Agar dapat momongan, pasutri muda perlu kenali scoring infertility

id momongan,pasutri muda,scoring infertility,Prof dr Samsulhadi

Agar dapat momongan, pasutri muda perlu kenali scoring infertility

Prof dr Samsulhadi SpOG Subsp FER usai menjadi narasumber dalam seminar Peserta Scoring Infertility and Workshop IUI Morula IVF National Hospital Surabaya.  (ANTARA/HO-Dhimas)

Mataram (ANTARA) - Tak sedikit pasangan yang baru menikah langsung dikaruniai anak. Tentunya butuh waktu dan proses yang tidak pendek untuk ditempuh. Untuk itu, pasangan suami istri (pasutri) muda agar dapat momongan, perlu mengenai scoring infertility.

Prof dr Samsulhadi SpOG Subsp FER mengatakan bahwa angka infertilitas di Indonesia mencapai belasan persen. Lebih kurang yakni 10-15 persen angkanya dari usia reproduksi. Nah, jumlah itu bersifat dinamis. 

“Ada yang bilang 10 persen bahkan ada juga 15 persen dari usia reproduksi untuk angka infertilitas. Kira-kira demikian, karena itu perawatan infertilitas itu sangat penting dan terbatas waktunya,” kata Prof Samsulhadi di seminar Peserta Scoring Infertility and Workshop IUI Morula IVF National Hospital Surabaya. 

Melihat kondisi seperti itu, Prof Samsulhadi membuat skor atau scoring infertility. Skor tersebut, lanjut dosen Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya itu, akan membantu masyarakat atau pasien untuk mengetahui kondisi tubuhnya. Tidak terkecuali para tenaga kesehatan termasuk dokter tak terlambat dalam merujuk pasien ke layanan yang primer, sekunder, atau tersier.

“Skor infertiilitas gunanya mencegah rujukan terlambat karena factor waktu itu sangat penting dalam perawatan infertilitas. Karena umur perempuan masa reproduksi hanya 20-35 tahun,” terang Prof Samsulhadi.  

Apabila perawatan itu tidak terencana dan terarah, masih kata Prof Samsulhadi, maka waktunya akan terbuang. Dia menegaskan bahwa usia seseorang tidak bisa diputarbalikkan. “Dan, kalau sudah mengenai umur, mau apa? Siapa yang bisa memutar umur balik,” tambahnya. 

Ada beberapa factor seseorang mengalami infertilitas. Antara lain, gaya hidup, obesitas, narkoba, hingga sex bebas. Prof Samsulhadi menyebutkan, factor social ekonomi juga ikut memengaruhi. Misalnya, kedua pasangan suami dan istri terpaksa harus bekerja. Sehingga tingkat stress masing-masing pihak naik. 

Konsultan Medis Morula IVF Indonesia Prof Dr dr Budi Santoso SpOG Subsp FER mengungkapkan, gaya hidup menjadi factor yang penting bagi seseorang terkait fertilitas. Selain itu, lanjut dia, usia pernikahan juga ikut memengaruhi. Misalnya, usia pernikahan di atas 30 tahun atau baru menikah di usia 27 tahun. 

“Yang terpenting, masyarakat ini harus kita edukasi terus. Dengan segala macam bentuk seminar, tulisan, ini harus dicegah. Belum lagi saat menikah sudah terlambat, pasangan masih menunda kehamilan. Karena harus beli mobil atau rumah, sementara usia terus berjalan,” ujarnya. 

Dokter Benediktus Arifin MPH SpOG (K) FICS dari Morula IVF Surabaya mengaku bahwa dirinya kesulitan mencari pasien yang datang dengan usia masih 21. Tak sedikit pasien konsultasi ke dirinya sudah berusia di atas 25 tahun. 

“Morula berusaha menginformasikan ke masyarakat, terutama tenaga kesehatan terkait skor infertility dan pentingnya rujukan. Tujuan lainnya yakni supaya dokter-dokter kandungan tenaga kesehatan lainnya tidak terlambat untuk referral,” jelasnya. 

Dokter dr Jimmy Yanuar Annas SpOG Subsp FER selaku kepala klinik Morula IVF Surabaya menyatakan bahwa usia seorang perempuan juga memiliki peran. Dia menyebutkan, berdasarkan catatannya, pasien-pasien yang datang ke Morula IVF Surabaya dengan kondisi “telat” lumayan tinggi. 

“Salah satu layanan kesehatan yang bisa diambil yakni dengan skrining embrio PGTA untuk mendapatkan embrio terbaik sehingga harapan angka kehamilannya tinggi. Lewat skor infertility, kami berharap bisa berdampak baik,” terangnya.