Ruko di Mataram akan Jadi Lahan Pertanian Hidroponik

id Pertanian Hidroponik

Ruko di Mataram akan Jadi Lahan Pertanian Hidroponik

ilustrasi - Pekerja menanam sayuran dengan menggunakan sistem hidroponik di lahan perkebunan hidroponik kawasan Wage, Taman, Sidoarjo, Jawa Timur. (Antara Jatim/Umarul Faruq)

"Untuk bisa melaksanakan rencana ini, kami bisa saja mengusulkan regulasi ke DPRD, seperti halnya Perda Parkir"
Mataram (Antara NTB)- Dinas Pertanian Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, merencanakan memanfaatan atap beton sejumlah rumah toko di kota itu dikelola menjadi lahan pertanian hidroponik.

"Untuk bisa melaksanakan rencana ini, kami bisa saja mengusulkan regulasi ke DPRD, seperti halnya Perda Parkir sehingga semua atap beton rumah toko (ruko) di Mataram, bisa termanfaatkan secara maksimal," kata Kepala Dinas Pertanian Kota Mataram H Mutawalli di Mataram, Rabu.

Dikatakan, program sistem bertani lahan sempit (Sitalas) dengan hidroponik baru satu tahun dilaksanakan, namun telah memberikan dampak signifikan kepada masyarakat.

Bahkan saat ini tidak sedikit masyarakat yang dengan keingian sendiri memanfatkan atap beton rumah mereka menjadi lahan bercocok tanam dengan menggunakan teknologi hidroponik.

"Oleh karena itu kami akan terus mendorong masyarakat memanfaatkan lahan yang dimiliki menjadi areal hidroponik, didukung dengan regulasi peraturan daerah," kata Mutawalli yang didampingi Ketua Kelompok Hidroponik Mataram H Masbuhin.

Menurut Ketua Kelompok Hidroponik Mataram Masbuhin, berdasarkan perhitungan kasar apabila semua atap beton ruko di kota itu dimanfaatkan untuk hidroponik maka terdapat sekitar 30 hektare lahan.

"Ini hasil pendataan sementara khusus untuk ruko, belum tanah kosong yang tidak termanfaatkan," katanya.

Dengan ketersediaan lahan 30 hektare tersebut, pihaknya dapat mengelola berbagai tanaman hortikultura dengan sistem hidroponik sehingga ke depan Mataram bisa menjadi daerah penghasil hortikultura hidroponik yang jauh lebih sehat dan nilai ekonomisnya lebih tinggi.

"Saya saja hanya memiliki lahan hidroponik dua are, tapi hasilnya setara dengan satu hektare lahan konvensional. Apalagi ini ada potensi 30 hektare," ujarnya.

Terkait dengan itu, pihaknya berharap agar pemerintah kota bisa membuat regulasi terhadap pemanfaatan atap beton ruko di kota itu, tentunya dengan berbagai persyaratan.

Persyaratan yang dimaksudkan antara lain, apabila atap beton ruko sudah bisa dikelola maksimal sebagai lahan pertanian hidroponik, maka setiap ruko harus membuat tangga di luar untuk memudahkan pengelola melakukan perawatan terhadap tanamannya.

Pembagian hasil, dapat disepakati bersama dengan pemilik ruko sehingga tidak terjadi konflik ke depan.

"Kami yakin jika regulasinya sudah ada, itu bisa menjadi potensi baru pendapatan daerah, seperti halnya lahan parkir," katanya menambahkan.  (*)