RUU KIA atasi persoalan "fatherless"
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) berharap Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) akan mengatasi persoalan ketidakhadiran ayah atau fatherless pada fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan dan pengasuhan anak.
"Peran ayah harus didorong dalam RUU KIA untuk mengatasi permasalahan mental orang tua terutama ibu dan isu fatherless," kata Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Bidang Kesetaraan Gender Kementerian PPPA Dian Ekawati dalam media talk bertajuk "RUU KIA pada Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan Dorong Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak", di Jakarta, Selasa.
Ia menyatakan tidak menginginkan ketidakhadiran ayah dalam kehidupan seorang anak menjadi hal yang lumrah, sehingga hal ini perlu diatasi bersama.
"Kita tidak mau status fatherless country nempel di kita. Jangan fatherless itu jadi hal yang biasa," katanya.
Menurut Dian Ekawati, peran suami atau ayah sangat penting bagi istri dan anaknya, sehingga di dalam RUU KIA juga diatur tentang cuti ayah yang istrinya baru melahirkan maupun istri yang mengalami keguguran.
"Cuti ayah diharapkan dapat memaksimalkan peran ayah dalam mendampingi istrinya dan membentuk ikatan dengan anak," ujarnya.
Keberadaan RUU KIA, kata dia, juga diharapkan bisa mengatasi permasalahan mental orang tua pascamemiliki anak, karena selama ini terdapat sejumlah kasus kesehatan mental ibu muda yang berdampak buruk pada anak.
Baca juga: KKP mengamankan satu unit kapal berbendera Malaysia di Selat Malaka
Baca juga: Program KIA di Lombok Tengah mencapai 135 ribu jiwa
"Ada ibu-ibu muda yang terganggu mentalnya karena jenuh, banyak kasus baby blues," kata Dian Ekawati.
Berdasarkan RUU KIA, cuti bagi suami yang mendampingi istrinya melakukan persalinan adalah dua hari dan dapat diberikan paling lama tiga hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan. Sedangkan bagi suami yang mendampingi istrinya yang keguguran berhak mendapatkan cuti selama dua hari.
"Peran ayah harus didorong dalam RUU KIA untuk mengatasi permasalahan mental orang tua terutama ibu dan isu fatherless," kata Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Bidang Kesetaraan Gender Kementerian PPPA Dian Ekawati dalam media talk bertajuk "RUU KIA pada Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan Dorong Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak", di Jakarta, Selasa.
Ia menyatakan tidak menginginkan ketidakhadiran ayah dalam kehidupan seorang anak menjadi hal yang lumrah, sehingga hal ini perlu diatasi bersama.
"Kita tidak mau status fatherless country nempel di kita. Jangan fatherless itu jadi hal yang biasa," katanya.
Menurut Dian Ekawati, peran suami atau ayah sangat penting bagi istri dan anaknya, sehingga di dalam RUU KIA juga diatur tentang cuti ayah yang istrinya baru melahirkan maupun istri yang mengalami keguguran.
"Cuti ayah diharapkan dapat memaksimalkan peran ayah dalam mendampingi istrinya dan membentuk ikatan dengan anak," ujarnya.
Keberadaan RUU KIA, kata dia, juga diharapkan bisa mengatasi permasalahan mental orang tua pascamemiliki anak, karena selama ini terdapat sejumlah kasus kesehatan mental ibu muda yang berdampak buruk pada anak.
Baca juga: KKP mengamankan satu unit kapal berbendera Malaysia di Selat Malaka
Baca juga: Program KIA di Lombok Tengah mencapai 135 ribu jiwa
"Ada ibu-ibu muda yang terganggu mentalnya karena jenuh, banyak kasus baby blues," kata Dian Ekawati.
Berdasarkan RUU KIA, cuti bagi suami yang mendampingi istrinya melakukan persalinan adalah dua hari dan dapat diberikan paling lama tiga hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan. Sedangkan bagi suami yang mendampingi istrinya yang keguguran berhak mendapatkan cuti selama dua hari.