Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perhubungan menyatakan tidak menemukan adanya maskapai penerbangan yang menjual tiket pesawat melampaui tarif batas atas (TBA) selama angkutan Lebaran 2024.
Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati di Jakarta, Jumat, mengatakan, pihaknya telah melakukan inspeksi kepada maskapai penerbangan, namun tidak ada yang menjual tiket pesawat di atas TBA
saat periode arus mudik maupun arus balik.
“Kami tegaskan sampai saat ini Ditjen Perhubungan Udara sudah melakukan monitoring tidak ada pelanggaran batas atas, sampai saat ini,” kata Adita yang ditemui di sela penutupan Posko Terpadu Angkutan Lebaran 1445 Hijriah di Jakarta.
Menurut Adita, jika pun ada kenaikan harga tiket pesawat, hal itu dikarenakan y kondisi penjualan tiket pada "peak season", "low season" maupun "high season". Saat "very low season" permintaan turun, maka harga tiket pun turun.
“Jadi teman-teman mesti lihat, dalam jangka waktu yang panjang, sebelum mudik, itu Januari-Februari ada 'peak season' dimana 'demand' turun, maskapai otomatis akan menurunkan harga dan turunnya harga kadang kadang promonya luar biasa,” kata Adita.
Namun ketika "high season" tiket pun ikut naik karena permintaan juga meningkat. Harga tiket yang dinaikkan oleh maskapai tidak melebihi tarif batas atas.
“Nah ketika masuk 'high season' itu diperbandingkan kan, ketika naiknya 100 persen itu juga bisa dibilang logis karena sudah diturunkan jauh dengan 'demand' yang turun jauh. Yang penting kenaikan itu tidak melebihi koridor batas atas,” ujar Adita.
Terkait adanya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang memanggil tujuh maskapai penerbangan, Adita mengaku bahwa Kemenhub koperatif memberi keterangan sesuai regulasi yang ada.
Kemenhub sudah koperatif dan data yang diminta oleh KPPU sudah diberikan. Intinya Kemenhub akan memberikan data sesuai regulasi dan juga hasil dari pemeriksaan yang sudah dilakukan.
"Kita menghormati prosesnya. Nah, sekarang nanti tinggal seperti apa KPPU memproses kita akan hormati,” kata Adita.
Sebelumnya, Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Gopprera Panggabean meminta tujuh maskapai penerbangan terlapor dan telah terbukti bersalah sebelumnya dalam melakukan kartel harga tiket agar membuat laporan secara tertulis apabila membuat kebijakan baru.
KPPU telah memanggil tujuh maskapai penerbangan untuk memastikan kepatuhan mereka atas pelaksanaan Putusan KPPU Nomor 15/KPPU-I/2019, sekaligus untuk menggali informasi penyebab kenaikan harga tiket yang terjadi saat ini.
Ketujuh maskapai yang dipanggil adalah PT Garuda Indonesia Tbk, PT Citilink Indonesia, PT Lion Air, PT Batik Air Indonesia, PT Wings Air Abadi, PT Sriwijaya Air serta PT NAM Air. Proses pemanggilan dilaksanakan KPPU terhadap ketujuh maskapai tersebut sejak 26 Maret hingga 2 April 2024.
“Khususnya untuk menjalankan putusan KPPU yang mewajibkan para terlapor untuk memberitahukan secara tertulis kepada KPPU setiap kebijakan yang akan berpengaruh terhadap peta persaingan usaha, harga tiket yang dibayar oleh konsumen dan masyarakat, sebelum kebijakan tersebut diambil,” kata Gopprera dalam keterangan di Jakarta, Jumat (5/4).
Dalam pertemuan dengan sejumlah maskapai tersebut, KPPU melakukan klarifikasi atas implementasi pelaksanaan putusan, tren kenaikan harga tiket serta penjualan tiket "sub-class" dengan harga paling tinggi tujuh hari sebelum dan setelah lebaran. KPPU juga mengundang Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Ditjen Hubdar) Kementerian Perhubungan untuk melengkapi informasi yang diperlukan.
Baca juga: Menhub apresiasi Menteri PAN-RB setujui 18.017 formasi ASN
Baca juga: TNI-Polri dan BUMN bantu kelancaran angkutan Lebaran
Usai pemanggilan maskapai ini, KPPU juga akan memanggil agen perjalanan (travel agent) untuk mendapatkan informasi terkait kebijakan-kebijakan yang dibuat ketujuh maskapai tersebut.
Setelah menerima seluruh dokumen dari maskapai dan pihak terkait lainnya, KPPU akan melakukan analisis untuk melihat perilaku maskapai dalam mematuhi keputusan KPPU "a quo". Sekaligus menentukan ada tidaknya indikasi yang mengarah pada dugaan persaingan usaha tidak sehat antar maskapai.