Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat belum mendapat pemasukan langsung dari aktivitas kunjungan wisatawan yang menggunakan kapal kecil untuk pesiar (yacht) karena belum memiliki tata cara teknis memungut retribusi.
"Sementara ini belum ada pemasukan langsung, meskipun ada kewenangan sesuai Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, di mana perairan laut sepanjang 12 mil kewenangannya ada di provinsi," kata Kepala Dinas Perhubungan NTB, Lalu Bayu Windia, di Mataram, Rabu.
NTB, kata dia, sudah menjadi pintu masuk bagi wisatawan asing yang menggunakan yacht. Perairan yang menjadi pintu masuk sekaligus tempat parkir kapal pesiar kecil adalah Gili Gede, di Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, dan pantai Medana, Kabupaten Lombok Utara.
Ke depan, lanjut Bayu, Terminal Gili Mas di Kabupaten Lombok Barat, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, di Kabupaten Lombok Tengah, juga akan menjadi pintu masuk sekaligus terminal parkir yacht dari berbagai negara.
"Kami menilai potensi ekonomi dari pemanfaatan perairan laut 12 mil relatif besar. Itu harus dioptimalkan, namun kami belum tahu seperti apa model retribusinya. Makanya, sebelum pelaksanaan, kami ada rencana belajar di Provinsi Kepulauan Riau," ujarnya.
Selama ini, kata dia, laporan kedatangan wisatawan menggunakan kapal pesiar kecil melalui syahbandar yang ada di Pelabuhan Lembar, Kabupaten Lombok Barat. Lembaga tersebut berada di bawah Kementerian Perhubungan.
Oleh sebab itu, pihaknya tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah yacht yang datang setiap tahunnya. Begitu juga dengan pemasukan bagi negara, karena ditangani langsung oleh pemerintah pusat.
NTB, lanjut Bayu, memang sudah memiliki Peraturan Daerah Nomor 16 tahun 2018 tentang Perhubungan. Namun, regulasi tersebut belum bisa diterapkan untuk memungut retribusi dari kedatangan wisatawan mancanegara menggunakan yacht.
Daerah yang sudah berhasil menarik retribusi dari kapal pesiar berukuran kecil adalah Provinsi Kepulauan Riau. Daerah tersebut memiliki marina atau terminal khusus untuk parkir yacht karena berhadapan langsung dengan Singapura yang juga sudah memiliki fasilitas serupa.
"Makanya, kami ada rencana belajar ke Provinsi Kepulauan Riau, bersama anggota DPRD. Kalau tidak bisa tahun ini, mudahan pada 2020 bisa dilaksanakan," kata Bayu.
"Sementara ini belum ada pemasukan langsung, meskipun ada kewenangan sesuai Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, di mana perairan laut sepanjang 12 mil kewenangannya ada di provinsi," kata Kepala Dinas Perhubungan NTB, Lalu Bayu Windia, di Mataram, Rabu.
NTB, kata dia, sudah menjadi pintu masuk bagi wisatawan asing yang menggunakan yacht. Perairan yang menjadi pintu masuk sekaligus tempat parkir kapal pesiar kecil adalah Gili Gede, di Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, dan pantai Medana, Kabupaten Lombok Utara.
Ke depan, lanjut Bayu, Terminal Gili Mas di Kabupaten Lombok Barat, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, di Kabupaten Lombok Tengah, juga akan menjadi pintu masuk sekaligus terminal parkir yacht dari berbagai negara.
"Kami menilai potensi ekonomi dari pemanfaatan perairan laut 12 mil relatif besar. Itu harus dioptimalkan, namun kami belum tahu seperti apa model retribusinya. Makanya, sebelum pelaksanaan, kami ada rencana belajar di Provinsi Kepulauan Riau," ujarnya.
Selama ini, kata dia, laporan kedatangan wisatawan menggunakan kapal pesiar kecil melalui syahbandar yang ada di Pelabuhan Lembar, Kabupaten Lombok Barat. Lembaga tersebut berada di bawah Kementerian Perhubungan.
Oleh sebab itu, pihaknya tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah yacht yang datang setiap tahunnya. Begitu juga dengan pemasukan bagi negara, karena ditangani langsung oleh pemerintah pusat.
NTB, lanjut Bayu, memang sudah memiliki Peraturan Daerah Nomor 16 tahun 2018 tentang Perhubungan. Namun, regulasi tersebut belum bisa diterapkan untuk memungut retribusi dari kedatangan wisatawan mancanegara menggunakan yacht.
Daerah yang sudah berhasil menarik retribusi dari kapal pesiar berukuran kecil adalah Provinsi Kepulauan Riau. Daerah tersebut memiliki marina atau terminal khusus untuk parkir yacht karena berhadapan langsung dengan Singapura yang juga sudah memiliki fasilitas serupa.
"Makanya, kami ada rencana belajar ke Provinsi Kepulauan Riau, bersama anggota DPRD. Kalau tidak bisa tahun ini, mudahan pada 2020 bisa dilaksanakan," kata Bayu.