Mataram (Antara NTB) - Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Barat merilis angka deflasi pada April 2016 mencapai 0,43 persen akibat turunnya harga-harga barang dan produk, terutama beras di pasaran.
"Harga beras kualitas premium sekarang sudah berada di kisaran rata-rata Rp8.450/kg atau turun hingga 11,68 persen," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Nusa Tenggara Barat (NTB) Wahyudin, di Mataram, Senin.
Menurut dia, turunnya harga beras disebabkan harga gabah di tingkat petani yang juga mengalami penurunan, bahkan berada di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) sebesar Rp3.700/kg untuk gabah kering panen dengan kadar air 25 persen.
Harga gabah kering panen pada April 2016 rata-rata di kisaran Rp3.765/kg turun jauh dibandingkan pada Maret 2016 dengan rata-rata harga Rp4.110/kg.
Penurunan harga gabah kering panen tersebut juga menyebabkan nilai tukar petani padi dan palawija mengalami penurunan sebesar 2,57 persen.
"Dari 243 sampel petani yang kami survei di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa selama April, 50 persennya mendapat harga gabah di bawah HPP," ujar Wahyudin.
Selain beras, kata dia, komoditas lain yang menyumbang deflasi di NTB, adalah bensin, cabai merah, tarif listrik, cabai rawit dan daging ayam ras serta beberapa jenis ikan laut yang biasa dikonsumsi masyarakat.
Laju deflasi di NTB, lanjut Wahyudin, lebih kecil dibandingkan laju deflasi nasional pada April 2016 sebesar 0,45 persen dengan indeks harga konsumen (IHK) sebesar 123,19 persen.
Dari 82 kota yang menghitung IHK, tercata lima kota mengalami inflasi dan 77 kota mengalami deflasi.
Inflasi tertinggi pada April 2016 terjadi di Kota Tarakan sebesar 0,45 persen, sedangkan terendah di Kota Banjarmasin 0,04 persen.
"Untuk deflasi tertinggi terjadi di Kota Sibolga sebesar 1,79 persen dan terendah di Kota Singaraja sebesar 0,06 persen," kata Wahyudin. (*)
BPS NTB: penurunan harga beras sumbang deflasi
"Harga beras kualitas premium sekarang sudah berada di kisaran rata-rata Rp8.450/kg atau turun hingga 11,68 persen"