Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) menilai kebijakan multiusaha kehutanan yang diterbitkan pemerintah menciptakan peluang baru dalam pengelolaan kawasan hutan di tengah penurunan potensi kayu.
"Kalau tidak dibuka kesempatan ini, industri kehutanan otomatis akan hancur. Kenapa? potensi kayu makin turun sekarang, padahal selama ini yang diandalkan hanya kayu," kata Wakil Ketua UMUM Bidang Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari APHI Soewarso dalam lokakarya hambatan dan solusi multi usaha kehutanan di Hotel JW Marriot, Jakarta, Kamis.
Soewarso menjelaskan Indonesia kini menghadapi tantangan berat dalam perdagangan kayu internasional akibat adanya tuntutan sertifikat Forest Stewardship Council (FSC). Sementara itu, jumlah pengusaha hutan di Indonesia yang telah mendapatkan sertifikat FSC masih sedikit.
"Walaupun Indonesia memiliki Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang berfungsi untuk memastikan produk kayu dan bahan bakunya diperoleh atau berasal dari sumber yang asal usulnya dan pengelolaannya memenuhi aspek legalitas, namun pembeli menuntut adanya sertifikat FSC," katanya.
Di sisi lain, kompetitor kayu global tidak suka bila Indonesia menguasai pasar. Hal itu membuat bisnis kayu menghadapi tantangan cukup berat. Soewarso menuturkan kebijakan multiusaha kehutanan mengubah cara berpikir pengusaha untuk melakukan transformasi bisnis yang sebelumnya berorientasi kayu menjadi produk-produk lain meski di dalam satu izin usaha.
Baca juga: Menteri KLHK sebut Leuser di dunia miliki empat satwa hebat
Baca juga: 14 hektare kawasan Hutan Sekaroh Lombok Timur terbakar
Beragam produk diversifikasi dari skema multi usaha kehutanan, antara lain jasa lingkungan, ekowisata, wanatani, pangan, biomassa, dan kegiatan hasil pembuatan produk bukan kayu. Menurut dia, ada tiga aspek yang harus menjadi perhatian dalam pengelolaan hutan melalui skema multiusaha, yaitu kelestarian lingkungan, kelestarian sosial, dan kelestarian ekonomi.
"Tiga aspek itu menjadi prasyarat untuk mentransformasikan paradigma baru melalui pendekatan ekosistem lanskap. Masyarakat juga harus mendapat perhatian supaya mereka bisa terlibat dalam bentuk kemitraan kehutanan," ujar Soewarso.
Berita Terkait
Puluhan Warga Mataram Lakukan Aksi Gunduli Kepala
Jumat, 21 Agustus 2015 15:53
Haji- 60 Persen Calon Haji Mataram Risiko Tinggi
Rabu, 19 Agustus 2015 21:37
Bupati Sumbawa Barat Evaluasi Jelang Akhir Jabatan
Selasa, 11 Agustus 2015 7:40
Legislator Kecewa Anggaran Sosial Minim Dialokasikan Pemprov NTB
Rabu, 5 Agustus 2015 23:18
Anggaran pengamanan pilkada sumbawa barat rp1,5 miliar
Jumat, 31 Juli 2015 15:01
Paket "K2" Pertama Mendaftar Ke KPU KSB
Senin, 27 Juli 2015 11:14
Paket "f1" didukung partai terbanyak dalam pilkada
Minggu, 5 Juli 2015 14:21
Ikan tuna NTB mengandung merkuri kadar rendah
Rabu, 10 Juni 2015 6:56