Mataram, (ANTARA) - Universitas Mataram mulai menerapkan program pemberdayaan mahasiswa yang mengikuti program kuliah kerja nyata untuk beraktivitas di daerah konflik baik di Pulau Lombok maupun Sumbawa.
"Saya sudah minta Kepala Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) untuk mengirim mahasiswa kuliah kerja nyata (KKN) ke daerah konflik," kata Rektor Universitas Mataram (Unram) Prof Dr H Sunarpi PhD saat pengumuman hasil penelitian bersama tentang konflik komunal yang sering terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB), di Mataram (21/6).
Penelitian bersama itu dilakukan peneliti Unram dan Polda NTB di dua lokasi yang belakangan ini sering terjadi konflik komunal, yakni Desa Ketara, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah (Pulau Lombok), dan Desa Renda dan Desa Ngali, Kecamatan Belo, kabupaten Bima (Pulau Sumbawa).
Metode penelitian yang digunakan yakni kualitatif dengan pendekatan etnografi yakni dekripsi dan interpretasi budaya kelompok sosial dan masyarakat di daerah konflik itu.
Parameter yang diteliti yakni faktor penyebab konflik komunal dan upaya pihak terkait seperti pemerintah daerah, aparat kepolisian dan masyarakat setempat.
Sunarpi mengatakan sudah saatnya Unram beralih dari pola KKN "pasang papan nama" ke pola tematik yang lebih banyak memberdayakan kemampuan mahasiswa dalam kehidupan bermasyarakat.
"Para mahasiswa KKN diterjunkan ke lapangan untuk membantu masyarakat mengatasi persoalan yang dihadapi, atau bersama-sama mencari akar masalah yang sering memicu konflik serta mencari solusinya," ujarnya.
Kepala LPM Unram yang juga Ketua Tim Peneliti Konflik Komunal di NTB HM Natsir mengatakan pihaknya sudah menyiapkan mahasiswa KKN untuk mengabdi di daerah konflik.
Lokasi KKN di daerah konflik itu antara lain Desa Ketara, Kecamatan Pujut, atau kawasan di sekitar Bandara Internasional Lombok (BIL) di Tanah Awu, dan Desa Ngali dan Rendra, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima.
Mahasiswa KKN itu mulai diterjunkan ke daerah konflik mulai 12 Juli 2010 selama tiga bulan, sedangkan gelombang kedua Januari-Maret 2011.
"Saya sudah yakinkan para mahasiswa yang akan KKN di daerah konflik bahwa daerah yang akan dituju tidak berbeda dengan daerah lainnya, sehingga yang penting adalah daya adaptasi dan kemampuan mengimplementasikan pengetahuan dalam kehidupan bermasyarakat," ujarnya.
Polda NTB menyebut Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan tingkat konflik yang cukup tinggi, proses terjadinya sangat variatif mulai dari persoalan agama, etnis, suku, adat dan budaya, pengelolaan sumber daya alam, ekonomi hingga masalah politik.
Selama 2007 sampai Februari 2010 tercatat 79 kali konflik komunal yang terjadi di NTB. Kabupaten Lombok Barat di posisi teratas dengan 24 kali konflik, kemudian Lombok Tengah (20), Kabupaten Bima (14), Lombok Timur (9), Sumbawa (3), dan Dompu satu kali konflik.
Berbagai konflik komunal yang terjadi itu di antaranya perkelahian antarwarga sebanyak 49 kasus dan kekerasan massa berupa perusakan 30 kasus.
Khusus di Kabupaten Lombok Tengah (Ketara) dan Bima (Ngali dan Rendra), konflik komunal yang terjadi sering menelan korban jiwa meski dilatarbelakangi persoalan sepele seperti perkelahian anak kecil yang merembet ke perkelahian antarkampung. (*)