Masyarakat Sembalun keluhkan persyaratan pencairan bantuan rumah

id bantuan rumah,masyarakat sembalun,pencairan dana

Masyarakat Sembalun keluhkan persyaratan pencairan bantuan rumah

Bupati Lombok Utara DR H Najmul Akhyar SH MH meninjau rumah tidak layak huni milik salah seorang warga penerima bantuan pembangunan rumah melalui program "Jubah". Foto Rsd/Humas dan Protokol Setda KLU.

Mataram (Antaranews NTB) - Masyarakat terdampak gempa di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, mengeluhkan persyaratan pencairan bantuan rumah tahan gempa yang dikeluarkan pemerintah.

"Salah satunya terkait pembebasan lahan, syarat pencairannya harus ada sertifikat. Tapi di sini itu kami rata-rata tidak punya sertifikat," kata Sunardi, Kepala Desa Sembalun Bumbung, Kecamatan Sembalun, Kamis.

Karena masalah itu, hampir 50 persen warga yang rumahnya terverifikasi rusak berat, belum menerima buku tabungan dari pihak bank.

"Dari 1.322 yang terverifikasi rusak berat, lebih 700 yang baru terima, sisanya belum. Jadi hampir 50 persen belum terima, karena syarat sertifikat itu," ujarnya.

Untuk didesanya, ada 1.886 rumah yang terverifikasi rusak, baik itu dari kategori berat, sedang, dan ringan. Jumlah tersebut hampir 90 persen dari permukiman warga yang ada di Desa Sembalun Bumbung.

"Sisanya yang 10 persen lagi itu yang terbuat dari kayu. Sejak gempa 7 Skala Richter tersebut, bangunannya masih kuat sampai sekarang, cuma itu saja yang bertahan," ucapnya.

Begitu juga yang disampaikan Lalu Kanahan, Kades Sajang, Kecamatan Sembalun. Realisasi bantuan rumah tahan gempa dikatakannya masih dalam tataran regulasi pemerintah.

Namun regulasi yang menjadi keluhan warga terkait dengan alur yang harus dilalui untuk mendapatkan buku tabungan sebagai bukti pencairan, dikeluhkan terlalu rumit.

"Walaupun sudah di rampung jadi satu formulir, kita melihat masih terlalu berbelit-belit. Kalau memang harus ke kontraktor, kenapa harus buat pokmas (kelompok masyarakat) lagi, langsung saja debit ke masyarakat," kata Kanahan.

Pokmas menurutnya hanya sebagai sarana swakelola yang tidak memiliki kewenangan dalam pencairan bantuan.

"Jadi kesan di tengah masyarakat kami ini, semuanya hanya bisnis," ucapnya.

Seandainya pemerintah memberikan kelonggaran dengan memotong langsung jalurnya, dan mengganti peran pokmas denhan pemerintah desa, Kanahan menjamin persoalan tersebut tidak lagi menjadi keluhan masyarakat.

"Minimal kepada pemerintah desa saja. Kalau itu diberikan kepada kami, kita jamin itu akan selesai," ucap Kanahan.

Meski demikian, dari jumlah warga yang rumahnya terverifikasi rusak berat, hampir seluruh masyarakatnya sudah menerima buku tabungan dengan nominal Rp50 juta.

"Hampir semua sudah dapat, ada beberapa yang belum terkait dengan syaratnya," katanya.