Mataram, 23/12 (ANTARA) - Tiga bulan setelah TGH M. Zainul Majdi dilantik menjadi Gubernur Nusa Tenggara Barat, ia mencanangkan program Bumi Sejuta Sapi yang kemudian dikenal dengan sebutan NTB-BSS.

     Majdi dan H. Badrul Munir masing-masing dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) periode 2008-2013, pada 17 September 2008.

     Sementara NTB-BSS itu merupakan salah satu program unggulan Majdi dan Badrul, yang pencapaian target satu juta ekor sapi di akhir masa jabatan mereka di 2013. Itu berarti sudah separuh jalan program NTB-BSS itu diimplementasikan.

     Kedua pemimpin daerah NTB itu memilih pengembangan sapi sebagai salah satu program unggulan sekaligus menjadi program pendukung swasembada daging nasional di tahun 2014.

     Program BSS itu merupakan program percepatan yang diawali dari program reguler sebagai pembanding dengan indikasi dan asumsi populasi sapi pada tahun 2008 sebanyak 546.114 ekor, dengan jumlah induk sebanyak 37,36 persen dari populasi.

     Indikator dan asumsi keberhasilan program tersebut yakni angka kelahiran mencapai 66,7 persen dari jumlah induk sapi, dan angka kematian anak sapi mencapai 20 persen dari jumlah ternak sapi yang lahir.

     Saat ini, jumlah pedet sebanyak 101.239 ekor, jumlah pemotongan betina produktif dan pemotongan tidak tercatat sebesar 20 persen dari pemotongan tercatat.

    Jumlah pemotongan dalam daerah sebesar 41.575 ekor dan jumlah sapi bibit dan sapi potong yang dikeluarkan dari wilayah NTB tercatat sebanyak 28.500 ekor.

     Dengan penerapan program NTB-BSS, diharapkan terjadi peningkatan jumlah induk sapi sebesar 38-42 persen dari populasi, peningkatan kelahiran pedet sebesar 75-85 persen dari jumlah induk.

     Indikator lainnya yakni penurunan angka kematian pedet sebanyak 18-10 persen dari jumlah sapi yang lahir, penurunan pemotongan sapi betina produktif hingga 15-8 persen dari jumlah pemotongan tercatat dan pertumbuhan populasi sapi sebesar 10-15 persen per tahun.

     Diharapkan, indikator keberhasilan program BSS itu terlihat dari jumlah kelahiran sapi/pedet setiap tahunnya yakni satu induk satu anak setiap tahun.

     Majdi mengatakan, keberadaan pedet sehat dalam jumlah banyak merupakan indikator keberhasilan program NTB-BSS karena angka kelahiran menjadi penentu sekaligus prioritas keberhasilan program tersebut.

    Ia pun berharap, para petani di daerah kepemimpinannya dapat konsisten dan terus mengembangkan usaha ternaknya sehingga pada saatnya nanti berbagai kabupaten di NTB dapat menjadi salah satu daerah penghasil sapi terbanyak nasional.

    "Berbagai usaha percepatan yang inovatif terhadap program BSS terus dilakukan, diantaranya yakni mengembangkan bibit sapi unggulan yakni jenis sapi Bali," ujar gubernur termuda di Indonesia yang pada saat dilantik usianya baru 36 tahun tiga bulan 17 hari itu.

    Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB H. DR Ir. Syamsul Hidayat Dilaga, MS, mengklaim, semenjak program BSS diluncurkan 17 Desember 2008, populasi ternak sapi di daerah itu bertambah sebanyak 70.580 ekor sampai posisi Juni 2010.  

    "Populasi sapi sampai Juni 2010 mencapai 616.649 unit atau bertambah sebanyak 70.580 ekor dari angka awal penerapan NTB-BSS yakni 546.114 ekor," ujar mantan Staf Ahli Gubernur Bidang SDA, Lingkungan Hidup dan Ketahanan Pangan.

     Syamsul meyakini, target satu juta sapi itu akan terpenuhi di akhir 2013 karena program percepatan itu diupayakan terlaksana secara terarah dan komprehensif. 

     Untuk menyukseskan program BSS itu, Pemerintah Provinsi NTB telah menerbitkan  sejumlah regulasi antara lain mengatur tata niaga ternak antar pulau, pengendalian pemotongan sapi betina produktif dan pembibitan sapi berbasis masyarakat. Regulasi tersebut dikeluarkan dalam bentuk peraturan Gubernur NTB.

     Selain itu, sejak tahun 2009 telah disalurkan program pemberdayaan masyarakat kepada 252 kelompok peternak dengan nilai Rp30,308 miliar lebih, yang dimanfaatkan petani peternak untuk pengadaan ternak sapi sebanyak 4.351 ekor.

     Dana miliaran rupiah itu juga untuk stimulan kandang kelompok sebanyak 27 unit, rekruitmen Sarjana Membangun Desa (SMD) peternakan sebanyak 50 orang, dan pengembangan unit lokasi Inseminasi Buatan (IB) sebanyak delapan unit.

     "Dana pemberdayaan peternak terkait program NTB-BSS itu terus berlanjut di tahun 2010 hingga target pencapaian BSS terealisasi di 2013," ujarnya.

