KLHK mendorong implementasi pembagian manfaat Protokol Nagoya

id konservasi satwa,biodiversitas,protokol nagoya,KSDAE,klhk

KLHK mendorong implementasi pembagian manfaat Protokol Nagoya

Wamen LHK Alue Dohong (tengah), Dirjen KSDAE KLHK Satyawan Pudyatmoko (kanan) dan Direktur KKHSG KLHK Nunu Anugrah (kiri) ditemui media usai pembukaan Pekan Keanekaragaman Hayati di Jakarta, Rabu (15/4/2024) (ANTARA/Prisca Triferna).

Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong mendorong implementasi akses dan pembagian manfaat (access and benefit sharing) terhadap negara penyedia keanekaragaman hayati sebagai bentuk implementasi Protokol Nagoya. 

"Saya selalu tekankan setiap hari banyak satwa ikonik kita berada di zoo (kebun binatang) dan lain-lain di luar negeri. Mereka menjadi atraksi, menciptakan pendapatan bagi kebun binatang dan negara di mana satwa kita berada," ujar Wamen LHK Alue Dohong ketika membuka Pekan Keanekaragaman Hayati di Jakarta, Rabu.   

Namun, kata Alue, meski sudah ada Protokol Nagoya mengenai akses dan pembagian manfaat yang merata kepada negara sumber dari keanekaragaman hayati tersebut berada, masih belum ada implementasi menyeluruh terkait hal itu.

Padahal seharusnya Indonesia dan negara-negara lain yang satwa endemiknya berada di berbagai kebun binatang mendapatkan manfaat dari hal tersebut karena bersifat komersial, untuk mendukung upaya konservasi di negara-negara asal hewan-hewan itu.

Merujuk kepada keuntungan besar yang didapat oleh beberapa kebun binatang di negara-negara lain, Alue menyatakan bahwa tidak ada manfaat yang dibagi kepada negara-negara asal satwa endemik sejauh ini.

"Padahal komitmen Nagoya Protocol harusnya di mana asal usul genetik itu berasal bisa menerima akses dan benefit sharing. Ini masa depan kita yang harus kita cek, jadi jangan negara lain menikmati itu dengan enak, kita berjuang habis-habisan mencari anggaran untuk konservasi in situ kita," ujarnya, merujuk kepada upaya pelestarian yang dilakukan di habitat asli atau in situ.

Dia memberi contoh bagaimana Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) mengelola kawasan konservasi seluas hampir 27 juta hektare dan memerlukan anggaran yang besar untuk pengelolaannya.

Baca juga: Indonesia tegaskan pentingnya akurasi pemantauan hutan
Baca juga: IMI dan IOF melibatkan KLHK serta Perhutani kejuaraan "off-road"

"Memang sepertinya cost center tetapi yang dijaga KSDEA ini menyediakan ekosistem biodiversitas servis yang dinikmati oleh semua sektor," demikian Alue Dohong.

Protokol Nagoya tentang Akses dan Pembagian Keuntungan (ABS) merupakan perjanjian tambahan yang keluar pada 2010 dan diratifikasi oleh 128 pihak pada 2020 sebagai perjanjian tambahan untuk Konvensi Keanekaragaman Hayati pada 1992.