Semakin pintar: paradoks inovasi profesional

id merasa bodoh,kebodohan produktif,inovasi,kunci inovasi

Semakin pintar: paradoks inovasi profesional

Ilustrasi - Bupati Sigi Moh Rizal Intjenae ( kiri) saat berkunjung ke Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (11/12/2025). (ANTARA/HO-Pemkab Sigi)

Jakarta (ANTARA) - Dalam dunia kerja yang dinamis dan penuh disrupsi, banyak karyawan mendambakan kepastian dan rasa percaya diri. Namun, semakin tinggi posisi atau semakin kompleks tantangan yang dihadapi, semakin besar pula ruang ketidakpastian.

Paradoksnya, rasa "bodoh" merasa tidak tahu atau kurang kompeten bukanlah tanda kelemahan, melainkan indikator bahwa kita sedang berada di jalur pertumbuhan.

Beberapa waktu lalu, seorang teman lama yang kini menjabat sebagai posisi kunci di organisasi lingkungan internasional bercerita bahwa ia meninggalkan jalur profesional karena setiap hari merasa bodoh. Cerita tersebut memicu refleksi mendalam bagi saya: dalam dunia profesional pun, rasa ketidaktahuan adalah bagian tak terpisahkan dari proses inovasi dan pengembangan diri.

Kebodohan Produktif

Merasa bodoh bukan berarti kita tidak kompeten. Sebaliknya, itu berarti kita sedang berada di wilayah baru, tempat di mana inovasi terjadi. Jika kita selalu tahu jawabannya, kita tidak sedang belajar atau berkembang. Dalam pekerjaan, "kebodohan produktif" adalah kondisi sadar bahwa kita tidak tahu, tetapi tetap berusaha mencari tahu.

Contoh nyata: seorang manajer yang mencoba strategi digital baru mungkin gagal beberapa kali sebelum menemukan formula yang tepat; Tim pengembangan produk mungkin mengulang prototipe berkali-kali sebelum menemukan solusi yang sesuai kebutuhan pelanggan.

Setiap kegagalan bukan tanda kelemahan, melainkan bagian dari proses belajar. Paul E. Spector, pakar psikologi organisasi, menegaskan: "I‑O psychologists often don’t have ready‑made answers, but rather they have the means of finding answers."

Kutipan ini menyoroti esensi inovasi: kita tidak memulai dari jawaban, melainkan dari keinginan untuk menemukannya. Inilah yang disebut kebodohan produktif —kondisi sadar akan ketidaktahuan, tapi tetap aktif belajar dan bereksperimen.

Baca juga: Inovasi layanan kesehatan 'Menari di Kolam' diterapkan di Mataram

Studi terbaru dalam Review of Public Personnel Administration (2024) menunjukkan bahwa rasa cognitive uncertainty (ketidaktahuan sadar) dapat mendorong inovasi harian jika didukung oleh kepemimpinan ambidextrous, pemimpin yang mampu menyeimbangkan eksplorasi ide dan eksekusi strategi. Artinya, rasa bodoh tidak bisa dibiarkan sendiri; perlu dukungan budaya dan kepemimpinan yang menerima ketidakpastian dan mendorong eksplorasi.

Survei Psychology Today pada April 2025 menemukan bahwa 65% karyawan menghadapi lebih banyak perubahan di tempat kerja dibanding tahun sebelumnya. Satu dari tiga orang mengalami empat atau lebih perubahan besar dalam setahun terakhir.

Situasi ini menandakan bahwa ketidakpastian bukan pengecualian, melainkan norma. Mereka yang mampu mengelola rasa “tidak tahu” akan lebih siap menghadapi perubahan dan menciptakan nilai.

Mengelola Ketidaktahuan

Mengelola ketidaktahuan di dunia kerja dimulai dari perubahan pola pikir. Ketidakpastian bukanlah ancaman, melainkan peluang untuk berkembang. Dengan memandang tantangan yang belum memiliki jawaban sebagai kesempatan untuk berinovasi, karyawan dapat mengubah rasa tidak tahu menjadi energi positif yang mendorong kreativitas. Mindset ini menjadi fondasi penting agar individu tidak terjebak dalam rasa takut gagal, tetapi justru berani mencoba hal baru.

Langkah berikutnya adalah belajar dengan cepat. Dalam proses kerja, kesalahan tidak dapat dihindari, tetapi setiap kesalahan harus dilihat sebagai data berharga untuk perbaikan. Organisasi yang mendorong pembelajaran dari kegagalan akan lebih adaptif menghadapi perubahan. Dengan sikap ini, karyawan tidak hanya menghindari pengulangan kesalahan, tetapi juga mempercepat proses menemukan solusi yang lebih baik.

Selain itu, kolaborasi menjadi kunci dalam mengelola ketidaktahuan. Dunia kerja modern menuntut sinergi, bukan kesempurnaan individu. Jangan ragu untuk bertanya, berbagi ide, atau meminta masukan dari rekan kerja. Lingkungan yang mendukung keterbukaan akan menciptakan ruang aman untuk bereksperimen dan belajar bersama. Kolaborasi bukan hanya memperkaya perspektif, tetapi juga mempercepat tercapainya solusi yang inovatif.

Terakhir, tetapkan ekspektasi yang realistis. Proyek besar jarang berjalan mulus, sehingga fokus harus diarahkan pada progres, bukan kesempurnaan. Dengan menerima bahwa kegagalan adalah bagian dari proses, karyawan dapat menjaga motivasi dan ketahanan mental. Pendekatan ini tidak hanya membantu individu berkembang, tetapi juga memperkuat budaya organisasi yang adaptif dan siap menghadapi tantangan masa depan.

Baca juga: BAZNAS NTB tampil menonjol di Pameran Inovasi IT BAZNAS Nasional

Kebodohan yang produktif dalam konteks profesional berarti menerima ketidaktahuan sebagai bagian dari proses kerja. Ketika kita memilih proyek atau tantangan yang penting, kita menempatkan diri pada posisi yang tidak nyaman, yaitu berada di wilayah yang belum kita kuasai.

Kemampuan kita untuk berkembang sebagai profesional justru teruji ketika kita menghadapi ketidakpastian ini setiap hari. Dalam satu hari, kita mungkin membuat kesalahan, mengulang pekerjaan berkali-kali, dan merasa tidak kompeten. Namun, setiap kali kita belajar sesuatu yang baru dan membuat kemajuan, sekecil apa pun, kita sedang bergerak maju.

Tidak ada yang mengatakan bahwa proses ini mudah. Sebaliknya, sering kali terasa sulit dan tidak nyaman. Seiring waktu, tingkat kenyamanan emosional mungkin meningkat, tetapi dunia kerja yang dinamis memaksa kita untuk terus berada dalam fase transisi, belajar hal baru, beradaptasi dengan perubahan, dan menemukan solusi inovatif.

Semakin kita merasa bodoh, semakin terbiasa dengan rasa tidak tahu, semakin besar peluang kita untuk menciptakan terobosan dan memberikan nilai lebih bagi organisasi.

*) Dr. Joko Rurianto adalah profesional di bidang telekomunikasi, aktif menulis jurnal pemasaran strategis dan literasi teknologi digital dalam praktik bisnis modern

Pewarta :
Editor: I Komang Suparta
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.