadang Diateh 26 hektare. Bantuan ini bukan hanya bibit tetapi juga diberikan pupuk organik sebanyak 47,5 ton serta pohon pelindung 20 ribu batang.