Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Fasilitas Riset dan Inovasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Agus Haryono mengatakan anggaran riset yang dikelola pihaknya terbuka untuk semua pihak.
“Kami tidak melihat siapa entitas yang melakukan riset, tetapi yang penting mempunyai kualifikasi, mempunyai rekam jejak untuk melakukan riset dan inovasi. Sehingga, nanti anggaran yang kami miliki ini betul-betul tepat sasaran kepada orang yang mumpuni, yang punya rekam jejak, punya kapabilitas untuk melakukan riset dan inovasi, dan ini kita harapkan menjadi fondasi ekonomi di masa mendatang,” ucapnya dalam seminar “Navigating Economic Stagflation Amidst Political and Global Shift” di Gedung BRIN Jakarta, Rabu.
BRIN disebut melakukan kerja sama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang saat ini mengelola dana abadi penelitian dengan total Rp12,9 triliun. Berdasarkan jumlah tersebut, sekitar 6 persen dari anggaran itu bisa dimanfaatkan untuk membiayai riset bagi semua pihak dengan berbagai skema yang ada.
Dia menegaskan bahwa pihak manapun berhak mengusulkan pendanaan kepada BRIN, baik yang bersifat komersialisasi produk, untuk mendirikan start-up, hingga kolaborasi dengan industri.
“Ini kami siapkan dan diharapkan pendanaan-pendanaan yang kami miliki ini menjadi enabler kesuksesan dari industri nasional. Karena banyak hasil-hasil riset yang mandek di publikasi, atau hanya paten (menjadi kekayaan intelektual saja), tetapi tidak sampai hilirisasi, karena banyak investasi besar yang saat ini terkendala,” ungkap Agus.
Dulu, pihak industri tak mau menginvestasikan dana untuk riset dan inovasi di Indonesia karena risiko output tak sebanding dengan dana yang mau diinvestasikan. Di sisi lain, negara belum mempunyai skema pendanaan untuk penelitian.
“Sekarang, skema ini sudah ada. Banyak skema yang bisa diakses oleh para peneliti, baik itu di perguruan tinggi, di internal BRIN, atau oleh swasta sekalipun, boleh mengusulkan pendanaan oleh kami. Bahkan ada satu skema, yaitu pengujian produk inovasi, ini pengusulnya harus industri karena kami harapkan nanti setelah pendanaan selesai, swasta atau industri tersebut, berkomitmen untuk mengkomersialisasikan hasil risetnya. Kalau peneliti kembali yang mengusulkan, nanti penelitiannya akan balik lagi ke lab (laboratorium) lagi, sehingga anggarannya tidak akan selesai-selesai ke komersial,” ujar dia.
Baca juga: BRIN kemukakan strategi penguatan kelembagaan pertanian
Sebelumnya, Agus menyampaikan ada delapan skema pada program Pendanaan Riset dan Inovasi untuk Indonesia Maju (RIIM) BRIN 2024.
Skema pendanaan tersebut meliputi kompetisi, ekspedisi, invitasi, start-up, dan kolaborasi. Untuk tiga skema pendanaan lainnya berupa pengujian produk inovasi kesehatan, pengujian produk inovasi pertanian, dan pusat kolaborasi riset.
Baca juga: BRIN menargetkan Indonesia masuk ke peringkat 49 GII
Program ini mencakup 11 proyek dengan tema riset seperti biodiversitas, kebencanaan geologi, kesehatan, pengelolaan lingkungan, pengungkapan potensi lokal, ekspedisi, hingga eksplorasi keragaman masyarakat dan budaya Indonesia. Total pendanaan yang diberikan dalam program ini sebesar Rp2,49 triliun.
Adapun skema pendanaan RIIM Start-Up memberikan pembiayaan untuk calon perusahaan start-up berbasis hasil riset BRIN dengan total pendanaan Rp278,2 juta.
Untuk skema RIIM Kolaborasi, dibuka untuk meningkatkan kerja sama riset antara BRIN dan negara mitra, serta lembaga pendanaan domestik dan internasional.