IOJI apresiasi putusan MK teguhkan pelaut migran

id pmi,pekerja migran indonesia,tki,abk,pelaut migran

IOJI apresiasi putusan MK teguhkan pelaut migran

Ilustrasi - Pekerja migran Indonesia atau tenaga kerja Indonesia. ANTARA/Yuniati Jannatun Naim

Jakarta (ANTARA) - Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meneguhkan bahwa pelaut dan awak kapal migran (AKP) sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) yang berhak mendapatkan pelindungan sebagaimana aturan perundang-undangan.
 

Dalam keterangan di Jakarta, Selasa, Mas Achmad Santosa selaku Chief Executive Officer IOJI mengapresiasi keluarnya Putusan Perkara Nomor 127/PUU-XXI/2023 terkait uji materi Pasal 4 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang melindungi Pelaut dan Awak Kapal Migran Indonesia.

Dengan putusan tersebut, MK menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya, yang pada intinya ingin mengecualikan pelaut awak kapal dan pelaut perikanan migran dari rezim hukum pelindungan PMI yang didasarkan pada UU Nomor 8 Tahun 2017.

"Awak kapal dan pelaut perikanan juga diakui sebagai bagian dari pekerja migran dengan maksud untuk memberikan pelindungan penuh bagi mereka dalam memenuhi hak-haknya sebagai pekerja migran," ujarnya membahas pertimbangan hakim konstitusi.

Lebih lanjut dia menjelaskan pertimbangan MK sejalan dengan posisi Pemerintah Indonesia di tingkat internasional dan kawasan. Indonesia telah meratifikasi International Convention on The Rights of Migrant Workers and Members of Their Families (ICRMW) pada 2012 dan mendomestikasi konvensi ini melalui UU Nomor 8 Tahun 2017. Pasal 2 paragraf 2 (c) ICRMW memasukkan pelaut sebagai bagian dari pekerja migran.

Di tingkat kawasan, kepemimpinan Indonesia dalam ASEAN pada 2023 telah memastikan pengadopsian ASEAN Declaration on the Placement and Protection of Migrant Fishers. Dalam deklarasi itu, awak kapal perikanan migran diakui sebagai pekerja migran dan memiliki hak yang sama seperti pekerja migran di darat.

MK lebih lanjut berpandangan bahwa pelindungan pelaut migran dalam UU Nomor 8 Tahun 2017 secara prinsip sejalan dengan konvensi internasional, termasuk ICRMW dan Maritime Labour Convention (MLC) 2006. Pelindungan ini meliputi hak-hak dasar pekerja, kondisi kerja yang aman, jaminan sosial, serta hak-hak lain.

Baca juga: Wamen Christina tekankan PMI bekerja secara prosedural

"Ke depannya, melalui ratifikasi ILO C-188, posisi tawar Pemerintah Indonesia akan lebih kuat sewaktu bernegosiasi dengan negara tujuan penempatan dalam memastikan penghormatan dan pelindungan hak-hak AKP Migran sesuai standar ILO C-188," ujar Mas Achmad Santosa.

Secara khusus MK juga menekankan kewajiban perusahaan penempatan pelaut migran untuk mengikuti persyaratan perizinan dalam UU Nomor 8 Tahun 2017 dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran.

Baca juga: Jusuf Kalla ingatkan etika terkait isu digoyang sebagai Ketua Umum PMI

Dalam pernyataan serupa peneliti IOJI Jeremia Humolong Prasetya menyebut putusan MK itu dapat menjadi momentum tepat untuk penguatan tata kelola pelindungan pelaut migran.

"Dalam rangka memfasilitasi terbentuknya koridor migrasi yang aman bagi pelaut migran, pemerintah harus memastikan pengembangan dan harmonisasi kebijakan terkait pelindungan pelaut migran dalam berbagai tingkatan, dimulai dari nasional, daerah, desa hingga bilateral, kawasan, bahkan multilateral," kata Jeremia.