Jakarta (ANTARA) - Dekan dan CEO Asian Development Bank Institute (ADBI) Bambang Brodjonegoro memandang pentingnya penguatan dan pembangunan rantai pasok di antara negara-negara Asia sebagai langkah strategis memperkuat integrasi ekonomi kawasan dan meningkatkan daya saing global.
“Menurut saya, salah satu motivasi utama (perlu membangun integrasi yang lebih kuat) adalah bagaimana membangun rantai pasok (supply chain) atau rantai nilai (value chain) di dalam kawasan Asia. Kita bisa memulainya dari ASEAN, kemudian menghubungkannya dengan Asia Selatan, Asia Timur, dan kawasan Asia lainnya,” kata Bambang di Jakarta, Senin.
Dalam diskusi di acara AsiaXchange 2025 Rockefeller Foundation itu Bambang menegaskan rantai pasok ini sangat penting. Meskipun negara-negara maju seperti Jepang dan Korea Selatan telah berusaha menjalin kerja sama rantai pasok dengan negara-negara berpendapatan menengah di Asia, ia menilai bahwa langkah tersebut belum cukup.
Menurutnya, diperlukan upaya yang lebih luas, terutama karena Tiongkok kini semakin berpengaruh dan India tengah bangkit sebagai kekuatan manufaktur serta teknologi digital dunia.
Bambang menilai tidak ada satu negara pun di Asia yang mampu bersaing secara individual melawan kekuatan besar, seperti Amerika Serikat. Karena itu integrasi yang lebih erat melalui pembangunan rantai pasok menjadi solusi strategis bagi kawasan.
Ia menjelaskan, terdapat dua alasan mengapa Asia perlu memandang dan menyikapi integrasi regional dengan jauh lebih serius dibanding sebelumnya.
Alasan pertama, kebijakan tarif Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan Donald Trump menjadi semacam wake-up call bagi negara-negara Asia.
Selama ini, hubungan perdagangan antara masing-masing negara Asia dengan mitra mereka di Eropa, Amerika Utara, atau negara maju lainnya berjalan lancar, sehingga integrasi regional kurang menjadi perhatian.
Baca juga: Penyesuaian TKD tetap perhatikan standar pelayanan minimal
Namun, kebijakan proteksionis AS menunjukkan bahwa bergantung pada pasar luar kawasan dapat membuat Asia rentan terhadap guncangan eksternal. Karena itu membangun integrasi melalui rantai pasok di dalam kawasan menjadi semakin mendesak.
Alasan kedua, laporan World Development Report 2024 menyebutkan bahwa sebagian besar negara yang berhasil naik ke kategori ekonomi berpendapatan tinggi bukan berasal dari Asia, melainkan dari Eropa Timur.
Negara-negara seperti Polandia, Rumania, dan Kroasia mampu melesat karena efektivitas integrasi di bawah Uni Eropa yang mencakup kerja sama keuangan, perdagangan, dan ekonomi secara menyeluruh.
Baca juga: IPKD pacu pemda kelola keuangan secara efisien dan transparan
Hal ini, ujar Bambang, menjadi fokus ADBI untuk mendalami bagaimana integrasi regional dapat berhasil membantu negara-negara anggotanya keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle-income trap). Sementara Asia justru menghadapi risiko terjebak dalam kondisi serupa, terutama bagi negara-negara berpendapatan menengah atas seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand.
“Selain itu, kita juga harus mengingat bahwa bonus demografi kita (di Asia) mulai menurun. Karena itu, kita harus menemukan strategi baru. Jika tidak, kita mungkin tidak akan menyaksikan ‘keajaiban ekonomi Asia’ seperti yang terjadi pada tahun 1990-an,” kata Bambang.