     Syamsul juga meyakini Pemerintah Provinsi NTB akan mampu memberikan kontribusi daging nasional di tahun 2013 sebanyak 16.400 ton yang dicapai dari keberhasilan menerapkan program BSS. 

     Menurut dia, pada gilirannya nanti program BSS akan memberikan multiplayer efek seperti kontribusi daging nasional yang ditargetkan sebesar 16.400 ton, produksi kulit sebanyak 60.250 lembar dan keuntungan lainnya.

     Selain itu, jika penerapan program NTB-BSS sesuai harapan maka penyerapan tenaga kerja diperkirakan mencapai 344 ribu orang dan penyediaan potensi bahan baku pupuk organik sebesar 5,02 juta ton.

     Sementara keuntungan yang memungkinkan diraih peternak dalam program NTB-BSS itu dapat mencapai Rp1,1 triliun dan keuntungan finansial dapat mencapai Rp5,5 triliun.

     Nilai keuntungan itu diprediksi dari konversi nilai jual ternak dari populasi ternak yang ada, terdiri dari nilai produksi ternak besar yang diperkirakan mencapai Rp539 miliar lebih, ternak kecil Rp135,4 miliar lebih dan ternak unggas yang mencapai Rp495,5 miliar.

 

Keraguan

 

    Tidak dipungkiri kalau banyak kalangan sempat meragukan pencapaian target satu juta ekor sapi di 2013 karena sejumlah pertimbangan.

     Apalagi, populasi sapi sampai Juni 2010 baru mencapai 616.649 unit. Itu berarti masih dibutuhkan lebih dari 300 ribu ekor lebih untuk mencukupi target satu juta ekor dalam tiga tahun ke depan.

     Selain karena produktivitas sapi relatif rendah, juga minat beternak sapi di kalangan petani peternak yang belum begitu baik. Ternak peliharaan itu belum aman dari aksi pencurian yang kerap terjadi.

     Sejumlah peternak sapi yang ditemui di areal pengembangan intensifikasi di Dusun Pidendang, Desa Sepakek, Kecamatan Pringgarata, Kabupaten Lombok Tengah, mengakui masih adanya aksi pencurian ternak yang seringkali menghantui usaha mereka.

     M. Sidik, misalnya, peternak sapi dengan pola intensifikasi yang mengaku harus ekstra pengawasan ternak sapi, agar terhindar dari ancaman pencurian.

     "Kami selalu awasi setiap hari, agar tetap aman. Kalau tidak, bisa rugi karena usaha sapi secara berkelompok ini tidak banyak untungnya. Setahun rata-rata hanya 1,5 juta untuk setiap peternak, karena ada pemotongan 10 persen dari hasil usaha bersama dan kewajiban-kewajiban lainnya," ujar Sidik yang diamini peternak lainnya.

     Kendati demikian, Sidik dan anggota kelompok usaha ternaknya yang kini telah mencapai 73 orang, mengaku, akan lebih giat berusaha agar ternak peliharaan mereka terus berproduksi guna menghasilkan pendapatan keluarga.

     Awalnya, anggota kelompok usaha ternak itu hanya 21 orang dengan jumlah sapi sebanyak  23 ekor sapi. Kini, anggota kelompok mencapai 73 orang dengan jumlah sapi sebanyak 173 ekor.

     Para peternak sapi layaknya pejuang-pejuang program NTB-BSS itu tidak banyak berharap, kecuali jaminan keamanan atas sapi-sapi mereka dan eksistensi pasar untuk menampung hasil usahanya.  

     "Kalau pasar untuk menampung sapi-sapi kami tetap ada dengan harga jual yang relatif baik, tentu kami pun akan tetap giat berusaha. Dulu puluhan ekor saja, sekarang sudah ratusan," ujarnya.

     Bukan cuma peternak, politisi di DPRD NTB pun ikut meragukan keberhasilan program NTB-BSS itu, sehingga sempat mempertanyakannya dalam sidang pembahasan Rancangan APBD (RAPBD) 2011.

     Pimpinan DPRD NTB sempat mengembalikan naskah Kebijakan Umum Anggaran (KUA) sebagai dasar penyusunan Prioritas Pelaporan Anggaran Sementara (PPAS) hingga penyusunan RAPBD 2011 yang disusun bagian perencanaan Pemprov NTB, karena antara lain tidak secara tegas menjelaskan arah pencapaian program NTB-BSS pada tahun anggaran dimaksud.

     Semestinya Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait mencantumkan arah pencapaian program BSS di tahun 2011 seperti target populasi sapi, lokasi pengembangbiakannya, dan kebutuhan anggarannya.

     Gubernur NTB Zainul Majdi kemudian tampil di hadapan semua anggota DPRD NTB dalam sidang Paripurna DPRD NTB dengan agenda pembahasan RAPBD 2011 itu, guna      

memperjelas arah program BSS yang hendak dicapai pada tahun anggaran 2011 hingga 2013.

     Setelah melewati serangkaian pembahasan akhirnya DPRD NTB pun secara keseluruhan mendukung program unggulan daerah itu.

     "Pak Gubernur telah berupaya memperjelas arah program Bumi Sejuta Sapi itu yang harus terinci setiap tahun anggaran sesuai permintaan legislatif," kata Kepala Biro Keuangan Setda NTB H. Awaludin, ketika menjelaskan upaya Pemprov NTB menjawab keraguan legislatif. (*)


Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2025