Mataram (ANTARA) - Tim Satgas Waspada Investasi (SWI) Nusa Tenggara Barat menyelidiki dugaan investasi bodong berlabel bisnis kuliner rumah makan yang dilakukan oleh oknum pengelola usaha MS.
"Sudah ada laporan yang masuk ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kepolisian Daerah (Polda) NTB, terkait penghimpunan dana dengan imbal hasil 35 persen dalam jangka waktu dua bulan yang diduga dilakukan oleh pengelola MS," kata Kepala OJK NTB, Farid Faletehan, di Mataram, Jumat.
Penegasan itu disampaikan Farid bersama Kasubdit II Ditreskrimsus Polda NTB, AKBP I Komang Satra, usai menggelar rapat bersama seluruh anggota Tim SWI NTB, membahas sejumlah kasus dugaan investasi bodong yang berkembang di NTB.
Farid menyebutkan pihaknya sudah menerima laporan dari sejumlah warga. Ada yang mengaku sudah menyetor dana Rp10 juta kepada pengelola MS dan dijanjikan imbal hasil sebesar Rp3,5 juta dalam waktu dua bulan.
"Korban tersebut sudah dapat hasil Rp3,5 juta. Tapi setelah itu tidak ada lagi. Padahal MS masih beroperasi. Korban juga sudah melapor ke Polda NTB," ujarnya.
Kasubdit II Ditreskrimsus Polda NTB, AKBP I Komang Satra, juga membenarkan bahwa pihaknya sudah menerima laporan dari masyarakat terksit penghimpunan dana dari masyarakat yang dilakukan pengelola MS.
Ditreskrimsus juga sudah mendata jumlah korban investasi bodong tersebut sebanyak 37 orang dengan nilai kerugian mencapai Rp499 juta. Semua korban sudah dimintai keterangannya. Ada yang berasal dari Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, dan Lombok Utara.
"Tapi kami tegaskan, Polda NTB masih dalam tahap penyelidikan. Nanti setelah alat bukti cukup baru ditingkatkan ke penyidikan," katanya.
Ia menjelaskan MS menawarkan investasi bisnis makanan ke masyarakat secara daring (online) dengan memanfaatkan media sosial bahwa membutuhkan dana lebih besar untuk mengelola rumah makan yang disebut MS.
Penawaran investasi tersebut belum mengantongi izin dari OJK atau dari dinas terkait.
Komang menyebutkan para korban menyetorkan dana investasi dengan nilai bevariasi. Ada senilai Rp2,5 juta dan paling tinggi Rp45 juta.
"Apakah tindakan penghimpunan dana investasi ilegal tersebut masuk dalam ranah pidana perbankan, penggelapan, penipuan belum ditentukan karena masih tahap penyelidikan. Kami segera memanggil oknum pengelola MS," katanya.
Ditreskrimsus Polda NTB, kata dia, bersama OJK dan seluruh Tim SWI NTB mengimbau masyarakat untuk tidak mudah terpancing tawaran investasi ilegal yang menjanjikan keuntungan tidak masuk akal.
"Sudah ada laporan yang masuk ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kepolisian Daerah (Polda) NTB, terkait penghimpunan dana dengan imbal hasil 35 persen dalam jangka waktu dua bulan yang diduga dilakukan oleh pengelola MS," kata Kepala OJK NTB, Farid Faletehan, di Mataram, Jumat.
Penegasan itu disampaikan Farid bersama Kasubdit II Ditreskrimsus Polda NTB, AKBP I Komang Satra, usai menggelar rapat bersama seluruh anggota Tim SWI NTB, membahas sejumlah kasus dugaan investasi bodong yang berkembang di NTB.
Farid menyebutkan pihaknya sudah menerima laporan dari sejumlah warga. Ada yang mengaku sudah menyetor dana Rp10 juta kepada pengelola MS dan dijanjikan imbal hasil sebesar Rp3,5 juta dalam waktu dua bulan.
"Korban tersebut sudah dapat hasil Rp3,5 juta. Tapi setelah itu tidak ada lagi. Padahal MS masih beroperasi. Korban juga sudah melapor ke Polda NTB," ujarnya.
Kasubdit II Ditreskrimsus Polda NTB, AKBP I Komang Satra, juga membenarkan bahwa pihaknya sudah menerima laporan dari masyarakat terksit penghimpunan dana dari masyarakat yang dilakukan pengelola MS.
Ditreskrimsus juga sudah mendata jumlah korban investasi bodong tersebut sebanyak 37 orang dengan nilai kerugian mencapai Rp499 juta. Semua korban sudah dimintai keterangannya. Ada yang berasal dari Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, dan Lombok Utara.
"Tapi kami tegaskan, Polda NTB masih dalam tahap penyelidikan. Nanti setelah alat bukti cukup baru ditingkatkan ke penyidikan," katanya.
Ia menjelaskan MS menawarkan investasi bisnis makanan ke masyarakat secara daring (online) dengan memanfaatkan media sosial bahwa membutuhkan dana lebih besar untuk mengelola rumah makan yang disebut MS.
Penawaran investasi tersebut belum mengantongi izin dari OJK atau dari dinas terkait.
Komang menyebutkan para korban menyetorkan dana investasi dengan nilai bevariasi. Ada senilai Rp2,5 juta dan paling tinggi Rp45 juta.
"Apakah tindakan penghimpunan dana investasi ilegal tersebut masuk dalam ranah pidana perbankan, penggelapan, penipuan belum ditentukan karena masih tahap penyelidikan. Kami segera memanggil oknum pengelola MS," katanya.
Ditreskrimsus Polda NTB, kata dia, bersama OJK dan seluruh Tim SWI NTB mengimbau masyarakat untuk tidak mudah terpancing tawaran investasi ilegal yang menjanjikan keuntungan tidak masuk akal.