BPBD sarankan petani di NTB untuk efisiensi air
Mataram (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Nusa Tenggara Barat menyiapkan sejumlah langkah untuk mengantisipasi dampak kekeringan akibat musim kemarau yang kini melanda sebagian besar wilayah di Nusa Tenggara Barat.
"Antisipasi penanganan kekeringan melalui efisiensi air pertanian dengan tanaman palawija," kata Kepala BNPB NTB Ahmadi di Mataram, Kamis.
Palawija merupakan alternatif tanaman pangan saat musim kemarau untuk mengisi lahan persawahan yang kini mulai mengalami keterbatasan air akibat terdampak kekeringan.
Selain tidak terlalu banyak membutuhkan banyak air, komoditas palawija berupa kacang-kacangan ataupun umbi-umbian semusim juga memiliki masa tanam yang lebih singkat.
Baca juga: Dinsos siapkan empat langkah dalam hadapi kekeringan di NTB
Merujuk data Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB, musim kemarau saat ini menyebabkan sekitar 10 ribu hektare lahan pertanian di Nusa Tenggara Barat mengalami kekeringan.
Lahan pertanian yang terdampak kekeringan itu terletak di Kabupaten Bima, Dompu, Sumbawa, Lombok Timur, dan Lombok Tengah.
Baca juga: Sekitar 10 ribu hekatre lahan pertanian di NTB alami kekeringan
Ahmadi menuturkan langkah antisipasi penanganan kekeringan lainnya juga dilakukan melalui distribusi air bersih bagi masyarakat yang tidak punya sumber air perpipaan dan air tanah.
Bahkan, distribusi air bersih juga dilakukan ke pulau-pulau kecil. Data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) menyebutkan ada 401 pulau-pulau kecil yang mendukung keberadaan dua pulau besar di Nusa Tenggara Barat, yakni Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa.
"Kami juga menyiapkan anggaran belanja tak terduga (BTT) distribusi air bersih pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, dan swasta," kata Ahmadi.
Baca juga: Status darurat kekeringan ditetapkan di Lombok Tengah
BPBD NTB menyebutkan dari 10 kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat sudah ada sembilan daerah yang menetapkan tanggap darurat bencana kekeringan.
Sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi potensi kekeringan di Nusa Tenggara Barat bakal meluas karena puncak musim kemarau masih berlangsung pada September 2024.
Pada dasarian II September 2024 (11-20 September) potensi hujan di wilayah Nusa Tenggara Barat sangat rendah. Potensi hujan dengan intensitas ringan hingga sedang terjadi di sebagian kecil wilayah Nusa Tenggara Barat.
"Antisipasi penanganan kekeringan melalui efisiensi air pertanian dengan tanaman palawija," kata Kepala BNPB NTB Ahmadi di Mataram, Kamis.
Palawija merupakan alternatif tanaman pangan saat musim kemarau untuk mengisi lahan persawahan yang kini mulai mengalami keterbatasan air akibat terdampak kekeringan.
Selain tidak terlalu banyak membutuhkan banyak air, komoditas palawija berupa kacang-kacangan ataupun umbi-umbian semusim juga memiliki masa tanam yang lebih singkat.
Baca juga: Dinsos siapkan empat langkah dalam hadapi kekeringan di NTB
Merujuk data Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB, musim kemarau saat ini menyebabkan sekitar 10 ribu hektare lahan pertanian di Nusa Tenggara Barat mengalami kekeringan.
Lahan pertanian yang terdampak kekeringan itu terletak di Kabupaten Bima, Dompu, Sumbawa, Lombok Timur, dan Lombok Tengah.
Baca juga: Sekitar 10 ribu hekatre lahan pertanian di NTB alami kekeringan
Ahmadi menuturkan langkah antisipasi penanganan kekeringan lainnya juga dilakukan melalui distribusi air bersih bagi masyarakat yang tidak punya sumber air perpipaan dan air tanah.
Bahkan, distribusi air bersih juga dilakukan ke pulau-pulau kecil. Data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) menyebutkan ada 401 pulau-pulau kecil yang mendukung keberadaan dua pulau besar di Nusa Tenggara Barat, yakni Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa.
"Kami juga menyiapkan anggaran belanja tak terduga (BTT) distribusi air bersih pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, dan swasta," kata Ahmadi.
Baca juga: Status darurat kekeringan ditetapkan di Lombok Tengah
BPBD NTB menyebutkan dari 10 kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat sudah ada sembilan daerah yang menetapkan tanggap darurat bencana kekeringan.
Sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi potensi kekeringan di Nusa Tenggara Barat bakal meluas karena puncak musim kemarau masih berlangsung pada September 2024.
Pada dasarian II September 2024 (11-20 September) potensi hujan di wilayah Nusa Tenggara Barat sangat rendah. Potensi hujan dengan intensitas ringan hingga sedang terjadi di sebagian kecil wilayah Nusa Tenggara Barat.