Mencermati Ragam Dimensi Keberkahan Al-Aqsha

id Al Quds,Yerussalem

Mencermati Ragam Dimensi Keberkahan Al-Aqsha

Dr. Lili Sholehuddin, M.Pd. (Foto: Istimewa)

dari jumlah 25 nabi, 23 di antaranya dilahirkan, dibesarkan, dan paling tidak pernah berkunjung dan berdakwah hingga dikebumikan di wilayah al-Aqsha

Mataram (ANTARA) - Al-Aqsha yang  juga disebut al-Quds, tempat pijakan Nabi Muhammad saat melaksanakan mi’raj ke Sidratul Muntaha tercatat dalam sejarah peradaban Islam sebagai masjid kedua yang dibangun di muka bumi setelah Masjid al-Haram di Makkah, sedangkan yang ketiga adalah masjid al-Nabawi di Madinah.

Aura al-Aqsha yang terletak di bumi Palestina itu senantiasa menyimbolkan nilai-nilai spiritualitas yang sangat kental, unik, sakral, dan transendental sebagai negeri suku Kan’an warisan para nabi.

Argumen yang dibangun sebagai bumi para nabi itu didasarkan pada validitas  informasi  bahwa dari jumlah 25 nabi, 23 di antaranya dilahirkan, dibesarkan, dan paling tidak pernah berkunjung dan berdakwah hingga dikebumikan di wilayah al-Aqsha.

Nama-nama para nabi dimaksud antara lain Nabi Ibrahim, Luth, Sholeh,  Ya’qub, Yusuf, Musa, Dawud, Sulaiman, Isa hingga Nabi Muhammad Shallallahu A’laihi Wasallam (SAW).

Kembali terkait al-Aqsha, terdapat banyak nash menunjukkan posisi al-Aqsha yang diungkap al-Quran maupun al-Hadits selalu berkorelasi dengan umat Islam dalam berbagai dimensinya.

Al-Aqsha memiliki nilai penting dalam dimensi sejarah umat Islam karena di sana terdapat tempat suci, warisan para nabi dan rasul. Beragam keunggulan menghiasinya, dimana banyak bangsa tertarik untuk menguasai dan mengendalikannya dengan berbagai variasi alasan yang terekam dalam sejarah kuno, modern, dan kontemporer.

Bangsa Arab menamai tempat suci itu dengan sebutan kota al-Quds, Bayt al-Maqdis, atau Bayt al-Muqaddas yang mana semua penamaan itu mengacu pada pengertian “tempat atau kota suci.”

Dalam bahasa Ibrani, yaitu bahasa bangsa Yahudi disebut “Kadesh” yang seasal dengan kata-kata Arab “Quds”. Karenanya, penamaan itu pada hakikatnya memiliki kesamaan dasar sebagai penghormatan antara tradisi Ibrani dan tradisi Arab terhadap kota itu.

Sementara itu penyebutan Jerusalem yang merupakan asal kata dari “Urusysyalayim” adalah derivasi dari bahasa Armia, Suryani, dan Ibrani. Kesemuanya mengacu kepada satu pengertian, yaitu “negeri perdamaian” yang dalam bahasa Arab disebut “Dar al-Salam”.

Perkembangan selanjutnya, kota suci itu secara internasional lebih dikenal dengan nama al-Quds dan jarang sekali disebut Urusyalim, terkecuali hanya untuk keperluan tertentu saja.

Sentral tempat suci di kota itu terpusat pada kompleks yang sekarang dinamai oleh umat Islam dengan sebutan al-Haram al-Syarif (tempat suci yang mulia), yaitu suatu dataran di atas bukit Moriah dalam kawasan kota lama yang dikelilingi tembok besar dan tinggi.

Di lokasi inilah terdapat bangunan suci, yaitu tempat beribadat yang didirikan oleh Nabi Sulaiman sekitar tahun 950 SM dan dikenal di kalangan bangsa Arab sebagai Haykal Sulaiman atau al-Masjid al-Aqsha (masjid yang sangat jauh).

Wilayah Palestina

Selanjutnya, khusus tentang Palestina, dalam tinjauan dimensi geografis wilayah Palestina terletak di daerah bagian barat benua Asia, membentang sepanjang garis lintang meridian 15-34 dan 40-35 ke arah timur, dan menempati posisi garis lintang meridian 30-29 dan 15-33 ke arah utara.

Dari arah utara dibatasi oleh Libanon, dari arah timur laut dibatasi Suriah, dari arah timur dibatasi Yordania, dan dari arah selatan dan barat daya dibatasi oleh Mesir, sedangkan dari arah barat dibatasi oleh laut Mediterania.

Posisi wilayah Palestina berbentuk memanjang dari utara ke selatan sekitar 430 km dan melebar dari arah utara yang berkisar 51 sampai 70 km, sementara luas daerah tengahnya berkisar antara 72 sampai 95 km, dan dari arah bagian selatan lebarnya mencapai 117 km.

