Perantara narkotika pasrah divonis 12 tahun penjara

id Tukang perantara, narkotika, divonis 12 tahun, PN Denpasar, Bali

Perantara narkotika pasrah divonis 12 tahun penjara

Tukang perantara narkotika, Abdul Malik Kandola di Pengadilan Negeri Denpasar (Antara/Ayu Khania Pranisitha/2019)

Denpasar (ANTARA) - Terdakwa Abdul Malik Kandola divonis 12 tahun penjara karena terbukti menjadi perantara jual beli narkotika jenis ekstasi 29 butir seberat 8,71 gram netto dan sabu 1,38 gram netto.

"Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap Abdul Malik Kandola dengan pidana penjara selama 12 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dan denda Rp1 miliar, subsider tiga bulan penjara," kata Majelis Hakim yang dipimpin oleh I Ketut Kimiarsa, di Pengadilan Negeri Denpasar, Rabu.

Ia menegaskan bahwa terdakwa terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana Narkotika tanpa hak atau melawan hukum menjadi perantara dalam jual beli narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 gram.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dalam pasal 114 ayat (2) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam dakwaan pertama.

Sebelumnya, jaksa Penuntut Umum Ni Made Suasti Ariani menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 15 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, denda Rp2 miliar susbsidair enam bulan penjara.

Berdasarkan uraian dakwaan jaksa, menjelaskan bahwa penangkapan terdakwa dilakukan pada (13/7) di Sesetan, Denpasar Selatan.

"Petugas kepolisian mendapatkan informasi dari masyarakat jika di daerah Sesetan ada transaksi jual beli Narkotika," katanya.

Selanjutnya petugas kepolisian melakukan penyelidikan dilanjutkan dengan penangkapan dan pengeledahan terhadap terdakwa.

"Dari pengakuan terdakwa, barang yang ditemukan di kamarnya itu adalah milik seseorang bernama Kabai yang masuk daftar pencarian orang (DPO) dan meminta terdakwa mengambil tempelan tiga paket sabu dan enam paket esktasi di Jalan Pulau Moyo Denpasar," ujarnya.

Seseorang yang bernama Kabai ini menjanjikan upah sebesar Rp50 ribu untuk satu butir ekstasi dan Rp100 ribu untuk satu paket sabu.

"Terdakwa sudah menerima upah Rp550 ribu dari Kabai untuk upah menyerahkan paket ekstasi dan pembayarannya dengan cara ditransfer ke rekening milik terdakwa dan terdakwa menarik uang itu untuk dikirim ke ibunya yang membutuhkan uang untuk berobat sedangkan uang menempelkan sabu belum terdakwa terima," katanya.

Jaksa menjelaskan bahwa terdakwa sudah dua kali menerima bahan sabu dan ekstasi dari Kabai untuk di sebarkan kembali. Untuk pertama terdakwa sudah ekstasi dan sabu hingga habis dengan upah Rp2 juta. Penemuan kedua bahan sabu dan ekstasi yang akan disebarkannya ditemukan di kamar kos terdakwa untuk selanjutnya disita petugas kepolisian.