Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengingatkan pentingnya pendidikan antikekerasan seksual di sekolah bagi peserta didik dan masyarakat sebagai upaya meningkatkan pemahaman dan kewaspadaan guna mencegah terjadinya kekerasan seksual.
"Peningkatan kasus kekerasan seksual yang terjadi saat ini harus menjadi alarm buat semua pihak untuk mengedepankan pendidikan antikekerasan bagi para peserta didik dan masyarakat," kata Rerie, sapaan karibnya, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.
Hal itu disampaikannya dalam sambutannya pada diskusi daring bertema
"Pentingnya Pendidikan Antikekerasan Seksual di Sekolah" yang digelar oleh Forum Diskusi Denpasar 12.
Menurut dia, pendidikan antikekerasan seksual harus diawali dengan pendidikan tentang seksualitas yang mampu memberikan pemahaman secara komprehensif dalam aspek religiusitas, biologis, sosial, dan budaya.
Dia juga menilai pemahaman tentang kekerasan seksual dan batasan dalam berinteraksi merupakan bekal awal yang mesti diajarkan.
"Edukasi tentang seksualitas dan kekerasan seksual membantu para pelajar memahami tentang hak atas tubuh, integritas dan martabat diri, kesehatan reproduksi serta kemampuan menghormati diri sendiri maupun orang lain," ujarnya.
Dia berharap dengan pemahaman, kesadaran, dan kewaspadaan masyarakat yang meningkat akan tindak kekerasan seksual maka akan terbangun mekanisme pencegahan di lingkungan masyarakat.
Baca juga: Ketua MPR apresiasi PLN berhasil melistriki GT World Challenge Asia 2025 di Lombok
Sementara itu, anggota Komisi X DPR RI Ratih Megasari Singkarru mengungkapkan bahwa kekerasan seksual di antaranya terjadi di lingkungan yang dekat dengan anak-anak.
Dia pun menilai pentingnya literasi tubuh kepada anak sejak dini untuk mengenali tubuh dan privasi mereka, yang dinilainya dapat menumbuhkan ketahanan seksual pada anak.
"Sehingga mereka tidak lagi diam bila ada perilaku yang melampaui batas," ucapnya.
Menurut dia, sekolah harus menjadi ruang aman agar anak bisa tumbuh seutuhnya.
Kekerasan seksual, lanjut dia, dapat dicegah dengan pola pendidikan yang tepat sehingga menghasilkan anak sadar akan nilai dan batasan, serta mental yang kuat.
"Kolaborasi multi pihak yang kuat dan berkelanjutan diharapkan mampu mewujudkan pendidikan antikekerasan seksual yang melahirkan perlindungan dan kesadaran anak-anak," katanya.
Baca juga: MPR calls for joint efforts to achieve inclusive education
Sementara itu, Ketua Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor menilai akar pemicu terjadinya kekerasan seksual terhadap anak adalah terjadinya relasi kuasa yang timpang antara pelaku dan korban, hingga dampak patriarki yang mendorong terjadinya disharmoni sehingga berpotensi melahirkan tindak kekerasan.
Menurut dia, upaya mencegah dan penanganan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak harus dilakukan secara sistematik, integratif, dan multi sektor.
"Selain itu, penguatan peran keluarga dan akses perlindungan korban kekerasan seksual yang lebih baik sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan seksual terhadap anak," kata dia.
Dalam diskusi tersebut, hadir pula sejumlah narasumber lainnya di antaranya
Kepala Pusat Penguatan Karakter/Puspeka, Kementerian Pendidikan, Dasar dan Menengah RI Rusprita Putri Utami, hingga Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Ai Maryani Solihah.