Palestina memiliki posisi sentral dan sangat strategis dalam percaturan dunia global, yaitu berperan menjadi tempat transit penyambung antara tiga benua besar, yakni Asia, Afrika, dan Eropa. Karena itu Palestina sepanjang sejarahnya merupakan jembatan penghubung antar kelompok masyarakat dari berbagai negara.

Kawasan Palestina mempunyai keistimewaan tersendiri dibandingkan daerah Arab lainnya. Palestina merupakan wilayah yang menjadi tempat tinggal manusia pertama, tempat diturunkannya agama samawi, tempat di mana peradaban kuno muncul, dan pusat aktivitas komersial beragam suku bangsa.

Sementara dalam dimensi ekonomi, posisi Palestina menjadi sentra aktivitas perdagangan dunia dan berperan sebagai tempat pertemuan dan lobi-lobi antar bangsa, selain merupakan wilayah strategis perekonomian bidang ekspor-impor dan pusat perdagangan dunia yang menghubungkan antara Laut Tengah di Barat dan Teluk Arab di Timur.

Sementara itu secara geologis Palestina memiliki cadangan sumberdaya alam berlimpah, seperti daerah Bahrul Mayit kaya akan putasium, garam dan minyak, serta dataran Gaza yang kaya akan gas alam.

Di sisi lain, fakta empiris membuktikan bahwa sejak zaman kuno Palestina merupakan salah satu rute perdagangan internasional terpenting yang menghubungkan tempat peradaban Lembah Nil dan wilayah Selatan negeri Syria serta Iraq pada bagian lainnya.

Kekayaan berlimpah

Di lihat dari sisi faktor ketersediaan sumber daya alam (SDA), sebagaimana disebutkan Dr. Ali ‘Asyi dalam buku daras (maljamah) “Yahudi wal Yahudiyah, Munjlid, Palestina memiliki kekayaan berlimpah berupa barang tambang, tanam-tanaman, dan hewan (laut dan darat).

Kekayaan alam itu sendiri adalah segala materi (bahan) yang tersimpan atau banyak terdapat di perut bumi atau di atasnya yang dikeluarkan dan diolah untuk mendapatkan manfaat daripadanya.

Sumber kekayaan yang dimiliki Palestina antara lain garam Laut Mati. Di daerah Bahrul Mayit di sekitar Laut Mati diperkirakan terdapat area sepanjang 159 km3 yang memiliki  potensi garam mineral sebagai kekayaan alam sangat penting bagi Palestina dan Yordania.

Kemudian minyak dan gas. Minyak bumi diproduksi dengan jumlah terbatas sebanyak 100 ribu barel setiap hari dari daerah “Hiliqat” di kota al-Majdal yang dikuasai Israel sejak peristiwa Naqbah 1948. Kekayaaan alam lain berupa biji besi, pangan, kaolin, fospat, belerang, aspal, dan tembaga di daerah WadiArabah.

Wilayah Palestina juga memiliki hasil pertanian seperti biji-bijian (butir) berupa jagung, gandum, padi dan wijen, selain pohon-pohon berbuah seperti zaitun, kurma, jeruk, kelapa, pisang, dan anggur.

Last but not least, hewan ternak juga tersedia dengan jumlah yang sangat banyak di Palestina, terdiri dari hewan darat yang jinak seperti sapi, kambing, unta, dan unggas serta hewan laut, yaitu ikan dengan berbagai jenisnya.

Itulah potret Palestina dengan al-Aqsha sebagai sumber peradabannya, menjadi persinggahan dan tempat tinggal manusia-manusia terbaik pilihan Allah (para nabi dan rasul) dan pengemban risalah Ilahi yang menyeru manusia untuk sujud, tunduk dan patuh kepada sang Pencipta.

Keberadaan al-Aqsha sangat penting bagi pemenuhan keberlangsungan hidup umat manusia di bumi Palestina, baik secara spiritual maupun secara ekonomi dan sosial. Beragam keutamaan dan keberkahan dengan berbagai dimensinya tersedia, baik bersifat material maupun immaterial.

Keberkahan al-Aqsha dan daerah kawasan sekitarnya merupakan anugerah yang Allah berikan untuk digunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemaslahatan, keadilan, dan kemakmuran umat manusia.

Tapi tantangannya saat ini adalah, bagaimana membebaskan al-Aqsha khususnya, dan wilayah Palestina pada umumnya dari cengkeraman penjajahan Zionis Israel agar keberkahan al-Aqsha senantiasa hadir di bumi Palestina.

*Penulis Dr. Lili Sholehuddin, M.Pd. adalah Wakil Ketua I (Bidang Akademik) Sekolah Tinggi Ilmu Shuffah al-Quran Abdullah bin Mas’ud (STISQABM) Nata