Sumbawa Barat, NTB 1/2 (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, mulai menggelar operasi penertiban penambangan tanpa ijin (Peti) yang disinyalir marak di wilayah tersebut.
Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumbawa Barat, Hajamuddin, di Taliwang, Selasa, mengatakan operasi itu meliputi operasi yustisi (kependudukan) dan pembongkaran seluruh mesin gelondongan serta alat operasi tambang ilegal lainnya.
"Kita awali operasi ini dengan pembongkaran fasilitas operasi mesin gelondongan (pengolahan batuan emas tradisional) di sepanjang jalan lintas Taliwang - Seteluk, tepatnya di Dusun Fakirum dan lokasi tambang terbuka di kawasan hutan lindung tak jauh dari lokasi operasi tadi," katanya.
Operasi penertiban ini, didukung ratusan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dibantu personil TNI serta tim inspektur tambang. Petugas bersama inspektur langsung meminta pemilik mesin gelondongan membongkar mesin serta menyudahi operasi pengolahaan biji batuan yang dinilai sangat berbahaya.
"Pembongkaran sudah dilakukan di 20 titik mesin gelondongan. Mesin ini akan diamankan bersama pemiliknya untuk didata sebelum 'dideportasi' keluar daerah melalui pelabuhan Poto Tano. Maklum, kebanyakan pemilik dan penambang ini warga asal luar daerah," katanya menjelaskan.
Pemkab Sumbawa Barat, katanya, telah menyiapkan beberapa truk untuk mengangkut mesin yang dibongkar, dan bersiap membangun posko pengawasan di lokasi untuk memastikan kegiatan operasi tambang ini benar-benar berhenti.
Sermentara itu, inspektur senior pertambangan, Idham Khalid mengemukakan, aktivitas dan pengoperasian mesin-mesin tambang itu sangat berbahaya. Mercury atau air raksa yang digunakan para penambang dalam setiap aktivitas pengelohan biji batuan yang diduga mengandung emas, cukup berisiko.
Mercury bisa tererupsi menjadi metil (reaksi kimia berbahaya) dan kapan saja bisa terabsorbsi (menyusut) dengan tanah hingga bisa menimbulkan pencemaran tidak hanya tanah tapi juga air tanah.
Salah seorang pemilik mesin gelondongan, Rudy (32) warga Lombok Tengah, tak bisa berbuat banyak ketika petugas pemerintah dan Satpol PP membongkar mesin gelondongannya.
Meski mengaku rugi berkisar 30- 50 juta rupiah, ia tidak menolak untuk dideportasi. Rudy satu dari ratusan warga asal luar daerah yang kemungkinan akan dipulangkan bersama mesin ilegalnya karena tidak memiliki izin tinggal dan identitas yang jelas. (*)